Wapres JK Protes Kebijakan FDS, Sebut Keputusan di Tangan Presiden

Wapres JK Protes Kebijakan FDS, Sebut Keputusan di Tangan Presiden

JAKARTA - Pro dan kontra kebijakan sekolah 5x8 jam ini masih terus berdatangan. Suara kontra datang dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia menegaskan kebijakan full day school (FDS) lima hari itu tak bisa begitu saja diputuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy. Sebab, melibatkan nasib tak kurang 50 juta siswa mulai dari SD, SMP, dan SMA. Keputusan tersebut harus melibatkan Presiden Joko Widodo. “Jadi tentu nanti presiden yang mengundang ratas (rapat terbatas) untuk memutuskan saya kira. Ini kalau soal yang begini tidak boleh diputuskan hanya di tingkat menteri,” ujar JK di kantor Wapres, kemarin (13/6). Namun, sejauh ini belum ada ratas yang secara khusus membahas penerapan FDS itu. Meskipun tahun ajaran baru tinggal sebulan lagi. \"Iya betul (tahun ajaran baru sebulan lagi, red) nanti presiden yang bicara,\" tegas Wapres JK. JK mengungkapkan tak semua sekolah bisa menjalankan program FDS. Terutama sekolah-sekolah di desa. Salah satu masalah utamanya adalah belum semua sekolah terutama yang di desa punya kantin yang menyediakan makan siang. “Siapa bikin dapur di sekolah? Ada gak ruang makannya? Itu yang paling sederhana, di samping yang lain-lain,\" tegas dia. Bukan kali ini saja Muhadjir berseberangan dengan JK dalam urusan pendidikan nasional. Sebelumnya mereka terlibat dalam pembahasan ujian nasional (UN). Berdasarkan kajian Kemendikbud dibawah Muhadjir, UN tahun ini semestinya dimoratorium atau dihendikan sementara terlebih dahulu. Tapi, JK yang sejak awal menjadi motor penggerak UN terus meyakinkan pentingnya UN yang diberlakukan secara menyeluruh. Pada akhirnya UN tetap berjalan sesuai pertimbagan JK. Dalam perkara FDS, sejatinya sudah pernah ada polemik dan prokontra pada akhir 2016 lalu saat ide itu muncul dari Muhadjir. Saat itu, JK juga langsung merespons kalau belum saatnya diterapkan secara nasional. Program tersebut bisa dilakukan secara opsional. Bukan keharusan bagi sekolah. Mitra Kemendikbud di Komisi X DPR juga belum satu suara. Sebagian anggota meminta kebijakan dibatalkan. Sementara lainnya mengusulkan agar kebijakan 8 jam belajar di sekolah diberlakukan opsional. Artinya, tidak diwajibkan. Anggota Komisi X Arzetty Bilbina menuturkan, banyak kekhawatiran yang muncul atas diberlakukannya kebijakan ini. Paling utama adalah hilangnya waktu anak untuk bertemu dengan orang tua. “Karena tidak semua orang tua kerja kantoran kan. Ada juga yang full sebagai ibu rumah tangga,\" ujarnya dalam rapat kerja dengan Mendikbud di DPR kemarin. Selain itu, kebijakan ini akan membatasi anak untuk bisa menempuh pendidikan non formal. Seperti kegiatan keagamaan di diniyah. Padahal, biasanya usai pulang sekolah mereka mengaji di diniyah. “Oleh karenanya, mohon dipertimbangkan lagi,” katanya. Berbeda dengan Arzetty, Wakil Ketua Komisi X Ferdiansyah meminta kebijakan ini dijadikan opsional. Tidak berlaku wajib bagi seluruh sekolah di Indonesia. Pasalnya, masih banyak sekolah yang melakukan kegiatan belajar mengajarnya secara bergantian/shift pagi-siang. “Bagi yang sudah siap jalan. Yang belum jangan dipaksakan,\" ujarnya. Senada, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Ma\'ruf Amin menuturkan sebaiknya kebijakan full day school itu ditata terlebih dahulu sebelum diterapkan. Karena potensi untuk mematikan madrasah diniyah (madin) begitu tinggi. “Kalau full day madin akan jadi korban. Jadi mesti ini ditata ulang,\" ujar KH Ma\'ruf di kantor MUI, sore kemarin (13/6). Sebenarnya dia hendak bertemu dengan Mendikbud Muhadjir di kantor tersebut. Tapi, ditunda dan diagendakan pertemuan pada hari ini (14/6). Lebih lanjut, KH Ma\'ruf berharap ada sinergi antara sekolah formal dan madin. Misalnya, Madin diterapkan di sekolah setelah salat dhuhur sekitar pukul 13.00. Bila madin hilang, bakal banyak orang yang protes. Tapi, memang kemungkinan ada kendala karena pelajaran yang semstinya pada Sabtu dipindah ke lima hari tersebut. “Solusinya diterapkan di daerah tertentu dulu tapi tetap koordinasi. Jadi yang sesudah dhuhur itu tadinya oleh madrasah diniyah. Madinnya dimasukan (ke sekolah) sehingga programnya menyatu,\" tegasnya. (jpg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: