Demokrasi Indonesia Terbesar Ketiga Kuantitas, Belum Kualitasnya

Demokrasi Indonesia Terbesar Ketiga Kuantitas, Belum Kualitasnya

JAKARTA-Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof  Jimly Assiddiqie sedang menghitung hari. Kurang dari dua pekan dia akan meninggalkan kursi pimpinan lembaga pengadil etik penyelenggara pemilu itu. Menurut dia, masih banyak pekerjaan rumah untuk menjaga integritas penyelenggara pemilu. Menjelang berakhirnya jabatan yang diemban sejak 12 Juni 2012 itu, Jimly bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Dia berpamitan sekaligus melaporkan kinerja penegakan etik pada penyelenggaraan pemilu lima tahun terakhir ’’Wapres menyambut gembira laporan kami. Kinerja DKPP diapresiasi. Beliau mengatakan, ’wah tidak terasa ya kok sudah lima tahun, cepet sekali’,’’ ujar Jimly. Jimly menuturkan, tidak semua anggota DKPP bisa hadir bertemu dengan JK lantaran ada sidang pemeriksaan terakhir. Yakni, pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi di KPU Kabupaten Jayapura dan KPU Provinsi Papua. Pemeriksaan tersebut menjadi bagian dari 26 kasus yang dilaporkan kepada DKPP. Jimly menjelaskan, perkara tersebut tinggal dibacakan putusan perkara yang diagendakan 8 Juni kelak. Pada 12 Juni, akan dilatik kepengurusan baru. ’’Mudah-mudahan semua perkara selesai. Nanti kalau ada pengaduan-pengaduan baru, termasuk kasus-kasus yang belum dilaporkan, silakan dilaporkan kepada DKPP yang baru,’’ kata guru besar penuh ilmu hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu. Jimly mengungkapkan, dirinya juga sudah meminta waktu untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk berpamitan. Sekaligus untuk menyerahkan laporan terakhir kinerja DKPP. Laporan itu berkaitan dengan upaya selama ini untuk menjaga integritas penyelenggara pemilu sehingga tetap bisa dipercaya dan bermutu. ’’Demokrasi kita sebagai demokrasi terbesar ketiga di dunia. Belum nomor tiga kualitasnya, kuantitasnya saja baru nomor tiga,’’ tegas Jimly. Pria kelahiran Palembang, 17 April 1956, itu memang dikenal sebagai pelopor pendirian lembaga peradilan baru. Di DKPP, dia adalah ketua pertama sejak 2012. Lembaga tersebut merupakan metamorfosis dari Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DK KPU) yang bersifat ad hoc. Di DK KPU, Jimly juga pernah menjadi  ketua pada 2009 dan 2010. Peran DKPP juga diperkuat dengan kewenangan untuk memberhentikan penyelenggara pemilu. Misalnya, yang menimpa tiga komisioner KPU Kota Jayapura, ketua Panwaslih Kota Jayapura, dan ketua KPU Kabupaten Dogiyai pada Januari lalu. Saat yang sama, juga dijatuhkan sanksi kepada empat penyelenggara pemilu asal Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sanksi peringatan keras yang lain juga dijatuhkan kepada delapan penyelenggara pemilu asal Papua. Track record Jimly sebagai ketua pertama juga tercatat saat berada di Mahkamah Konstitusi. Saat lembaga itu terbentuk pada 2003, dia didapuk sebagai ketua hingga 2008. Posisinya dilanjutkan Prof  Mahfud M.D. Jimly juga tercatat pernah mendaftar sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia lolos sampai tahap seleksi administrasi. Ditanya soal penggantinya di DKPP, Jimly menuturkan bahwa sudah ada dua di antara tujuh orang yang ditunjuk. Dua orang itu Hasyim Asy’ari yang mewakili KPU dan Ratna Dewi Pettalolo yang mewakili Bawaslu. Sedangkan lima orang yang lain terdiri atas dua orang wakil dari pemerintah dan tiga wakil dari DPR. ’’Nah tiga itu diproses oleh DPR hari ini (kemarin, Red). Saya belum tahu siapa-siapa saja,’’ ujar dia. ’’Dari presiden itu saya dengar sudah ada namanya, cuma belum diumumkan,’’ imbuhnya. Dia berharap, gerasi kedua DKPP kelak bisa semakin mampu menegakan integritas penyelenggara pemilu. ’’Mudah-mudahan bisa diteruskan sekaligus kita terus-menerus memperbaiki kualitas demokrasi kita,’’ harapnya. (jun/c4/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: