Babad Alas Berselisih Satu Abad

Babad Alas Berselisih Satu Abad

Kota Cirebon sudah berumur 649 tahun. Kata siapa? Belakangan ini jadi bahan perdebatan. Angka 649 itu mengacu pada rujukan umum dan peraturan daerah. Belakangan, beragam kajian dilakukan. Beberapa ketidaksesuaian dikemukakan. Ada selisih yang demikian besar. Satu abad lamanya. \"BERKAT rahmat Allah SWT Pengeran Walangsungsang sampai dipuncak Gunung Amparan Jati di mana Syekh Datul Kahfi bertempat tinggal kemudian Walangsungsang berguru Agama Islam. Pangeran Walangsungsang diperintahkan oleh gurunya untuk membuka pemukiman di sebelah selatan Gunung Amparan Jati yang dikenal denga Kebon Pesisir. \" …Oleh karena itulah engkau buka tanah sebelah selatan gunung Amparan Jati ini yang dikenal Kebon Pesisir. Bangunlah engkau di sana sebagai tempat mukimmu dan tempat mukim orang-orang yang mengabdikan dirinya untuk perjuanganmu”. Kemudian sang pangeran melaksanakan perintah sang gurunya untuk membuka hutan Kebon Pesisir itu… *** Di sinilah akhirnya “Hari Jadi Cirebon” yang dimemorikan pada Minggu Kliwon, tanggal 1 Sura tahun Saka 1367 / 1 Muharam, tahun Hijriyah 867/1445 M. Tanggal 1 Sura/1 Muharram Pangeran Cakrabuana telaksanakan membuka pemukiman pada hari pertamanya dijadikan Hari Jadi Cirebon. Pangeran Walangsungsang menerima perintah dan mohon izin untuk pengabdiannya sebagai santri terpilih. Kemudian ia keluarkan “Golok Cabang” untuk membabat hutan dengan sendirinya. Pohon-pohon rebah, dari golok itu keluarlah api, lalu terbakar habis, berubahlah menjadi tanah lapang luas seribu jengkal persegi. Penggalan sejarah singkat Hari Jadi Kota Cirebon yang dibacakan oleh Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Lili Eliyah SH MM saat Rapat Paripurna Istimewa di Griya Sawala, Selasa (11/9). Agenda baca babad ini jadi kegiatan rutin. Tiap tahun. Tak pernah dilewatkan. Belakangan muncul perdebatan. Benarkah kejadian babad alas itu dilakukan di abad 13? Atau abad 14? Ada selisih yang membentang begitu panjang. Hampir 100 tahun lamanya. Padahal di titik itulah momen bersejarah itu diperingati. Kemudian ditetapkan dalam Peraturan Daerah 24/1996 mengenai Hari Jadi Kota Cirebon. Sekretaris Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (DKOKP), Edi Bagja Rohaedi S Sn mengatakan, penetapan babad alas pedukuhan pertama di Cirebon oleh Pangeran Walangsungsang adalah fakta sejarah. Kemudian jadi kesepakatan dari para budayawan waktu itu. Sehingga ditetapkan dan jadi dasar hari jadi Kota Cirebon yang 649 tahun. Namun demikian, ia membuka apabila ada kajian lain bisa terbuka fakta baru. Sepanjang bukti-buktinya bisa dipertanggung jawabkan. Kemudian jadi bahan kajian dan merevisi peraturan daerah yang selama ini jadi acuan. “Sebetulnya ini pernah dikritisi budayawan dan sejarawan. Sudah lama. Tapi tidak ditindaklanjuti,” kata Edi kepada Radar Cirebon. Berlandaskan kritik itu, Ketua DPRD, Edi Suirpno sebetulnya sudah memberikan lampu hijau. Mereka ingin membuat suatu tinjauan ulang. Ketika itu, Patih Keraton Kanoman Muhammad Qodiran juga sudah bersedia. Hanya saja tidak ada kejelasan setelah itu. Prosesnya berhenti. Hingga saat ini kembali terbuka kembali dan menjadi perdebatan. Menurut Edi, adanya perubahan hari jadi ini bisa diawali dengan satu usulan dari masyarakat untuk merumuskan kembali tentang hari jadi. Baik dari sisi kajian sejarah dan juga waktu. Paling tidak memperbaharui perda yang memang menurut budayawan mesti dikaji ulang. \"Saya sepaham dengan seniman dan budayawan ini. Bagaimana supaya agar anak cucu kita tidak salah memahami ke depannya,\" ulasnya. Sehingga dalam memperbaharui perda ini, sebaiknya memang ada usulan dari budayawan maupun seniman. Usulan itu bisa disampaikan ke DPRD maupun dinas teknis. Agar nantinya dilakukan pembahasan atau seminar mengenai sejarah Hari Jadi Kota Cirebon. Yang kemudian menjadi dasar kesepakatan. Dijelaskan Edi, memang ada kajian-kajian mengenai penetapan hari jadi. Misalnya saja, agar Hari Jadi Kota Cirebon ini ditetapkan berdasarkan pada momen pembentukan Pemerintahan Kota Cirebon di era kolonial. Atau saat adanya walikota pertama. Namun ada juga yang mengkritisi bahwa pada tahun hijriyah yang ditetapkan itu terlalu tua. Karena tidak mengkonversikan dari tahun baru saka menjadi tahun masehi. REKONSILIASI HARI JADI KOTA DAN KABUPATEN Ketua Dewan Kesenian Kota Cirebon, Akbarudin Sucipto juga meminta pemerintah untuk mengkaji ulang. Sebab ada persoalan sejarah yang masih belum tuntas. Pada saat hari jadi ditetapkan baik kajian bersumber naskah primer, ataupun bukti-bukti yang sah dan ilmiah. Sebab dalam perkembangannya, Cirebon dibagi menjadi kota dan kabupaten. Keduanya mengambil hari jadi saat momen berbeda. Kota mengambil momen sejarah saat awal babad alang-alang di tanah Witana oleh Pangeran Cakrabuana. Sementara Kabupaten mengambil sejarah saat tanggal 2 April momen di mana Kasultanan Cirebon berdirisi sendiri dari Kerajaan Pajajaran. \"Saya rasa antara kota dan kabupaten perlu duduk bersama rumuskan kembali hari jadi,\" katanya. Akbar mengusulkan antara kota dan Kabupaten Cirebon menetapkan hari jadi di tanggal yang sama. Mengingat sejarahnya sama. Asal-usulnya pun sama. Yang berbeda hanya pembagian secara administratif. (jml)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: