Liga Champions, FC Porto vs Juventus, Melawan Magis Do Dragao
PORTO - Juventus seperti kuda yang makin kencang larinya. Terutama sebulan terakhir ini sejak Massimiliano Allegri mengubah pakem formasinya menjadi 4-2-3-1. Tujuh laga di Serie A dan Coppa Italia pun dilahap dengan sempurna. Mencetak 15 gol, dan hanya dua gol saja kebobolannya. Nah, kalau di domestik sudah menuai hasil perubahan formasi dari 3-5-2 ke 4-2-3-1 itu, bagaimana dengan di Eropa? Pertanyaan itulah yang harus dijawab Juventus dalam leg pertama babak 16 besar Liga Champions menantang FC Porto di Estadio do Dragao, Porto, dini hari nanti WIB. Bukan hanya jadi jawaban atas konsistensi formasi baru itu. Dengan mengalahkan Porto di Dragao, itu berarti La Vecchia Signora –julukan Juventus– memutus mitos sial klub-klub Italia ketika melawat ke stadion yang dimiliki Porto sejak 2003 silam itu. Dari enam kali menjamu wakil Italia, tidak satu pun yang berhasil membuat Porto merana. Enam kali duel dengan klub Italia di Do Dragao, sekali Porto menang, dan lainnya berakhir seri. Terakhir, AS Roma tertahan 1-1 di sana pada saat play-off Liga Champions, 18 Agustus lalu. \"Bermain di sana benar-benar tidak mudah. Ke sana kami harus berhati-hati, dan menyadari perlu kerja keras untuk menaklukkannya,\" ucap Allegri seperti yang dikutip Football Italia. Ingat, Porto tidak cuma bersembunyi di balik magis Do Dragao. Performa mereka pun menunjang kekuatan itu. Di Primeira Liga Porto unbeaten sejak 29 Agustus. Selama 2017 pun mereka cuma sekali seri dari tujuh laga. Mencetak 17 gol dan bobol empat gol. Statistik itu sudah bisa jadi bukti awal bahwa mereka tim yang agresif. Bermain dengan garis pertahanan tinggi untuk mencegah lawan membagun skema serangan dari belakang jadi kebiasaan Ivan Marcano dkk. Formasi 4-4-2 yang cenderung ke 4-1-3-2 memberi ruang Danilo Pereira supaya secepatnya menutup pergerakan lawan. Begitu pun dengan gelandang Porto lainnya. Dengan isolasi seperti itu, Porto membatasi lawan mengirim bola passing-passing pendek. Setelah itu, lawan dipaksa bermain dengan bola-bola panjang ke depan yang tak terarah. Lalu bagaimana cara membongkarnya? Bermain dengan passing-passing pendek seperti bunuh diri. Solusinya bisa dengan memanfaatkan umpan panjang melebar. Untuk skema main ini, butuh crossing-crossing dari Stephan Lichtsteiner, Alex Sandro, atau Juan Cuadrado. Dua pemain terakhir punya kelebihan dari crossing-crossing-nya. Mengapa perlu umpan yang melebar? Tujuannya adalah untuk membuka celah di dalam pertahanan skuad besutan Nuno Espirito Santo itu. Apalagi, satu dari bek tengah langganan starter Porto, Marcano bukan tipikal bek yang andal dalam meng-handle bola-bola crossing. Sekalipun, rata-rata duel udara suksesnya termasuk tinggi di Porto, sekitar 73,7 persen. Dalam konferensi pers setelah laga melawan Palermo lalu (18/2), Allegri meminta pemainnya menanggalkan prediksi yang menyebut pemuncak klasemen Serie A tersebut bakal mudah melewati hadangan Porto. \"Kami merasa seperti berada pada level berbeda. Dan yang perlu kami tunjukkan itu bermain supaya mendapat kemenangan, di tiap tahun Juventus selalu haus akan kemenangan, di tiap ajang kami mesti meningkatkan standar,\" tuturnya. Sebagai pemain yang pernah empat musim berkostum Porto, Alex Sandro menilai karakter permainan Porto tidak banyak berubah. Meski Porto sudah gonta-ganti nahkoda setelah dia gabung ke Juventus musim panas 2015 silam. Salah satunya karakter ngeyel, dan bertarung hingga laga usai. \"Mereka (Porto) tidak akan memberimu sedikit pun celah untuk menjalani laga di sana dengan mudah. Mereka ini skuad dengan individu ekselen dan pantang menyerah,\" ungkap pemain yang dijuluki The New Roberto Carlos tersebut dalam wawancaranya ke Juventus TV. Meski di atas kertas berat untuk menyegel poin penuh di leg pertama ini, asisten pelatih Rui Barros masih meyakini peluang lolos ke perempat final masih 50:50. Atau dengan kata lain, masih ada celah bagi Porto untuk membuat kejutan. Seperti saat dapat mengalahkan Bayern Muenchen 3-1 pada leg pertama perempat final Liga Champions, dua musim lalu. \"Kami sudah punya pengalaman pada level ini. Sekarang tinggal bagaimana kami bisa merealisasikannya di lapangan. Sejauh ini, belum ada yang lebih difavoritkan,\" kata Barros yang notebene mantan gelandang Juventus tersebut dalam wawancaranya kepada Corriere della Sera. Ditanya apa yang jadi kelemahan mantan klubnya itu, pria 51 tahun itu menjawab tidak banyak. \"Hanya, kami sudah mempelajari permainan mereka selama dua bulan ini. Yang jelas mereka skuat yang komplet dengan 20 pemain hebat. Menang jelas targetnya, tapi yang harus kami lakukan mengakhirinya tanpa kebobolan,\" tambahnya. (ren)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: