Pemkot Cirebon Soroti 4 Isu Strategis yang Butuh Disinergikan dengan Pemprov Jabar, Simak Penjelasannya!

(Atas) Walikota Cirebon Effendi Edo kepada wartawan usai mengikuti rapat tersebut di Gedung Bale Jaya Dewata, Rabu 7 Mei 2025. (Bawah) Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) memberikan pengarahan kepada para kepala daerah se-Jawa Barat.-DEDI HARYADI-RADARCIREBON.COM
CIREBON, RADARCIREBON.COM - Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Tahun 2025 sebagai bagian dari rangkaian penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2026 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 digelar di Bale Jaya Dewata, Kota Cirebon, Rabu 7 Mei 2025.
Rapat tersebut mengangkat tema ‘Menyongsong Jawa Barat Istimewa: Percepatan Transformasi Layanan Dasar’.
Musrenbang kali ini menekankan pentingnya pembangunan yang merata antara wilayah desa (lembur) dan kota, sejalan dengan visi Lembur Diurus, Kota Ditata.
Dalam Musrenbang tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon menyoroti empat isu strategis yang dinilai penting untuk mendapatkan perhatian dan dukungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar.
BACA JUGA:Soal Kritik Bale Jaya Dewata, Dedi Mulyadi: Kenapa Dulu Tak Terurus Tidak Ada yang Mengomentari?
BACA JUGA:Stok Beras di Perum Bulog Cirebon Melimpah Ruah, Bahkan Bisa Melebihi Era Orde Baru
BACA JUGA:Ono Surono Dukung Pemasangan Spanduk Berisi Sindiran kepada Gubernur Jawa Barat
Pertama, terkait pengelolaan wilayah pesisir. Cirebon sebagai kota pesisir menghadapi tantangan kompleks, dari abrasi pantai hingga persoalan pengendalian ruang dan ekosistem laut.
“Forum ini bukan sekadar menyusun prioritas pembangunan. Ini adalah ruang untuk menyatukan langkah, menyelaraskan visi, dan memperkuat sinergi antara daerah,” ungkap Walikota Cirebon Effendi Edo kepada wartawan usai mengikuti rapat tersebut di Bale Jaya Dewata.
Walikota menegaskan pentingnya peran aktif pemerintah provinsi dalam menata kawasan pesisir secara berkelanjutan, tidak hanya untuk mendukung potensi ekonomi dan pariwisata, tetapi juga dalam menjaga keseimbangan ekologis.
"Kemudian perlintasan sebidang kereta api. Dengan 11 titik perlintasan dan lebih dari 170 perjalanan kereta setiap hari, Kota Cirebon menjadi salah satu kota dengan tingkat kepadatan rel yang tinggi.”
BACA JUGA:KAI Daop 3 Cirebon Sertifikasi Seluruh Petugas Operasional
BACA JUGA:Satpolair Polresta Cirebon Gelar KRYD Patroli Laut
“Hal ini memicu kemacetan serta risiko kecelakaan yang tinggi. Ini bukan hanya persoalan lokal. Kami butuh keterlibatan provinsi sebagai penghubung dengan kementerian dan pihak terkait, demi solusi jangka panjang,” tegasnya.
Kemudian lanjut Edo, normalisasi sungai di kawasan permukiman. Seperti yang diketahui, banjir masih menjadi ancaman nyata bagi warga Kota Cirebon, khususnya yang bermukim di dekat aliran sungai.
"Pemerintah Kota telah mengidentifikasi sejumlah titik rawan dan berharap ada sinergi program antara kota, provinsi, dan lembaga lain untuk mempercepat proses normalisasi secara menyeluruh," ucapnya.
Edo menyebutkan, peningkatan infrastruktur jalan. Sebagai bagian dari pelayanan dasar, peningkatan kualitas jalan menjadi perhatian utama Pemkot Cirebon.
“Kami sudah mulai melakukan perbaikan, tapi mobilitas ekonomi yang semakin dinamis menuntut kualitas infrastruktur yang lebih baik.”
BACA JUGA:Bangunan Liar dan PKL di Cirebon Jadi Sorotan Dedi Mulyadi, Walikota Disebut Tidak Punya Keberanian
BACA JUGA:DPC Peradi Cirebon, Menimbang Kepastian Hukum dan Restoratif Justice
“Kami berharap dukungan provinsi, baik teknis maupun penganggaran lintas wilayah. Pemerintah Kota Cirebon menyambut baik semangat kolaborasi yang dibawa dalam forum ini, dan siap terlibat aktif dalam menyukseskan pembangunan Jawa Barat yang lebih inklusif, terarah dan berkelanjutan,” sebutnya.
Sementara itu Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menekankan pentingnya membangun Jabar yang Gemah Ripah Repeh Rapih, yakni subur, makmur, tenteram, dan tertata.
"Keterlibatan semua elemen masyarakat, termasuk pemerintah kota/kabupaten, sangat krusial dalam memperkuat konektivitas antara pusat dan daerah.”
“Proses penyusunan RPJMD 2025–2029 akan mengikuti tahapan Gerbang Pancaniti yang terdiri dari Niti Harti (memahami makna), Niti Surti (menelaah kondisi), Niti Bukti (melihat data), Niti Bakti (melaksanakan), dan Niti Sajati (memaknai secara utuh).”
“Ini menjadi dasar dalam memastikan arah pembangunan tetap berpijak pada kebutuhan nyata masyarakat," ujarnya. (rdh)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: reportase