Tolak PUOK Palangkaraya

Tolak PUOK Palangkaraya

CIREBON – Sejak berubah dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon, berbagai persoalan terus terjadi di intern kampus. Belum juga selesai dengan keberadaan status rektor yang hingga saat ini masih dijabat pengganti sementara (Pgs), kali ini persoalan kembali muncul yakni tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Sebagai bentuk aksi penolakan terhadap keberadaan PUOK hasil musyawarah Palangkaraya tanggal 28 Mei 2010 lalu, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam solidaritas mahasiswa penyelamat konstitusi menggelar aksi demo di depan gedung rektorat, Sabtu (28/8). Aksi yang digelar secara damai tersebut diisi dengan orasi mahasiswa yang mengecam PUOK baru. Koordinator lapangan (Korlap) aksi, M Syahrir Ramadan mengatakan, berdasarkan hasil musyawarah PUOK di Palangkaraya, dijelaskan bahwa untuk keorganisasian mahasiswa berdasarkan keputusan rektor II dan pembantu ketua III UIN, IAIN, dan STAIN. “Kami melihat bahwa peraturan tersebut secara legalitas hukum tidak jelas dan tidak kuat untuk digunakan,” kata dia kepada Radar, kemarin (28/8). Anggapan legilitas hukum tidak jelas dan tidak kuat tersebut karena keputusan pembantu rektor III dan pembantu ketua III UIN, IAIN, dan STAIN se-Indonesia tentang PUOK di Palangkaraya belum disahkan oleh Dirjen PTAI dengan surat keputusan (SK). Sedangkan PUOK yang ada sekarang hanya sebatas rekomendasi yang akan diserahkan ke Dirjen yang kemudian baru disahkan melalui pertimbangan lainnya dari Dirjen PTAI. “Dasar organisasi kemahasiswaan yang dipakai dalam peraturan keorganisasian hasil musyawarah Palangkaraya tidak jelas. Alih-alih berdasarkan keputusan Dirjen PTAI No Dj.I/253/2007 tentang PUOK Perguruan Tinggi Agama Islam, namun isinya kontradiktif dan rancu dengan hasil keputusan Dirjen PTAI tersebut,” paparnya. Lebih lanjut, Syahrir menyatakan bahwa PUOK hasil musyawarah di Palangkaraya tidak begitu saja harus diterima oleh mahasiswa, artinya mahasiswa berhak untuk menolak/menerima PUOK tersebut dengan kedaulatan dalam student government. Selain itu, keberadaan PUOK tersebut belum ada musyawarah di tingkat mahasiswa. “Tindakan represif dari pihak rektorat yang telah memaksakan mahasiswa untuk menggunakan PUOK hasil musyawarah di Palangkaraya, adalah bentuk pengambilalihan kedaulatan mahasiswa dalam student government,” tukas dia. (mam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: