Ketua BPK Tegaskan Opini WTP Tak Bisa Didagangkan

Ketua BPK Tegaskan Opini WTP Tak Bisa Didagangkan

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dua pejabat Badan Pemeriksa Keuangan dan dua pejabat di Kemendes PDTT pada Jumat (26/5) kemarin. Penangkapan ini berkaitan suap untuk penerbitan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) anggaran 2016 dari BPK kepada Kemendes PDTT. Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara menerangkan bahwa proses pemberian opini WTP di kementerian memang tak mudah. Harus dilakukan pemeriksaan dulu oleh tim yang terdiri dari anggota, ketua hingga penanggungjawab. \"Proses yang dilakukan (pemberian opini) dibangun dari hasil pemeriksaan, temuan pemeriksaan seperti apa. Dari temuan apakah temuan mempengaruhi pada opini atas laporan keuangan suatu kementerian,\" tuturnya di kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5). Dia lantas menuturkan bahwa kriteria agar bisa terbit opini WTP ada empat. Pertama, apakah laporan keuangan kementerian itu sesuai standar akuntansi, kedua kecukupan bukti, ketiga sistem pengendalian internal dan ketaatan perundang-undangan. \"Dari temuan tim melihat apakah itu berpengaruh terhadap secara materil terhadap laporan keuangan atau tidak. Kami biasanya pakai materiality, disusun tim sampai proses pembahasan di penanggungjawab,\" sambung dia. Dari proses itu nanti BPK kata dia biasanya akan membahas bersama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) dan diikuti seluruh anggota dan pimpinan. \"Termasuk semua penanggung jawab dibahas satu per satu dari kementerian kenapa dia diberi disclamer atau WTP, masing-masing tim mempresentasikan, kemudian akan melihat apakah standar akuntasi atau standar audit, nanti akan dibahas dalam sidang badan,\" papar dia. Jadi, kata dia, dalam praktiknya memang tak sembarangan agar bisa terbit WTP apalagi diperjualbelikan. \"Jadi tidak bisa digeneralisir opini bisa didagangkan, tapi proses tadi apa yang ditemukan dari kejadian ini, kita tidak tahu prosesnya seperti apa,\" ucapnya. Terpenting kata dia, BPK kita sudah melakukan quality control dan quality assurance. Sehingga mereka belum tahu di mana letak pelanggaran yang ditemukan oleh KPK. \"Dalam proses yang dilakukan KPK sampai berkekuatan hukum di persidangan baru kita tahu kenapa terjadi. Kalau sekarang kita tidak tahu kita tunggu dari penyedikan,\" terang dia. Ketika ditanya, apakah opini itu bisa berubah, menurut dia semuanya akan dilihat dari hasil tapi teorinya. \"Kalau ada kesalahan proses pemberian auditnya dan tidak memenuhi standar auditnya bisa saja namanya restatement tapi kita tidak tahu apakah karena itu, karena yang kita lakukan menurut saya on track secara keputusan di sidang badan,\" tukas dia. (elf/JPG)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: