Nasib Siswa Titipan Tak Jelas, Gubernur Tegaskan Tak Ada PPDB Jilid II
CIREBON – Nasib siswa yang masuk di luar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online, kian tak jelas. Janji Komisi III DPRD untuk membantu agar mereka mendapatkan bantuan operasional siswa (BOS) rupanya tidak bisa direalisasikan dengan mudah. Pasalnya, pemberian BOS kepada siswa juga harus menggunakan acuan daftar pokok pendidikan (Dapodik). Lantaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hanya mengakui siswa yang masuk lewat jalur online, penganggaran BOS juga bisa terkendala. “Kalau tidak terdata di dapodik, siswa titipan tidak mendapatkan ijazah. Itu ancaman ke depan, untuk BOS juga kita mengacu ke dapodik,” ucap Kepala Dinas Pendidikan, Drs H Jaja Sulaeman MPd, kepada Radar, Rabu (9/8). Dia mengatakan, siswa titipan menjadi persoalan sejak awal. Selain mengganggu stabilitas belajar mengajar, masalah dapodik dan BOS menjadi perhatian. Saat siswa titipan dipaksakan masuk, tetap saja harus mendapatkan pendataan agar masuk ke dapodik di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sedangkan BOS, lebih ketat lagi dalam menentukannya. Adapun terkait BOS, perincian tahun 2018 sudah dirapatkan dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Cirebon. Hanya saja, untuk siswa titipan belum dapat dipastikan mendapatkan bagian atau tidak. BOS dihitung berdasarkan dapodik dan data yang ada di Kemendikbud. Di mana setiap sekolah maksimal 11 rombel dengan jumlah setiap kelas maksimal 32 siswa. Hal itu tercantum jelas dalam Permendikbud 17/2017. Dengan demikian, kelebihan rombel maupun jumlah perkelas, berpotensi tidak terdata di Kemendikbud karena mengacu pada aturan tersebut. Secara keseluruhan, disdik sudah melakukan kesepakatan dengan TAPD terkait perencanaan BOS ke depan. Saat ini, besaran BOS kota jauh dari kata ideal. Karena itu, berdasarkan hasil rapat dana BOS kota akan dinaikan 50 persen untuk setiap unit dari jumlah yang diterima perunit cost. Sebagai gambaran, BOS SD yang semula Rp200 ribu/siswa/tahun, akan dinaikan menjadi Rp300 ribu. Begitupula BOS SMPN dari semula Rp450 ribu/siswa/tahun, naik menjadi Rp600 ribu. Namun, hal ini masih diolah menyesuaikan dengan perkembangan data yang ada. Kenaikan BOS kota juga diberikan untuk sekolah swasta. BOS kota SD swasta semula Rp100 ribu/siswa/tahun naik menjadi Rp150 ribu. Sedangkan SMP swasta awalnya Rp300 ribu/siswa/tahun akan mengalami kenaikan menjadi Rp350 ribu. Dengan kenaikan ini, diharapkan peningkatan kualitas pendidikan dapat lebih bertambah. Termasuk pula mengurangi beban sekolah untuk kegiatan operasional. Jaja menjelaskan, idealnya BOS SD menyentuh angka Rp1,8 juta/siswa/tahun. Saat ini baru Rp1 juta dengan perincian BOS pusat Rp800 ribu, BOS kota Rp200 ribu. Begitupula SMPN idealnya minimal Rp2,4 juta/siswa/tahun. Sekarang baru mencapai Rp1.450.000. Dengan rincian dari pusat Rp1 juta dan BOS kota Rp450 ribu. “Semoga bertahap BOS akan menyentuh angka ideal,” ucapnya. Sementara itu, Kepala Balai Wilayah V Jawa Barat Dra Hj Dewi Nurhulaela MPd mengatakan, Gubernur Ahmad Heryawan sudah memutuskan PPDB di Jawa Barat tidak akan ada jilid dua dan seterusnya. “Ini kebijakan Gubernur. PPDB hanya satu kali. Sekarang siswa sudah masuk dan belajar. Biarkan mereka mengenyam pendidikan dengan tenang,” ucapnya. Karena itu, Dewi berharap semua pihak dapat memahami ini dengan baik. Tidak terus-terusan memaksakan kehendak lewat jalur apapun. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: