Waspada, Sekolah Negeri Rentan Disusupi Ajaran Radikal
CIREBON – Gerakan radikalisme yang mengubah ideologi Pancasila harus di waspadai. Sebab, gerakan ini telah masuk ke pundi-pundi sekolah dan perguruan tinggi. Bahkan, tidak sedikit guru di sekolah-sekolah negeri yang mengandalkan pemahaman keislaman dari sumber-sumber yang mengarah ke gerakan Islam radikal. Demikian disampaikan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lapkesdam) PCNU Kabupaten Cirebon, Rosyidin kepada Radar Cirebon di sela-sela seminar Membedah Peta Gerakan Radikal Atas Nama Agama di Indonesia di Gedung PCNU Sumber, kemarin (1/11). Menurutnya, sasaran yang rentan disusupi ajaran radikal itu, lebih banyak di sekolah menengah atas (SMA) negeri dibandingkan swasta. Berdasarkan riset yang pernah diketahui PCNU menyebutkan, 20 persen dari 30 guru yang diwawancarai membaca seputar Islam dari sumber tidak resmi dan tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bahayanya lagi, saat ditanya seputar kenapa Pancasila ingin digantikan negara khilafah, jawaban para guru tersebut mencengangkan. Yakni, karena tidak mendapatkan manfaat dari Pancasila sebagai ideologi negara. “Ini bisa bahaya bagi generasi kita, karena ajaran yang disampaikan guru itu berdasarkan jurnal-jurnal yang disebarkan sebuah organisasi keislaman (radikal, red). Seperti JAT melalui internet maupun literasi lainnya. Hasilnya, mereka masuk ke arah pemahaman negara khilafah yang cocok untuk menggantikan ideologi Pancasila,” terangnya. Apalagi, sejumlah temuan juga didapatkan bahwa sekolah negeri justru lebih rentan terkena gerakan radikal melalui siswanya dibandingkan sekolah swasta. Itu bisa dilihat dari kegiatan ekstrakurikuler rohis di SMA yang pengurusan dan pengelolaannya dipercayakan kepada siswa. “Dari situ, kemudian ada alumni yang turut mengurus yang notabenenya membawa pemikiran berbeda ditularkan kepada siswa yang ikut ekskul tersebut,” katanya. Lebih lanjut Rosidin mengungkapkan, berdasarkan hasil survei yang dilansir Yayasan Mata Air, bahwa, 3,7 persen dari 2.700 pelajar dan mahasiswa Indonesia setuju negara khilafah menggantikan Pancasila sebagai ideologi negara. “Angka ini memang tidak signifikan. Namun kalau dibiarkan justru angkanya kemungkinan besar akan bertambah. Karena, pelajar dan mahasiswa sumber informasi yang menjadi rujukan cenderung lebih banyak didapat dari luar sekolah. Mislanya internet, buletin organisasi Islam, teman organisasi kalau di sekolah rohis dan di perguruan tinggi tarbiyah-tarbiyah istilahnya,” kata Rosyidin. Dia menambahkan, dalam jangka waktu 5-10 tahun ke depan, pelajar dan mahasiswa ini bisa jadi penggerak untuk gerakan radikal jika tidak diantisipasi secepatnya, termasuk Cirebon. Sementara itu, Kasat Intel Polres Kabupaten Cirebon Ajun Komisaris Didi Septiyadi mengatakan, ada beberapa penyebab rekrutmen yang dilakukan suatu kelompok kepada masyarakat. Di antaranya, golongan pemuda yang memiliki golongan fanatisme kuat tapi ilmu agama masih rendah. “Juga ada orang dengan karakter keras, masyarakat yang berpendidikan rendah, serta pemuda yang labil dan mencari jati diri,” singkatnya. (sam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: