Kejaksaan Tetapkan Tiga Tersangka
CIREBON - Kejaksan Negeri (Kejari) Kota Cirebon resmi menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek di Dinas Kelautan, Perikanan, Peternakan dan Pertanian (DKP3) Kota Cirebon. Proyek senilai Rp407 juta untuk pembangunan tempat menyandarkan kapal saat berlabuh di pinggir pantai (jetty) di Cangkol Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon, diduga menguap. Kepala Kejari Kota Cirebon Acep Sudarman SH MH melalui Kepala Seksi Intelejen (Kasie Intel), Paris Manalu SH mengatakan, kejaksaan telah melakukan langkah penyelidikan hingga penyidikan. Diputuskan, pihaknya menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut. Jumlah tersangka itu, ujar Paris, dimungkinkan bertambah. “Saat ini yang kami tetapkan sebagai tersangka baru tiga, yaitu DK, Y, dan H,” terangnya kepada sejumlah wartawan saat ekspose perkara di ruang kerja, Rabu (13/3). Ketiga tersangka itu, diduga kuat merugikan keuangan negara dalam pelaksanaan proyek rehabilitasi jetty di pesisir Cangkol Kota Cirebon. Pengerjaan proyek itu berada di bawah kuasa DKP3 Kota Cirebon. Diterangkan, proyek yang dianggarkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN 2012 itu, dianggarkan untuk rehabilitasi jetty senilai Rp407 juta. Namun, para pihak terkait hanya merealisasikan sebagian saja. “Dalam hal ini negara dirugikan. Kami memiliki bukti untuk itu, akan disampaikan di pengadilan nanti,” janjinya. Selain itu, tim penyidik Kejaksaan menemukan beberapa kesalahan dan pemalsuan dalam dokumen kontrak. Atas beberapa dasar itu, Paris bersama tim penyidik meyakinkan, tiga tersangka itu layak untuk ditetapkan. Pria yang pernah menjabat kepala Kejaksaan Negeri Tual Wonreli Maluku itu menemukan beberapa fakta yang dijadikan barang bukti dalam persidangan nanti. “Kami melakukan penyelidikan hingga penyidikan sangat hati-hati. Dan keputusan ini (menetapkan tiga tersangka) sudah melalui proses hukum,” tegasnya. Fakta temuan penyidik yang dimaksud Paris Manalu, di antaranya ketidaksesuaian progress report atau laporan perkembangan pembangunan, pemakaian besi yang tidak berkualitas dan tidak Standar Nasional Indonesia (SNI), panjang pengerjaan setelah dokumen Provisian Hand Over (PHO) 20 Oktober 2012 hanya 130 meter dari kontrak seharusnya sepanjang 170 meter. Dalam hal ini, Kejaksaan menilai ada selisih 40 meter yang tidak dikerjakan. “Dokumen PHO itu dokumen yang ditandatangani PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dan kontraktor yang menyatakan pekerjaan telah selesai 100 persen,” terangnya. Penyidik, kata Paris, menemukan di lapangan kayu papan cor tidak menggunakan kayu trembesi yang biasa digunakan sebagai kayu bantalan di rel kereta api. “Pengerjaan tidak sesuai bestek. Dari sini menjadi indikasi kuat atas dugaan menguapnya keuangan negara di proyek ini,” tukasnya. Satu hal lain yang diungkap kejaksaan, pemenang lelang sebenarnya adalah CV Berdikari atas nama Abdul Nasir. Namun, proyek justru dikerjakan oleh CV DP milik tersangka H. Penyidik Kejari Kota Cirebon, telah melakukan pendalaman materi dan pasal yang akan dijeratkan. Menurut Paris, penyidik mengancam tiga tersangka dengan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kejari menganggap tiga tersangka telah melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU tersebut. Ancaman hukuman dalam dua pasal itu, minimal empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dengan denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. “Kami menargetkan, mereka cukup jera ditahan lima tahun di balik jeruji besi penjara,” ancamnya. Diceritakan, saat menemukan kejanggalan dalam proyek itu, Kejaksaan membentuk tim untuk melakukan analisis kasus. Secara berkesinambungan, penyelidik melakukan penyelidikan yang dimulai Desember 2012 hingga Februari 2013 kemarin. Disimpulkan, kata Paris, telah terjadinya penyimpangan. Beberapa bukti sudah disimpan rapi oleh Korps Adhyaksa itu. Untuk hal ini, Paris menutup rapat. “Belum saatnya disampaikan. Yang pasti, barang bukti ini sudah kami simpan. Tujuannya, agar tersangka tidak mengubahnya. Biarkan ini diungkap di pengadilan nanti,” ulasnya. Paris meyakinkan dan menjamin, kasus ini tidak akan berhenti di tengah jalan atau diberikan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3). Pasalnya, bukti dan fakta sudah lengkap dan lebih dari cukup untuk diajukan ke ruang sidang di pengadilan. “Waktu di Maluku, saya sudah jebloskan puluhan PNS ke penjara. Kasus ini akan terus bergulir hingga ada putusan di pengadilan,” janjinya. Sebagai jaksa terbaik se-Indonesia, Paris sangat memahami profesi yang digelutinya. Karena itu, penghargaan tersebut tentu bukan tanpa alasan. “Mari kita ikuti perkembangannya. Silakan dikawal sampai ke pengadilan nanti,” ajaknya. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: