Nelayan Cangkol Bikin Rumpon untuk Investasi dan Jaga Ekosistem

Nelayan Cangkol Bikin Rumpon untuk Investasi dan Jaga Ekosistem

Tak bisa melaut, nelayan di pesisir Cangkol, Kota Cirebon memilih mengisi waktu dengan membuat rumpon berbahan ban bekas. Pembuatan rumpon ini sudah berlangsung sejak 2004 dan kini nelayan mulai merasakan hasilnya. Laporan: JAMAL SUTEJA, Cirebon TIDAK ada waktu berpangku tangan. Musim baratan tak jadi alasan untuk berhenti beraktivitas. Nelayan di Kampung Cangkol patut jadi contoh. Mereka berinvestasi dengan membuat rumpon. Pembuatan rumah ikan ini telah memperbaiki perekonomian nelayan. Ekosistem laut juga terjaga. “Ini cara kita melestarikan ekosistem laut dan media penangkapan ikan, kalau lautnya sehat nelayan juga sehat ekonominya,” ujar Ketua Nelayan Cangkol, Mulyadi, saat ditemui di tempat pelelangan ikan (TPI) Cangkol. Nelayan Cangkol memang dikenal terampil membuat rumpon. Selama ini, mereka juga dikenal paling ramah lingkungan karena tidak pernah menggunakan cantrang, arad, garok dan sejenisnya. Untuk membuat rumpon, bambu menjadi bahan dasar. Kemudian dipadukan dengan ban bekas dan material lain. “Banyak kreasi-kreasi baru dan ide-ide kreatif muncul,” tuturnya. Mulyadi mengklaim, nelayan Cangkol perekonomiannya relatif membaik sejak membuat rumpon. Lembaga perbankan juga tidak meragukan perekonomian nelayan di Cangkol. Dengan adanya rumpon ini, nelayan juga kerap menerima jasa antar untuk pemancing. Mengenai pembuatan rumpon, Enjas (54) mengaku, mulanya nelayan menggunakan bambu sebagai material utama. Tetapi, material tersebut mudah rusak. Penggunaan ban mobil dan motor bekas, relatif lebih kuat diterjang gelombang. “Kita tahunya dari pemancing, katanya bagus. Jadi ya kita bikin sesuai pesanan saja,” katanya. Rumpon dari ban bekas ini bisa menjadi tempat ikan berkembang biak. Satu rumpon segitiga dibuat dengan 13 ban motor bekas, atau yang satu rumpon berbentuk kotak kecil dengan 20 ban. Ada juga yang memakai 36 buah ban. Biaya untuk pembuatan rumpon sekitar Rp 60 ribu. Sehingga kalau membuat rumponnya 20 total modal yang dikeluarkan Rp 1,2 juta. \"Ya sesuai dengan permintaan saja. Kalau uangnya besar bisa bikin yang gede,\" bebernya. Rumpon-rumpon itulah yang nanti akan ditanam nelayan di area dekat rumpon-rumpon beton permanen yang dibuat dari bantuan pemerintah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan. Biasanya rumpon itu ditanam 15-30 Km di laut lepas. Sekitar tiga jam ditempuh pakai perahu. Titik koordinat yang sudah disetting melalui global positioning system (GPS). Sehingga nelayan tidak lagi bingung mengubek-ubek laut saat mencari ikan. \"Cukup nyalakan GPS kita langsung menuju ke rumpon, lalu bisa tangkap ikan pakai pancingan,\" tambahnya. Tak heran juga, dengan kondisi ini, kampung nelayan cangkol kerap menjadi salah satu tujuan wisata bahari di Cirebon. Setiap akhir pekan, mereka kedatangan para pemancing mania dari luar kota. Tentu saja kedatangan mereka membawa rezeki tersendiri. Nelayan mendapatkan biaya sewa perahu Rp 1 juta untuk satu kali melaut. Belum lagi untuk penyediaan umpan berupa udang. Satu kilo udang untuk umpan pancing dihargai Rp 100 ribu. Biasanya satu perahu butuh umpan udang setidaknya dua kilogram. “Sekali jalan pemancing itu butuh Rp 1,5 juta. Mereka rata-rata sudah punya langganan perahu sendiri-sendiri,” katanya. Selain itu, para nelayan yang tidak punya langganan pun, tetap punya rejekinya. Biasanya mereka mencari penumpang di area Pantai Kejawanan. Hasilnya cukup lumayan. Satu penumpang biasanya bayar Rp5-10 ribu hanya berkeliling di area pantai. \"Ya yang penting mah nelayan jangan lagi males, sekarang mah apa saja dilakukan untuk cari uang,\" katanya. Salah seorang pemilik rumpon, Yana mengungkapkan, untuk satu rumpon biasanya terisi ikan setiap tiga pekan. Di rumpon-rumpon itu, tinggal memancing hasilnya. Tapi, ada saja nelayan nakal yang kerap merusak rumah ikan. Penggunaan pukat harimau, seringkali membuat rumpon hancur berantakan. Padahal, nelayan Cangkol sudah punya perhitungan sendiri. Salah satunya tidak boleh berada di jalur pelayaran kapal. Juga tidak berada di area nelayan-nelayan yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan. \"Ya ruginya banyak yang ketarik pakai alat troll. Kita sudah lama-lama nungguin, rusak sama yang pakai troll,” tuturnya. Program rumponisasi yang ditanam di laut Kota Cirebon sejak tahun 2002 itu, kini sudah menambah sumbangan keanekaragaman hayati maritim. Selama kurun waktu 13 tahun itu, berdasarkan catatan luas rumpon sudah mencapai 5.076 meter persegi dan menyumbang hampir 6 miliar ekor biota laut. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: