Tetaplah Rendah Hati, Tite!

Tetaplah Rendah Hati, Tite!

BEBERAPA saat sebelum kick-off melawan Serbia, pelatih Brasil Adenor Leonardo Bacchi atau yang suka dipanggil Tite, bergegas tegap ke area basecamp lawannya di pinggir lapangan. Telapak tangannya yang lebar dia ulurkan ke hadapan manajer Serbia, Mladen Krstajic. Gestur Krstajic memperlihatkan keterkejutan luar biasa. Mungkin dia tak menyangka sama sekali, pelatih tim sekelas Brasil dengan mimik sangat bersahabat, mau menghampirinya untuk memberikan respek sebagai simbol sportivitas. Keduanya dalam empat atau lima detik, terlihat begitu akrab. Sungguh satu adegan kelas dunia, di mana, Tite memberikan teladan kepada siapa saja, bahwa sepak bola tidak pernah mengajarkan kesombongan, dan kerendahatian adalah emblem dari kompetisi yang sesungguhnya. Sebagai catatan, dalam pertandingan itu, baik Brasil ataupun Serbia, masih sama-sama memiliki kans untuk lolos ke 16 besar. Bahkan, Brasil bisa saja tersingkir apabila kalah dari Serbia dan Swiss menang atas Kosta Rika. Fakta sudah tertera. Brasil juara Grup E setelah mengunci Serbia 2-0, dan Swiss lolos sebagai pendampingnya dengan tambahan poin tunggal dari hasil seri 2-2- dari Kosta Rika. Perlu ditekankan sikap respek Tite pada Krstajic. Kini Piala Dunia Rusia 2018 sudah bisa dikatakan sebagai kuburan untuk kontestan tangguh. Jerman, Argentina dan Portugal sudah angkat koper. Artinya, Piala Dunia ini sudah ditinggalkan pemain-pemain terbaik seperti Manuel Neuer, Boateng, Thomas Mueller, Marcos Rojo, Angel Di Maria, Lionel Messi, Ricardo Quaresma dan Christiano Ronaldo. Mereka seolah berparade sambil melambaikan tangan menuju pesawat untuk tinggal landas. Diingat pula bahwa Italia (dan Belanda) gagal berangkat ke Rusia. Jadi, World Cup ke-21 tinggal menyisakan sedikit saja nama-nama negara populer di sepakbola. Spanyol, Prancis, Inggris, Uruguay dan Brasil sendiri. Kroasia dan Belgia dimunculkan sebagai calon juara baru. Hubungannya semua itu dengan uluran tangan Tite pada Krstajic, adalah sebuah pemaknaan bahwa sepak bola tidak pernah juga membatasi interaksi atas nama ranking atau level. Jika sudut pandangnya adalah nama besar atau prestasi, jelas seharusnya Krstajic-lah yang datang merendahkan diri ke Tite. Namun sayang sekali, jabat tangan dan gestur positif Tite dan Krstajic tidak dimengerti para pendukung kedua tim. Mereka malah terlibat pertikaian fisik di dalam stadion. Dan, nanti malam di Samara, Brasil dalam kesepiannya setelah ditinggal Jerman dan Argentina, akan menghadapi tim hingar-bingar Meksiko. Pelanggan Piala Dunia yang satu ini memang punya karakter khas sebagai tim yang menghadirkan kegembiraan. Meksiko selalu memberikan atmosfer positif di setiap Piala Dunia yang mereka ikuti. Mungkin julukan terbaru sebagai pembunuh Jerman di pertandingan awal, sama sekali tak berpengaruh pada Brasil yang sudah 5 kali menjadi juara dunia. Sebagai satu-satunya tim yang tak pernah absen di 21 pergelaran Piala Dunia, Brasil bisa dikatakan berada di level yang jauh lebih tinggi daripada Meksiko. Namun, melihat sikap gentel Tite selama ini, pun dengan menilai kedewasaan Thiago Silva, keceriaan Gabriel Jesus dan kelincahan Neymar Junior, Brazil lebih pantas diunggulkan daripada Meksiko. Memang kekalahan telak 0-3 dari Swedia, tidak bisa dijadikan olok ukur untuk menyimpulkan bahwa kemenangan Meksiko 1-0 atas Jerman dan 2-1 dari Korea Selatan, cuma sekadar kebetulan. Ke 23 pemain yang dibawa oleh pelatih Juan Carlos Osorio, lebih dari 50 persennya sudah banyak menimba pengalaman di liga-liga besar Eropa dan Amerika. Mengalahkan Jerman saja sudah membuat gempa bumi di Meksiko City, apalagi dengan ditambah memulangkan Brasil, tentu saja bukan tak mungkin bukit-bukit di Guadalajara akan longsor dihentak 125 juta penduduk Meksiko. Meksiko sendiri berangkat ke Rusia dengan rekor yang mumpuni, juara zona Concacaf di atas Kosta Rika, Panama, Honduras, Amerika dan Trinidad&Tobago. Gaya hingar-bingar Meksiko malam nanti akan mendapat saingan sepadan dari para pendukung Brasil yang juga dikenal atraktif. Panitia juga menyatakan telah menyiapkan pengawalan khusus bagi para pendukung setelah usai pertandingan. Wajar jika tensi dan iklim kompetisi sedikit menghangat karena babak gugur tak pernah menolelir sedikit apa pun kesalahan, termasuk dari tim favorit Brasil. Di pertandingan selanjutnya, kuda paling hitam Belgia akan diuji semangat Bushido Jepang yang sempat tercemar di pertandingan terakhir sebelum ke 16 besar. Jepang yang lolos ke perdelapan final sebagai tim pertama yang memanfaatkan aturan fairplay (jumlah kartu kuning dan merah) dari FIFA, sebetulnya punya rekor yang sama persis dengan Senegal. Jadi saat mereka bermain safety di 15 menit terakhir kendati tertinggal 0-1 kala menghadapi Polandia, tim Samurai Biru ini dicemooh bahkan oleh pendukungnya sendiri. Di perdelapan final ini, Jepang punya satu kesempatan untuk melangkah ke perempat final, setidaknya untuk mengikuti jejak gemilang Korea Selatan yang pernah mencapai semifinal di Piala Dunia 2002 Korea Selatan-Jepang. Namun aduhnya, bahwa Jepang dinihari nanti berhadapan dengan Belgia. Tim sarat bintang yang jelas lebih diunggulkan. Inilah masa-masa krusial yang akan kembali membuktikan, bahwa Piala Dunia Selalu memberi ruang kejutan untuk siapa saja. (*) * Catatan Kurniadi Pramono

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: