Kasus PLTU Riau 1, Pelaku Lain Mengarah ke Setnov
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menyelesaikan penyidikan tersangka Wakil Ketua Komisi VII DPR (nonaktif) Eni Maulani Saragih. Penyidik memeriksa Eni secara maraton selama sepekan terakhir. Pendalaman mengenai sosok di balik pemberi perintah Eni untuk mengawal proyek PLTU Riau 1 menjadi fokus penyidik. Saat diperiksa kemarin (26/9), Eni kembali menegaskan bahwa dirinya hanya petugas partai yang diperintah untuk mengawal proyek senilai USD 900 juta itu. Dia pun mengkerucutkan, pemberi perintah itu adalah petinggi partai yang memimpin Partai Golkar saat proyek PLTU Riau 1 bergulir sejak 2016. ”Pokoknya, atasan saya pada zamannya saya diberikan tugas sebagai petugas parpol untuk mengawal (PLTU Riau 1, red),” beber Eni di gedung KPK, kemarin. Petunjuk itu mengarah pada mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov). Sebab, proses pembahasan kesepakatan kerjasama pembangunan proyek bergulir sejak 2015 akhir hingga 2016. Di masa itu, Golkar diketuai Setnov. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, sejauh ini terus mendalami keterlibatan pelaku lain dalam kasus itu. Saat ini, tersangka Johannes B Kotjo telah dilimpahkan ke pengadilan untuk menjalani sidang. Tak tertutup kemungkinan, pelaku lain yang dimaksud bakal terungkap dalam persidangan itu. ”Saat ini kami menunggu jadwal sidang (Kotjo, red),” ujarnya. Febri menyatakan, pelimpahan ke tahap penuntutan bos Blackgold Natural Resources Ltd itu telah dilakukan pada Senin lalu (24/9). Selain pelimpahan tersangka, KPK juga melimpahkan berkas perkara penyidikan Kotjo untuk diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta. Di tahap penyidikan, Kotjo telah menyampaikan keterangan seputar pihak-pihak yang diduga menikmati aliran suap dalam kesepakatan kerjasama pembangunan proyek PLTU Riau 1. Terutama aliran ke sejumlah pejabat negara dan politisi. Apalagi, saat ini, Kotjo telah mengajukan permohonan sebagai justice collaborator (JC) ke pimpinan KPK. Artinya, Kotjo siap blak-blakan membongkar indikasi bagi-bagi fee proyek senilai USD 900 juta itu. \"Di persidangan nanti KPK akan mencermati apakah terdakwa serius atau tidak menjadi JC,\" ungkap Febri. Menurut Febri, syarat penting sebagai JC salah satunya adalah mengakui perbuatan melawan hukum yang didakwakan. Selain itu, JC juga harus membuka peran pihak lain sejelas-jelasnya. \"Konsistensi dan sikap kooperatif di sidang juga menjadi perhatian KPK agar JC dikabulkan,\" imbuh mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu. (tyo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: