Kesalahan Undang-Undang Makin Banyak
JAKARTA - Disadari atau tidak, kelemahan dalam Undang-Undang Indonesia makin banyak yang ketahuan celahnya. Itu dibuktikan dengan hasil kinerja Mahkamah Konstitusi (MK) selama 12 bulan terakhir. Lembaga pimpinan Mahfud MD itu menangani 169 perkara Pengujian UU (PUU), sebanyak 30 di antaranya dikabulkan. Mahfud menjelaskan, kalau 30 perkara kabul itu berasal dari 97 berkas yang sudah diputus. Jadi, MK masih punya PR untuk memutus 72 perkara lainnya di tahun baru ini. \"Sebanyak 18 perkara di minggu terakhir 2012 akan kami ucapkan putusannya besok pagi (hari ini, red),\" ujarnya di Gedung MK. Lebih lanjut dia menjelaskan, kalau indikator makin banyaknya kelemahan pada UU terlihat jelas ketika dibandingkan dengan pengujian 2011. Melihat statistik, PUU yang dikabulkan 2012 meningkat hingga 8,7 persen dari sebelumnya sebanyak 22,3 persen. Mahfud melihat banyaknya celah di UU dikarenakan berbagai hal. Mulai dari kurangnya profesionalisme pembuat UU dan dugaan adanya kepentingan politik. Apalagi, bukti persidangan dan dari kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan banyaknya tersangka korupsi dari lembaga wakil rakyat. \"Tidak profesional itu terlihat saat MK menguji Pasal 116 ayat 4 UU Pemerintahan Daerah. Pasal itu tidak bisa diterapkan karena keliru merujuk pasal perbuatan yang bisa dipidana,\" imbuh Mahfud. Contoh yang dimaksud Mahfud adalah, tindakan maupun keputusan yang merugikan atau menguntungkan pasangan calon tertentu oleh pejabat negara strutural atau fungsional. Menjadi masalah ketika Pasal 83 yang dirujuk malah mengatur mengenai dana kampanye pasangan calon pemilukada, bukan masalah keberpihakan pejabat negara. Untuk dugaan kuat tukar-menukar kepentingan dalam membuat UU terlihat pada putusan MK No 52/PUU-X/2012 tentang pengujian UU Pemilu Legislatif. Dalam judicial review terkait verifikasi peserta pemilu dan ambang batas untuk mengikuti pemilu tersebut perbedaan perlakuan antar parpol. \"Terlihat jelas perbedaan antara parpol yang memiliki kursi di parlemen dengan parpol yang tak memiliki kursi. Begitu juga antara parpol besar, kecil, baru dan lama,\" jelasnya. Perbedaan itu jelas bertentangan dengan UUD 1945 meski Mahfud mengakui kalau UU merupakan kristalisasi dari berbagai kepentingan. (dim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: