Warga Desa Munjul Pasang Spanduk Tolak Galian C

Warga Desa Munjul Pasang Spanduk Tolak Galian C

CIREBON-Meski saat ini belum dimulai, namun desas-desus pembukaan lokasi galian di Desa Munjul seluas 40 sampai 45 hektare, semakin santer. Terlebih saat ini, pihak investor sudah membuat jalan tembus untuk akses pengangkutan material galian. Padahal saat ini, penolakan terhadap keberadaan rencana lokasi galian tersebut datang dari berbagai kalangan. Bahkan, spanduk penolakan atas keberadaan galian tersebut juga terpasang di sudut-sudut wilayah Desa Munjul. Kuwu Desa Munjul Chaerudin saat dihubungi Radar Cirebon mengatakan, ia tidak mengetahui progres dari rencana eksplorasi di Desa Munjul. Hal tersebut menurutnya, dikarenakan pihak investor atau pengusaha belum berkoordinasi atau melakukan sosialisasi, baik dengan masyarakat atau pihak pemerintah desa. “Saya belum tahu bagaimana perkembangannya. Saya tidak tahu karena tidak pernah ada koordinasi dengan pihak pemerintah desa. Setahu saya belum pernah ada sosialisasi, baik dengan pemdes atau warga,” ujarnya. Disebutkannya, secara fisik ia belum melihat atau minimal menerima surat tembusan, baik dari dinas atau dari investor, tentang akan dilakukannya proses penambangan atau eksplorasi di wilayahnya. “Saya belum lihat ada izin dan kelengkapan lainnya. Saya juga tidak tahu luasan rencana eksplorasinya. Saya belum pernah dikasih tahu,” imbuhnya. Sementara itu, dari pantauan Radar C irebon, saat ini akses jalan yang sudah dibangun investor sudah hampir mencapai wilayah perbukitan yang ditengarai merupakan lokasi galian. Bahkan, pihak investor pun sudah membangun jembatan permanen untuk menyambung akses jalan tersebut. Tidak hanya ada satu jalur akses jalan, rupanya nanti akan ada dua jalur lokasi eksplorasi yang dimiliki dua pengusaha. Terpisah, Aktivis Lingkungan Cirebon Timur Rizky Pratama kepada Radar Cirebon menuturkan, meskipun wilayah tersebut masuk ke wilayah pertambangan sesuai Perda RTRW, namun jika memang ada penolakan dan dampaknya yang dikhawtairkan membuat ketidakseimbangan alam, maka harus ditinjau ulang. Apalagi saat ini, izinnya saja belum ada lalu sudah buat akses jalan. “Bukti penolakan ini kan bisa dilihat. Banyak spanduk-spanduk penolakan, lalu buat apa diteruskan? Harusnya wilayah itu jadi wilayah resapan air, daerah tangkapan air, dilakukan penghijuan. Dan harapannya bisa jadi benteng alam. Kalau dieksplorasi risikonya banyak,” ungkapnya. Rizky pun meminta KPK untuk ikut memantau proses penetapan zona tambang di dalam draf revisi Perda RTRW yang diserahkan di menit-menit terakhir dan terjadi penambahan luas lahan dari 500 menjadi sekitar 1.000 hektare khusus untuk area tambang. “Apalagi belum ada sosialisasi, terus dasar bikin jalan itu apa? Harusnya kan ada musyawarah desa dulu, ada rapat. Terus apakah desa mengizinkan. Ini kan desanya saja tidak tahu,” pungkasnya. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: