Dana Rp751 Juta Tak Rasional
Para Pedagang Kembali Keluhkan Kondisi Pasar Darurat dan Pungli PLERED- Pasar darurat yang disediakan Pemkab Cirebon bagi pedagang Pasar Pasalaran (selama renovasi) terus menuai kritik. Pedagang bahkan berani mempersoalkan dana sebesar Rp751 juta untuk membangun pasar darurat. Bagi mereka dana itu terlalu besar dan tidak rasional. “Pasar darurat kayak kandang kebo. Dengan model seperti itu (kondisi pasar darurat, red), saya punya CV sendiri bisa bikin. Biayanya tidak lebih dari Rp200 juta,” tandas Ketua Paguyuban Masyarakat Weru-Plered sekaligus sesepuh setempat, Rifqi Sodiq. Dengan dana sebesar itu, lanjut Rifqi, seharunya kondisi pasar darurat lebih layak dari kondisi yang ada sekarang. “Pembangunan pasar darurat yang menelan biaya Rp751 juta tak rasional. Untuk membangun pasar darurat dengan menggunakan bahan bambu dan bilik tidak akan menelan budget sampai Rp200 juta,” tambahnya. Dia juga mengeluhkan banyaknya pungutan liar (pungli) di pasar darurat. Rifqi mengungkapkan, tanah untuk pasar sementara itu ternyata sebagian milik pemerintah desa. Nah tanah desa inilah yang diduga dijadikan sebagai ajang pungli. Besar pungutan antarpedagang bervariasi, mulai dari Rp200 ribu sampai Rp300 ribu. “Katanya dengan beban membayar akan dijamin tempatnya. Banyak oknum yang bermain, mohon agar segera ditindak mulai dari aparat desa,” ungkapnya, kemarin (29/8). Rifqi juga menyayangkan tindakan Pemda yang menurunkan aparat TNI (Kodim) dan Satpol PP ke pasar. Menurutnya hal tersebut justru seolah mengintimidasi masyarakat. Sehingga masyarakat merasa resah. Sementara pantauan Radar, kemarin, sejumlah pedagang tampak mengeluhkan kondisi pasar darurat. Terdengar celetukan dari pedagang bahwa pasar darurat seperti kandang ayam. Begitu pula obrolan pedagang lemprakan yang mengaku khawatir saat musim hujan datang. Di bagian luar area pasar darurat (lokasi lahan milik desa) sejumlah pedagang tampak ramai mengkavling lemprakannya. Terdengar pembicaraan lahan tersebut disewakan dengan nilai Rp50 ribu per meter. “Cepat-cepat bayar dulu Rp400 ribu,” ujar salah satu pedagang sambil pergi melangkah ke seseorang untuk melakukan pembayaran. Menurut seorang pedagang buah asal Kedungjaya, pedagang lemparakan yang masuk ke area pasar darurat tak dimintai pungutan. Akan tetapi pedagang yang berada di lahan desa dipungut sejumlah uang. “Di sini sih (area pasar darurat) tidak ada pungutan,” katanya. Sementara itu beberapa pedagang mengaku telah membayarkan uang senilai Rp270 ribu sebagai uang muka untuk lemprakan pasar. Jumlah tersebut untuk uang muka tiga pedagang. Dalam kuitansi tersebut bertuliskan tiga nama pedagang, penulisan nominal Rp270 ribu dan DP Pasar, tanpa ada cap serta nama penerima. Menurut sumber Radar Cirebon, oknum pejabat desa berinisial OS menawarkan lapak dengan biaya Rp500 ribu per lapak. “Mau lapak tidak? Kalau tidak mau ya silakan nanti nggak kebagian,” ujar seorang pedagang menirukan pembicaraan oknum pejabat desa. Sementara Kabid Pengelolaan Pasar Disperindag Kabupaten Cirebon Zenal Arifin berharap relokasi dapat berjalan dengan kondusif. Menurutnya pedagang mulai rekolasi pada Rabu malam. “Malam ini (kemarin, red) mulai pindah ke pasar darurat,” katanya. Sementara Kapolsek Weru, Kompol Suyono yang ditemui saat meninjau pasar mengungkapkan, sudah ada dua laporan pedagang pasar terkait pungutan yang dilakukan IP3W. Akan tetapi dalam kuitansi tersebut tidak dituliskan nama penerima, hanya terdapat cap. “Pedagang saat ditanya juga tidak tahu siapa namanya,” ujarnya. (swn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: