Napi LP Tangerang Jalankan Bisnis Sabu dari Lapas
JAKARTA - Jarak 2.128 km dari Lapas Tangerang, Banten ke Majene, Sulawesi Barat tidak menghentikan Lexy C menjalankan pabrik narkotika. Kemarin (9/8) Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkap pabrik narkotika milik terpidana kasus narkotika dengan vonis 20 tahun tersebut. Pabrik itu telah mengirimkan narkotika sebanyak tiga kali ke Jakarta dan Tangerang melalui kantor Pos. Ada empat tersangka yang telah diamankan dalam kasus pabrik sabu yang berlokasi di perum BTN Griya Pesona, Banggae Timur Majene, yakni Sayyed W, Jufri, Hasri dan Jamilah. Keempatnya memiliki peran masing-masing dalam menjalankan pabrik narkotika dengan kapasitas yang terus diupgrade tersebut. ”Sabu yang dibuat jumlahnya terus meningkat, dari puluhan gram terus naik. Sesuai permintaan,” ujar Kepala BNN Komjen Heru Winarko kemarin. Sayyed memiliki tugas sebagai pengirim barang haram dari pabrik ke kantor pos. Lalu, Jufri dan Jamilah bertugas membuat sabu tersebut dengan berbagai peralatan yang dimiliki. ”Untuk Hasri perannya berbeda,” jelasnya. Hasri ini bertugas untuk mencicipi racikan sabu alias tester. Jadi, untuk memastikan kualitasnya, pabrik benar-benar menjalankan operasional seperti pabrik makanan. Kualitas rasa coba untuk dibentuk dengan bantuan tester tersebut. ”Ya, terus dievaluasi rasa sabu ini,” ungkap jenderal bintang tiga tersebut. Terkait lolosnya proses pengiriman sabu melalui kantor Pos tersebut, Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari mengatakan bahwa sebenarnya pengiriman pertama dan kedua telah terdeteksi oleh petugas. ”Kami gagalkan pada pengiriman keempat,” terangnya. Dia mengatakan, BNN mampu untuk mencegah pabrik sabu ini membesar. Sebab, pabrik tersebut tinggal menunggu waktu bisa berkapasitas produksi jauh lebih besar. Dari berbagai alat bukti yang disita, seperti aseton, lodine, H2SO4, red phosphor dan berbagai tabung laboratorium, diketahui bahwa pabrik. ”Kami cek lagi bagaimana kemampuan meracik sabu ini bisa dimiliki,” terangnya. Kemungkinan besar Lexy memberikan kemampuannya pada anak buahnya melalui handphone. Arman mengatakan bahwa kemampuan membuat narkotika itu susah dimiliki. Maka, sangat menganggetkan bila hanya via telp bisa mentransfer kemampuan bejat ini. ”Ini harus dihentikan,” tegasnya. Lexy sebelumnya juga kedapatan membuat pabrik narkotika. Kasus pertamanya ditangani oleh Polda Metro Jaya, Heru Winarko mengaku tidak mengetahui mengapa Lexy masih bisa membangun bisnis haramnya. Entah apakah dalam kasus pertama itu diterapkan TPPU atau tidak. ”Tapi, saya pastikan untuk kasus ini dijerat dengan TPPU,” Janji Heru Winarko. Dengan menjerat TPPU, maka Lexy akan kehilangan kemampuan finansial untuk bisa membangun kembali bisnisnya. ”Ya, biar kere, biar gak buat narkoba lagi,” tuturnya. (idr)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: