Malam Berhenti, Siang Menyembur Lagi

Malam Berhenti, Siang Menyembur Lagi

GRESIK- Kapan berhentinya semburan lumpur yang bercampur minyak dan gas di Bendungan Metatu, Benjeng, Gresik, Jatim, belum jelas. Minggu sore (17/11) sekitar pukul 17.00, semburan berhenti. Namun, malam harinya, lumpur kembali menyembur meski tidak sampai permukaan tanah. Saat semburan berhenti, beberapa orang mengintip ke pusat semburan. Diameter lubang semburan mencapai tiga meter dengan kedalaman tidak terukur. Bentuknya seperti piramida terbalik, semakin ke dalam semakin kecil. Sekitar pukul 20.15, di saat ratusan warga menyelenggarakan istighotsah, semburan muncul lagi. Tetapi, lumpur hanya berputar sekitar satu meter di bawah permukaan. Kemarin sekitar pukul 13.00, lumpur kembali naik sekitar 30 sentimeter di bawah permukaan tanah. Kemudian pukul 15.30, lumpur meluber ke permukaan tanah lagi. Penemu hukum Bernoulli Djaja Laksana kemarin sekitar pukul 12.00 juga melakukan observasi di pusat semburan. Saat itu, lumpur masih berada 30 sentimeter di bawah permukaan tanah. \"Setelah salat Asar, semburan semakin besar,\" ujar Hadi, salah seorang warga. Masyarakat pun kembali berbondong-bondong untuk melihat fonomena alam yang langka tersebut dari radius seratus meter. Bau gas yang bisa membuat pusing kepala itu masih cukup menyengat. Setiap orang yang masuk kawasan steril nyala api tersebut harus mengenakan masker. \"Kalau kondisi semburan begini terus, memang aman. Tapi, yang perlu segera mendapatkan perhatian adalah bau gasnya,\" ujar Djaja Laksana. Semula alumnus teknik mesin ITS Surabaya itu datang ke pusat semburan dengan harapan bisa membantu warga atau pemerintah untuk menghentikan semburan. Namun, pria 60 tahun itu menemukan fakta di lapangan yang berbeda antara lumpur Lapindo di Sidoarjo dengan Metatu. \"Di sini (lumpur Metatu, red) yang keluar gas. Sehingga teori temuan saya menyetop lumpur dan memasukkan kembali lumpur ke bumi tidak bisa diterapkan,\" kata pria kelahiran Singaraja, Bali, tersebut. Djaja menyarankan, pemerintah segera membangun cerobong minimal setinggi sepuluh meter untuk mengurangi dampak polusi bau. \"Cerobongnya tidak perlu mewah. Cukup berbahan PVC saja biar bau keluar lewat cerobong dan bisa mengurangi paparan gas. Saya khawatir, bau gas ini bisa menimbulkan petaka kalau sampai ada orang ceroboh,\" ucapnya. Berdasar uji kadar gas metana yang dilakukan Badan Geologi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM maupun petugas JOB PPEJ, kadar gas metan mencapai 37 persen LEL (low explosive limit). Standar netralnya 22 persen LEL. Kondisi LEL yang melebihi ambang batas tersebut mengakibatkan  kawasan itu mudah terbakar. \"Kalau dipasang cerobong setinggi 10 meter, gas yang keluar terkena angin tidak bakal menimbulkan bau bagi masyarakat,\" katanya. Mashari, bagian teknik produksi Joint Operating Body Pertamina-Petrichina East Java (JOB PPEJ), menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa memprediksi kapan semburan lumpur minyak itu bakal berhenti total. Pihaknya lebih memikirkan cara mengurangi dampak polusi lingkungan karena semburan lumpur tersebut. \"Intinya,  saat ini ada pencemaran lingkungan,\" tegasnya. (yad/c1/nw)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: