Massa Luruk Sidang Kuwu Pabuaran
Terdakwa Berang, Saksi Perlihatkan Bukti Dokumen Proyek Pembangunan Pasar CIREBON - Ratusan warga Pabuaran Kabupaten Cirebon meluruk Pengadilan Negeri (PN) Kota Cirebon, kemarin. Massa yang terdiri dari warga dan pedagang pasar itu, ingin menyaksikan langsung sidang keterangan saksi atas kasus penipuan proyek pembangunan Pasar Pabuaran. Kasus yang dilaporkan Gunadi Rasta ke Mapolres Cirebon Kota pada 2011 lalu itu, mendakwa Nurrudin, selaku kuwu Pabuaran. Sidang yang dipimpin Hakim Ketua, Samir Edhy SH MH berjalan cukup alot. Sedikitnya memakan waktu lebih dari dua jam untuk mendengarkan keterangan dari lima orang saksi. Massa pun acap kali riuh memberikan dukungan yang tidak jelas kepada siapa. Bahkan, untuk menenangkan, belasan anggota Dalmas Mapolres Cirebon Kota dan TNI pun turut melakukan penjagaan hingga merangsek ke dalam ruang sidang. Pantauan Radar, sidang tersebut dihadiri langsung oleh terdakwa, Nurrudin yang didampingi kuasa hukum dan lima saksi. Saksi tersebut yakni Gunadi Rasta selaku pelapor atau saksi korban, Wawan selaku komisaris PT Galuh, Iyus dan Yoyo selaku orang yang dimintai Gunadi memastikan harga sewa tanah, dan Susanto selaku pegadang Pasar Pabuaran. Gunadi selaku pelapor pun memaparkan kronologis kejadian, setelah jaksa penuntut umum memintanya. Menurut Gunadi, pertama kali bertemu Nurrudin yang juga masih keluarganya, setelah dia melakukan aksi demonstrasi. Ketika bertemu, Nurrudin mengatakan jika Pasar Pabuaran akan dibangun. Kepada Gunadi, Nurrudin menanyakan adakah investor yang mau membiayai proyek senilai Rp9 miliar itu. Kala itu, Nurrudin juga menggarisbawahi jika pembangunan itu harus dilaksanakan pada Januari 2010. \"Ketemu itu tahun 2009. Mengetahui waktunya mepet sekali, dan saya juga bukan orang di bidang pembangunan proyek, maka saya ajak Wawan yang memang bergelut di bidang proyek pembangunan,\" ujar Gunadi kepada Majelis Hakim. Beberapa hari kemudian, Gunadi pun melakukan pertemuan dengan Nurrudin dan istri, berikut membawa Wawan dan Soleh Obed di hotel Tryas. Dalam pertemuan itu, mereka membahas prospek pembangunan pasar. \"Intinya setelah dijelaskan prospek itu, kuwu menanyakan sanggup tidak PT Galuh membiayai proyek itu. Ya saya memang bagian dari PT Galuh yang memiliki saham, namun bukan ahlinya bidang pembangunan, ya silakan saya serahkan kepada Wawan,\" katanya. Namun, pertemuan itu tidak langsung membuahkan hasil. Karena pihak PT Galuh memerlukan waktu untuk berpikir. Setelah melakukan pertemuan beberapa kali, kedua belah pihak lantas setuju dan dibuat MoU. \"Kata kuwu, jika 2010 dibangun, sebelumnya berarti harus dibongkar, dan sebelum dibongkar berarti harus ada pasar darurat. Saat itu juga terdakwa bilang ada tanah kosong di pinggir jembatan, untuk dijadikan pasar sementara. Katanya kalau tidak cepat disewa, tanah itu akan segera disewa olah proyek jalan tol untuk menyimpan paku bumi,\" bebernya. Setelah itu, PT Galuh pun langsung sepakat. Gunadi lantas membuatkan surat perjanjian sewa. Nurrudin saat itu mengatakan biaya sewa tanah untuk pasar sementara itu per tahun Rp50 juta. Saat itu, proyek ditarget bisa selesai selama 1,5 tahun. Artinya, biaya sewa mencapai Rp75 juta, yang akan diserahkan kepada Sundaru selaku pemilik tanah. Pada 5 Juni 2009, PT Galuh mengeluarkan dana untuk biaya sewa itu melalui Gunadi. Kemudian keesokan harinya, Gunadi menitipkan uang kepada Soleh Obed, lantaran dirinya ada kepentingan sidang. \"Uangnya saya serahkan pada pak Soleh, dan saya bilang nanti surat perjanjiannya menyusul, karena masih ada di tangan Nurrudin untuk di tanda tangan,\" ucapnya. Setelah perizinan ke sana ke mari dibuat oleh PT Galuh, tibalah rapat dengan warga di balai Desa Pabuaran. Namun, setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang dan menguras biaya, ternyata ada penolakan, karena ternyata sewa pasar kepada para pedagang baru habis 2012. \"Ada penolakan dengan fakta demikian, ya kami nggak bisa apa-apa. Atas kejadian itu, saya mulai telusuri, kok harga sewa tanah mahal amat, padahal saya yang menjadi warga Pabuaran asli juga tidak pernah tahu harga sewa semahal itu. Saya suruh adik saya Yoyo untuk menanyakan kepada pemilik tanah, sewa itu betul nggak Rp50 juta pertahun. Ternyata hanya Rp25 juta pertahun. Jadi untuk 18 bulan itu jatuhnya hanya Rp37,5 juta. Sementara Nuruddin meminta Rp75 juta,\" ungkapnya. Kesaksian Gunadi pun dibenarkan oleh Yoyo dan Iyus. Menurut Yoyo, dirinya bersama Iyus mendatangi Sundaru untuk memastikan harga sewa tanah. Ternyata benar, Sundaru pun memberikan sisa kuitansi dengan harga sewa Rp37,5 juta. Bahkan, fakta mencengangkan terbongkar, lantaran Nurrudin kepada Sundaru baru meyerahkan uang Rp20 juta saja. Pantauan Radar, Nurrudin juga sempat berang ketika dalam persidangan diperlihatkan bukti dokumen dalam proyek pembangunan itu. Dia mengklaim, sempat memberikan tanda tangan dalam perjanjian sewa itu, namun sama sekali tidak memberikan stampel. Bahkan Nurrudin dalam sidang juga sempat sesumbar dan bersumpah atas nama Tuhan. Radar melihat, Nurrudin begitu ingin menyampaikan bantahannya. Namun, majelis hakim tidak memberi kesempatan kecuali bertanya, karena bantahan akan disidangkan dalam agenda bantahan terdakwa. Dalam sidang itu, baik Gunadi, Wawan maupun Nurrudin membenarkan sudah melakukan upaya konfrontasi yang ditengahi oleh Kapolres Cirebon Kota periode lalu, AKBP Asep Edi Suheri untuk berdamai. Dua belah pihak pun sempat berjabat tangan untuk berdamai. Namun, karena Nurrudin mengucapkan kalimat-kalimat sumpah yang tidak sedap, Gunadi akhirnya melanjutkan perkara tersebut. Mengacu pada kejadian itu, Hakim Ketua, Samir Edhy SH MH menyuruh dua belah pihak untuk saling meminta maaf di muka persidangan. Bahkan antara Gunadi dan Nurrudin, begitu juga Nurrudin dan Wawan saling berpelukan setelah berjabat tangan. \"Nah ini sudah saling maaf-maafan, dulu juga katanya pernah. Kenapa bisa sampai ke pengadilan? Kalau sudah sampai ke meja hijau, apapun itu proses peradilan tetap berjalan,\" tandas Samir. (atn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: