Wakapolri Siap Buka-bukaan
Bongkar Kasus Simulator, Berpeluang Menjadi Collaborator Justice JAKARTA - Wakapolri Komjen Pol Nanan Sukarna menyatakan kesiapannya jika sewaktu-waktu KPK memintanya untuk datang kembali dalam rangka pemeriksaan lanjutan kasus Simulator SIM. Menurut dia, dalam pemeriksaan sebelumnya, dia sudah menjelaskan banyak hal soal proyek tersebut. Menurut Nanan, pokok persoalannya sudah dia jelaskan saat pemeriksaan pertama. Yakni, soal institusi dan tanggung jawab pimpinan Polri dalam kasus tersebut. Bagaimana peran mantan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo selaku Kuasa Pemegang Anggaran (KPA), peran Kapolri sebagai Pengguna Anggaran (PA), juga peran Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Berdasarkan Perpres nomor 54 Tahun 2010, lelang dilakukan oleh KPA dan PPK. Berhubung nilai proyek simulator SIM di atas Rp100 miliar, maka penentuan pemenangnya adalah PA. Nah, dalam Perpres itu diatur pula jika PA dapat membuat tim teknis yang salah satu tugasnya adalah melakukan praaudit. Praaudit dilakukan untuk meyakinkan pimpinan bahwa proyek tersebut tidak bermasalah dan siap untuk dikerjakan. \"Tapi, perlu dijelaskan kalau praaudit itu sama sekali bukan untuk memenangkan tender,\" ujar Nanan kemarin. Setelah ada laporan praaudit, Kapolri mengadakan gelar di depan pejabat utama untuk memastikan. Setelah PA menyatakan proyek bisa dijalankan, selanjutnya menjadi kewenangan penuh KPA. Nah, jika dalam proses setelah PA menandatangani persetujuan terjadi masalah, itu yang harus ditindak. Sebagaimana KPK, pihaknya juga sudah menemukan problem tersebut lalu mengusut. Namun, karena Presiden SBY menginstruksikan agar penyidikan Simulator SIM dilakukan KPK, pihaknya pun menyerahkan kasus tersebut. Saat ditanya kesiapannya jika dipanggil kembali, Nanan tersenyum. \"Malah saya ingin justru memperjelas. Bukan klarifikasi, ntar disangka ngeles,\" lanjut jenderal bintang tiga itu. Terlebih soal tudingan dirinya menerima aliran dana kasus tersebut. \"Kalau memang ada aliran dana, silakan usut saja. Mari kita buktikan,\" tutupnya. Sementara, Pengamat Kepolisian, Bambang Widodo Umar menyampaikan, Wakapolri sangat berpeluang untuk menjadi justice collabolator. \"Peluang menjadi justice collabolator cukup besar. Sudah seharusnya Pak Nanan memberikan kesaksian secara terbuka soal anggota-anggotanya. Kalau tidak terbuka, mereka malah merasa terlindungi,\" imbaunya. Dia mengungkapkan, peluang Nanan menjadi collaborator justice sudah ada sebelum dirinya dipanggil KPK untuk diperiksa. Dalam tugas formalnya, sebagai petinggi sekaligus anggota kepolisian, sudah sepatutnya Nanan membuat gebrakan baru. Gebrakan yang dimaksud adalah berani menindak tegas bawahannya yang terbukti melakukan pidana korupsi dan perbuatan kriminal lainnya. \"Dia (Nanan) juga harus berani membongkar segala permainan mark up proyek di kepolisian. Tidak hanya yang diterima oleh Djoko Susilo, sekecil apapun korupsi harus bisa diungkap,\" kata dia. Soal peluang Nanan menjadi collaborator justice di Kepolisian, Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Edi Hasibuan menanggapinya secara serius. Menurutnya, seorang jenderal polisi berbintang tiga, apalagi yang sedang menjabat Wakapolri tentu dapat berbuat banyak untuk melakukan perubahan dan mewujudkan reformasi di lembaga penegakan hukum tersebut. \"Saya kira, Pak Nanan bisa saja menjadi collaborator justice, asalkan KPK tidak menemukan bukti atas keterlibatannya dalam proyek raksasa itu. Kalau KPK menemukan indikasi keterlibatan pak Nanan, peluang menjadi collaborator justice itu tidak pas,\" kata Edi. Dalam kasus simulator, KPK memang terus mengembangkan dugaan korupsi membuat kerugian negara tak kurang dari Rp100 miliar tersebut. Selain kasus korupsi pada pengadaan simulator itu sendiri, KPK juga mengembangkan ke tuduhan pencucian uang yang diduga dilakukan Djoko. Tim pelacak aset KPK terus memburu timbunan harta yang dikoleksi jenderal bintang dua tersebut. KPK telah menyita sebelas rumah milik Djoko. Properti milik mantan Gubernur Akademi Kepolisian tersebut tersebar di sejumlah tempat. Anggaran simulator SIM mencapai hampir Rp200 miliar. Tender simulator SIM dimenangkan oleh PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, perusahaan milik Budi Santoso. PT CMMA lantas membeli barang dari PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) milik Sukotjo S Bambang dengan harga pekerjaan Rp65 miliar, atau jauh lebih murah dari nilai tender. KPK telah menetapkan empat tersangka kasus pengadaan simulator uji SIM di Korlantas Polri. Mereka adalah Irjen (Pol) Djoko Susilo, mantan Wakil Kepala Korlantas Brigjen (Pol) Didik Purnomo, serta dua pihak swasta, yakni Direktur PT ITI Sukotjo S Bambang, dan Direktur PT CMMA Budi Susanto. (byu/ydh)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: