Freeport Bersedia Bangun Smelter

Freeport Bersedia Bangun Smelter

JAKARTA– PT Freeport Indonesia (PT FI) perlahan mulai tunduk pada aturan yang ditetapkan pemerintah Indonesia. Sekjen Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Teguh Pamudji menuturkan, anak usaha Freeport McMoran, raksasa tambang asal AS, itu sepakat membangun fasilitas pemurnian dalam jangka paling lama lima tahun. Kesepakatan tersebut tertuang dalam perundingan yang berlangsung pekan lalu di Sari Pan Pacific, Jakarta. ”Itu sudah sepakat,” ucapnya. Dia menyatakan, pemerintah memberikan batasan jangka waktu paling lambat lima tahun atau terhitung hingga 2022. Hal itu sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 1 Tahun 2017. Di situ, tertuang syarat perusahaan tambang bisa melakukan ekspor konsentrat dengan membangun smelter. Dia menyampaikan, perundingan antara pemerintah dan raksasa Freeport kini terbagi dalam dua tim. Tim pertama membahas kelangsungan operasi. Tim kedua mengulas smelter. Perincian teknis mengenai pembangunan smelter masih dibahas lebih lanjut. Teknis tersebut, antara lain, berkaitan dengan kapan PT FI harus mulai membangun smelter. Lalu, memutuskan apakah dalam pembangunan smelter tersebut, PT FI masih diperbolehkan mengekspor konsentrat dengan besaran bea keluar yang ditentukan. ”Itu masih dibahas. Minggu depan kami mulai lagi,” tambahnya. Sejalan dengan hal tersebut, tim yang membahas tentang kelangsungan operasi telah diberi tiga dokumen pokok oleh PT FI. Sementara itu, dokumen pertama berkaitan dengan IUPK (izin usaha pertambangan khusus). Dokumen kedua bersangkutan dengan jaminan stabilitas investasi. Selain itu, dokumen ketiga berisi tentang regulasi yang diinginkan dalam bentuk peraturan pemerintah. ”Jadi, tiga konsep itu yang kemarin resmi diberikan Freeport dan akan kami pelajari,” katanya. Soal regulasi, lanjut dia, PT FI menginginkan peraturan memuat klausul yang sama dalam kontrak karya (KK). Sementara itu, jaminan investasi hingga saat ini terus dibicarakan dengan seluruh tim yang salah satunya berasal dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu. ”Dengan Kemenkeu dari kepala BKF (Badan Kebijakan Fiskal, red) sendiri yang datang dan mereka mengatakan sudah mempersiapkan regulasi. Bahwasanya, regulasi itu juga jadi fokus untuk dibahas bersama Freeport, apakah sudah menampung,” terangnya. Regulasi berbentuk peraturan pemerintah (PP) yang sedang dibahas itu diharapkan dapat membuat perusahaan tambang pemegang kontrak karya (KK) mau beralih ke IUPK. Dia menegaskan, PP tersebut dibuat bukan hanya untuk Freeport, melainkan juga bagi semua pemegang KK. ”Bentuknya kemungkinan peraturan pemerintah. Ini berlaku umum untuk mengantisipasi KK menjadi IUPK. Kami membuat bukan untuk Freeport, kami membuat untuk semua, melidungi semua,” jelasnya. (dee/c16/sof)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: