LPSE Diretas, Perusahaan Merasa Dirugikan

LPSE Diretas, Perusahaan Merasa Dirugikan

CIREBON - Dua aduan terkait lelang pengadaan secara elektronik (LPSE) datang beriringan. Setelah PT Murni mengadukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) ke Polda Jawa Barat, giliran PT Moroutama Jembar Perdana (MJP). Mereka memprotes pelaksanaan lelang proyek peningkatan Jalan Cipto Mangunkusumo. PT MJP gagal menang dalam lelang proyek senilai Rp 11.561.000.000, lantaran ada dokumen lelang yang hilang setelah diunggah ke LPSE. Juru Bicara PT MJP, Ayatullah Roni menduga, ada pihak tertentu yang meretas akses LPSE. \"Kita menduga ada yang nge-hack atau meretas,\" ujar Roni, saat konferensi pers, Rabu (6/9). Roni menjelaskan, lelang proyek diikuti 91 peserta namun hanya 11 perusahaan yang memasukkan penawaran. Dari jumlah itu, kata Roni, hanya PT MJP yang berdomisili di Cirebon. Pihaknya mengajukan penawaran Rp9.522.247.000. Sedangkan yang dimenangkan itu PT Tidar Sejahtera dengan harga penawaran Rp10.799.425.000. Harga tersebut, lebih tinggi dari penawaran. \"Kita perkirakan bisa untung 12 persen. Apalagi nilainya lebih besar,\" ujarnya. Terkait dokumen lelang yang diunggah ke LPSE hilang, Roni menjelaskan bahwa kejadian bermula saat PT MJP sudah memasukkan dokumen penawaran dengan file utuh dan lengkap. Namun, saat file di-download oleh Pokja di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Cirebon, ternyata hilang dua halaman. Yakni dokumen penawaran teknis. Setelah itu, pihaknya mengajukan permintaan klarifikasi ke ULP pada hari Senin (4/9). \"Bukti upload dokumen dari kita sudah utuh terunggah. Tapi di LPSE ada yang hilang ketika di-download oleh ULP,\" jelasnya. Mengetahui kondisi itu, PT MJP melayangkan hak sanggah ke ULP. PT MJP juga menyampaikan surat permohonan untuk dilakukan investigasi dan uji forensik untuk mengetahui apakah ada oknum di internal LPSE yang memainkan atau ada pihak luar yang meretas. \"Ini tugas LPSE untuk menginvestigasi,\" tuturnya. Wakil Direktur PT MJP, Yanto merasa dirugikan dengan adanya kejadian tersebut. Ketika awal mengikuti proses lelang proyek, pihaknya optimis bisa menang, karena semua persyaratan dan spesifikasi sudah sesuai. \"Padahal sudah lengkap semua dokumen penawarannya. Harusnya bisa menang, tapi gugur,\" katanya. Sebelumnya, Kuasa hukum PT Murni, Eka A Surya Atmaja menduga ada rekayasa dan permainan dari ULP Kota Cirebon. Proses bermula pada 24 Agustus pukul 12.20 WIB PT Murni berhasil meng-upload dokumen penawaran ke LPSE Kota Cirebon. Sedangkan, jadwal penutupan pelelangan pada 24 Agustus pukul 14.00 WIB dan pembukaan tanggal 24 Agustus pukul 14.01 WIB. Pada 25 Agustus, muncul daftar perusahaan yang melakukan penawaran pada paket lelang tersebut dengan 9 perusahaan yang menawar. Akan tetapi, ada 2 perusahaan yang harga penawarannya 0 atau tidak menawarkan dengan keterangan tidak menyampaikan surat penawaran yakni PT Polabaja Pantongraha dan PT Murni. Menindaklanjuti temuan itu, PT Murni yang telah meng-upload dan merasa data yang dikirimkan semua sudah lengkap termasuk surat penawaran, melakukan langkah dengan membuat surat pengaduan yang ditujukan pada Pokja Jasa Konstruksi ULP Kota Cirebon. Kemudian, lanjut Eka, surat pengaduan itu dikirimkan langsung dengan mendatangi Pokja serta meminta klarifikasi. Setelah itu, pokja memberikan sebuah jawaban berupa print screen data PT Murni. \"Setelah kami cocokan data tersebut, ada beberapa kejanggalan,\" ucapnya. Kejanggalan tersebut, kata Eka, di antaranya file surat penawaran sudah berubah ukuran dari yang dikirimkan berukuran 66kb menjadi 19 kb. \"File tersebut dibuka isinya blank atau kosong,\" katanya. Kemudian, lanjut Eka, dari Pokja pihaknya disarankan agar ke kantor LPSE Kota Cirebon. Namun, pihak LPSE tidak memiliki kewenangan dan disarankan untuk melakukan pengaduan ke Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Pengaduan direspons paling cepat 3 hari sampai paling lama 7 hari oleh LKPP. \"Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, kami melaporkan ini kepada Polda Jabar di unit krimsus cyber crime,\" jelasnya. Sementara itu, Kepala ULP Kota Cirebon Syaroni mengatakan, tidak munculnya data penawaran PT Murni, karena salah memasukan harga penawaran ada di bagian kualifikasi. \"Ketahuannya setelah dilakukan penelusuran dokumen yang dilakukan bersama-sama oleh staf PT Murni,\" katanya. Dia menjelaskan, penelusuran dokumen dilakukan setelah ada jawaban pasti dari LPSE, kalau tidak ada kesalahan sistem atau upaya hacker. Menurutnya, pada 25 Agustus PT Murni mengajukan komplain ke ULP. Pada 26 Agustus kemudian mengajukan surat ke LPSE. Setelah itu, pada 27 Agustus, ada jawaban LPSE tidak ada kesalahan sistem dan pada 28 Agustus, bersama-sama dengan staf PT Murni. \"Kami menelusuri kembali semua dokumen yang di-upload. Ternyata mereka salah memasukan harga penawaran ada di bagian kualifikasi,\" ucapnya. Begitu ketahuan salah \'kamar\', staf PT Murni menyadari kalau kesalahan ada di pihak mereka. Soal menempuh jalur hukum itu, kata Syaroni, itu hak PT Murni. \"Cuma aneh saja, kan mereka yang salah kamar meng-upload data,\" terangnya. Roni menjelaskan, proses hukum tidak menghalangi proses lelang yang saat ini memasuki masa sanggah. Baginya, ketidakpuasan pihak yang kalah tender pasti akan selalu ada. \"Yang pasti, sudah berupaya berjalan di jalurnya. Soal ada yang tidak puas, kemudian menempuh upaya hukum, itu hak mereka,” tandasnya. Sementara itu, mengenai kemungkinan LPSE yang diretas, Dinas Perhubungan (Dishub) belum dapat dikonfirmasi. Semula ada dugaan LPSE ditangani oleh Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik (DKIS). Tapi, setelah ditelusuri di DKIS, rupanya LPSE masih di bawah dishub. Sekretaris Dinas Perhubungan, Ujianto ATD yang dihubungi Radar Cirebon masih belum merespons hingga berita ditulis. (mik)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: