Bentrok di Luar Istana, 5 Tewas

Bentrok di Luar Istana, 5 Tewas

Al-Azhar Desak Mursi Dialog dan Cabut Dekrit KAIRO - Ketegangan kembali menyelimuti Mesir. Aksi unjuk rasa menentang dekrit Presiden Muahammad Mursi yang terjadi di jalan menuju Istana al-Ittihadiya atau Istana Heliopolis (istana kepresidenan) di pinggiran Kota Kairo Rabu malam (5/12) berubah menjadi anarki. Sedikitnya, lima orang tewas setelah terjadi bentrok antara massa yang pro dan anti-Mursi dalam unjuk rasa di luar istana. Insiden itu terjadi setelah Ikhwanul Muslimin menyeru agar  para pendukung Presiden Mursi menggelar demo tandingan. Kendati bentrok telah mereda, suasana tegang pun masih terasa kemarin (6/12). Enam tank dan dua kendaraan lapis baja berjaga di  halaman istana kepresidenan. Namun, tak seperti Rabu lalu, kondisi di sekitar istana yang terletak di timur laut Kairo itu terlihat lebih tenang. Hanya, ribuan massa pro-pemerintah masih berkerumun di sekitar istana yang dijaga ketat pasukan elite Garda Republik. Kehadiran ribuan pendukung Mursi itu membuat ratusan aktivis anti-pemerintah yang sejak Selasa malam lalu (4/12) berkemah di halaman istana menyingkir. ’’Saya tidak mau Mursi menyerah,’’ kata Khaled Omar, seorang pendukung Ikhwanul Muslimin. Menurut dia, dirinya tidak membela Mursi, melainkan membela tegaknya norma-norma Islam dalam pemerintahan. Aktivis Ikhwanul Muslimin justru menuding kelompok oposisi yang menuntut agar Mursi mencabut dekrit dan membatalkan referendum konstitusi sebagai antek mantan Presiden Hosni Mubarak. ’’Mereka ingin mengambil-alih kekuasaan melalui kudeta. Mereka berkonspirasi untuk melengserkan Presiden Mursi. Kami tak ingin itu terjadi,’’ tegas Ezzedin Khoudir, aktivis Ikhwanul Muslimin. Khoudir mendesak agar aparat menangkap para aktivis oposisi. ’’Mereka harus ditangkap,’’ serunya. Tapi, Garda Republik yang ditugasi sebagai penjaga istana menyatakan belum akan bertindak. Komandan Garda Republik Mayjen Mohammed Zaki menegaskan bahwa pasukannya hanya bertugas untuk mengamankan kondisi di sekitar istana. Zaki pun berjanji untuk tidak berpihak. Meski Garda Republik adalah pasukan elite pemerintah, dia berjanji akan netral. ’’Mereka (Garda Republik) tak akan menjadi alat untuk melumat para pengunjuk rasa atau menjadi kekuatan yang menghancurkan rakyat,’’ terangnya dalam wawancara dengan Kantor Berita MENA. Rabu malam, pendukung dan anti-Mursi yang sama-sama berunjuk rasa di halaman istana terlibat bentrok. Dua kubu saling lempar batu dan petasan. Selain menewaskan lima orang, bentrok yang menjadi kerusuhan terburuk di masa pemerintahan Mursi itu juga membuat sedikitnya 600 orang terluka. Seperti insiden sebelumnya, Mursi tetap menjalankan aktivitasnya di istana kemarin. Dia tidak mempedulikan gelombang unjuk rasa anti-pemerintah. Demo tidak  hanya terjadi di Kairo, tetapi juga di beberapa kota lain. Selain itu, para politisi juga melancarkan protes. Rabu lalu, empat penasihat presiden mengundurkan diri. Sebelumnya, dua penasihat lain Mursi lebih dulu mundur. Hingga kemarin, Mursi dan pemerintahannya bersikukuh melanjutkan dekrit presiden. Bahkan, mereka juga akan tetap menggelar referendum konstitusi pada 15 Desember mendatang. Pemerintah yakin referendum akan melahirkan konstitusi baru. Politisi Ikhwanul Muslimin yang menyusun konstitusi mengklaim undang-undang dasar baru itu lebih demokratis. Situasi di Mesir itu menuai keprihatinan. Lembaga Al-Azhar kemarin mendesak Mursi segera mencabut dekrit yang memberikan kekuasaan lebih besar kepada presiden (sweeping power). Lembaga yang menaungi Universitas Al-Azhar, perguruan tinggi tertua di Mesir, itu menuntut agar dilakukan dialog tanpa syarat antara presiden dengan kubu anti-pemerintah. Desakan tersebut dilontarkan setelah terjadi bentrok berdarah Rabu malam lalu. Tokoh oposisi Mesir Muhammad ElBaradei pun angkat bicara. Peraih Nobel Perdamaian 2005 itu menyebut gaya kepemimpinan Mursi tak beda dengan Mubarak. ’’Bahkan, mungkin dia malah lebih buruk (dari Mubarak),’’ kritiknya dalam jumpa pers kemarin. Dia lantas mendesak pemimpin 61 tahun itu mencabut dekrit, menunda referendum, dan menghentikan kekerasan. (AP/AFP/RTR/hep/dwi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: