Kekerasan Fisik Terhadap 16 Anak Didik, Guru AL Mungkin Dimutasi

Kekerasan Fisik Terhadap 16 Anak Didik, Guru AL Mungkin Dimutasi

CIREBON-Kasus dugaan penganiayaan terhadap 16 siswa di SDN Waruroyom 2, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon, masih berproses. Data terbaru, hari ini akan ada pertemuan mediasi. Dalam mediasi itu, oknum guru yang diduga melakukan pemukulan akan dihadirkan langung untuk meminta maaf kepada para orang tua siswa. Rencana mediasi itu diakui Kepsek SDN Waruroyom 2 Ooh Casriah. Pihaknya sudah melakukan klarifikasi dan guru berinisial AL itu mengaku khilaf. “Guru juga manusia biasa. Dia khilaf,” ujar Casriah saat dihubungi RadarCirebon. Bahkan untuk memberikan kenyamanan kepada para siswa, termasuk menciptakan kenyamanan dalam kegiatan belajar mengajar, AL kemungkinan mendapat sanksi berupa mutasi. “Kemungkinan nanti akan dimutasi,” kata kepala sekolah. Sementara Ketua PGRI Kecamatan Depok, Endang Suswandi mengatakan AL baru 6 bulan mengajar di SDN Waruroyom 2. Untuk menjaga kenyamanan di sekolah, Endang juga mengatakan kemungkinan AL dimutasi ke sekolah lain. Hingga kemarin, keberadaan AL belum diketahui. Polisi juga mengatakan penanganan kasus ini berjalan sesuai aturan. “Penanganan perkara ada tahapannya,” kata Kasat Reskrim Polres Cirebon AKP Kartono Gumilar kepada RadarCirebon. Seperti diberitakan, belasan warga Desa Waruroyom, Kecamatan Depok, ramai-ramai mendatangi Mapolres Cirebon, Jumat lalu (7/9). Mereka mengadukan guru kelas V SDN 2 Waruroyom berinisial AL. Sang guru diduga melakukan kekerasan terhadap siswa, dengan cara memukul menggunakan gagang sapu. Penyebabnya hanya karena ruang kelas kotor. Oknum guru naik pitam. Ia lalu memukuli 16 siswa laki-laki menggunakan batang sapu. Akibat luapan emosi tak terkontrol, sejumlah siswa mengalami luka memar dan benjol di kepala. Kejadiannya bermula saat sejumlah siswa kelas VI sudah masuk ke ruangan usai bunyi bel tanda habis waktu istirahat Jumat (7/9) sekitar pukul 10.30 WIB. Oknum guru kelas V tersebut tiba-tiba masuk ke ruang kelas VI dan memaksa sejumlah siswa mengakui perbuatan mereka mengotori ruang kelas V. Karena tidak ada yang mau mengaku, satu per satu siswa laki-laki kelas VI itu dihukum. Bahkan, beberapa anak laki-laki di antaranya dipukul mengunakan batang sapu. Merasa kesakitan karena mendapat pukulan cukup keras, sejumlah siswa kelas VI pun menangis dan pulang ke rumah masing-masing.  \"Selesai dari istirahat semua masuk kelas. Pak guru itu masuk, nanya siapa yang mengotori ruang kelas V. Ngaku aja katanya,\" tutur MFS, salah satu siswa yang menjadi korban. Een (40) salah satu orang tua siswa mengaku kaget  melihat anaknya menangis saat pulang sekolah. Een geram setelah tahu kejadiannya. “Sempat menduga anak saya nakal di kelas sehingga guru bertindak kasar. Setelah saya tanya terus, dia dipukul guru karena dikira mengotori ruang kelas V,” sesal Een. Melihat  kondisi luka benjol di bagian kepala anaknya, Een penasaran lalu bergegas ke sekolah bermaksud menanyakan kepada guru tersebut. Ternyata, di luar dugaan, langkah tersebut diikuti pula oleh orang tua siswa lainnya. Sehingga suasana di sekolah mendadak ramai dan cenderung memanas. \"Saya tidak terima anak saya dipukuli pakai batang sapu itu. Malah gagangnya sampai remuk. Saya sebagai orang tuanya juga tidak pernah memukuli anak. Ada satu siswa yang tidak dipukul, yaitu anak dari kepala SDN 2 Waruroyom yang juga satu kelas dengan anak saya,” kata Een. Hal senada juga dikatakan oleh sejumlah wali murid lainya. Karena tidak terima anak mereka mengalami benjolan di kepala, wali murid meminta kasus tersebut maju ke ranah hukum. Sehingga sebanyak 7 siswa dilarikan ke RS Mitra Plumbon guna dilakukan visum. \"Jelas saya nggak terima, pengennya ya diproses hukum,\" ujar Juju, wali murid SR. Kuwu Desa Waruroyom, Casudin, mengatakan pihaknya sudah berusaha untuk mediasi. Namun, sejumlah wali murid sudah geram dan mau proses hukum. Sehingga dirinya mengaku tidak bisa menghalang-halangi keinginan warganya. \"Sebenarnya kami berharap agar kasus tersebut bisa diselesaikan secara kekeluargaan saja, tapi karena mereka meminta harus diproses secara hukum, ya kami tidak bisa mencegahnya. Saya sebagai kuwu mendampingi sejumlah orang tua siswa ke unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Cirebon,” katanya. (cep)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: