Satpol PP Dalami Laporan Dugaan Jual Beli Trotoar di Sukalila

Satpol PP Dalami Laporan Dugaan Jual Beli Trotoar di Sukalila

CIREBON – Indikasi jual beli lahan trotoar menjadi perhatian Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Rencananya, informasi ini akan menjadi bahan investigasi oleh aparat penegak peraturan daerah (perda) itu. “Kalau laporan kita belum terima, tapi informasi itu kita juga dapat dari masyarakat,” ujar Kepala Satpol PP, Drs Andi Armawan, kepada Radar, Rabu (20/12). Tak hanya di Jl Sukalila, indikasi jual beli lahan trotoar untuk berdagang juga ditemukan di lokasi lain. Tapi informasi semacam ini sulit ditindaklanjuti karena bukan berupa laporan. Padahal, bila kedapatan melakukan jual beli, sanksinya ialah pidana. “Itu kan aset negara, kok diperjualbelikan. Bisa dipidana,” tuturnya. Jangankan untuk diperjualbelikan, Andi mengingatkan, menggunakan akses pejalan kaki untuk berjualan sebenarnya sudah menyalahi aturan. Asumsi trotoar mati karena jalan satu arah juga tidak bisa dibenarkan. Sebab, trotoar dibangun untuk pejalan kaki, bukan untuk berdagang dan parkir kendaraan. “Tanah yang dibangun milik pemerintah tersebut seharusnya menjadi fasilitas umum yang dapat digunakan banyak masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi semata,” tandasnya. Meski pidana menanti, Satpol PP tidak ingin gegabah dalam mengambil tindakan. Sebisa mungkin upaya yang ditempuh prosedural. Investigasi berupa penelusuran sampai ditemukan oknum yang disangkakan meliakukan jual beli. Kemudian memanggil saksi-saksi untuk memperkuat sangkaan. Termasuk bila ada bukti jual beli trotoar tersebut. \"Kita tindak sekalian,” tegasnya. Bukan hanya penjual, pembelinya juga kena risiko hukum. Bagaimana trotoar jalan bukan milik perorangan melainkan milik pemerintah. Beragam temuan mengenai penyalahgunaan trotoar ini menjadi bahan bagi Satpol PP menegakkan aturan. Andi juga mengimbau masyarakat yang mendapat informasi serupa untuk segera melapor. \"Kami berterima kasih atas informasi ini. Kami juga menanti peran serta masyarakat untuk ikut menyampaikan informasi,” katanya. Penelusuran yang dilakukan Radar, nilainya jual lapak ini lumayan mahal untuk kelas emperan. Rp10 juta untuk bisa dimiliki, tanpa harus bayar sewa. \"Di sini belum lama. Ini yang beli kakak saya ke pemilik yang dulu,” ujar salah seorang pedagang yang enggan diungkapkan identitasnya, Selasa (19/12). Perempuan berusia 20 tahunan itu mengaku hanya menjaga usaha milik kakaknya. Makanya ketika mendengar kabar penertiban, perempuan asli Kabupaten Brebes ini keberatan. Usaha yang dijalankannya belum mampu menutupi pengeluaran untuk membeli lapak. “Kakak saya berani beli karena lokasinya strategis,” tuturnya. Disinggung lapaknya yang menutupi trotoar, ia menyadari melakukan pelanggaran aturan. Tapi, ada saja dalihnya. Disebutnya akses pejalan kaki itu sebagai trotoar mati. Banyak pedagang juga menggunakan istilah serupa. “Sudah bertahun-tahun jarang yang jalan kaki di sini. Ini jalannya juga satu arah, makanya trotoarnya mati,” selorohnya. Meski begitu, tak semua pedagang di kawasan itu melakukan jual beli lapak. Terutama pedagang lama. Fuad (40) Sudah sejak tahun 1999 berjualan di Jl Sukalila. Ditanya soal tanah ini milik siapa, ia hanya menjawab sembari guyon; \"Punya bapak walikota,\" katanya. Dirinya tidak menampik trotoar jalan yang ia tempati seharusnya dipergunakan untuk pejalan kaki. Tapi, ketiadaan tempat untuk membuka usaha membuat pedagang seperti dirinya terpaksa memanfaatkan lahan yang ada. Disinggung soal lapak dagang yang diperjualkan, Fuad meragukan informasi itu. Diakui beberapa ia mendengar ada lapak yang dijual. Tetapi hanya beberapa oknum saja yang melakukan itu. \"Ini kan punya pemerintah, sudah bagus masih diperbolehkan jualan di sini,\" ujarnya. Fuad mengaku termasuk generasi awal penjual pigura di Jl Sukalila. Bahkan saat jalan satu arah itu belum seramai sekarang. Ketika itu, ada yang membeli pun sudah bersyukur. Kondisinya lain dengan sekarang. Sehari, dia bisa mengantongi omzet Rp1 juta. (myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: