Di Bawah 50 Persen, Petambak Garam Gunakan Geomembrane

Di Bawah 50 Persen, Petambak Garam Gunakan Geomembrane

CIREBON-Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Cirebon mengimbau kepada petambak garam menggunakan teknologi geomembrane. Hal itu dilakukan agar kualitas garam lebih baik dan NHCL-nya pun bisa meningkat. Sehingga, garam yang dihasilkan bisa untuk industri. Kabid Pemberdayaan DKP Kabupaten Cirebon Yanto mengatakan, sejauh ini para petambak garam di Cirebon memproduksi garam yang kualitas dan NHCL-nya masih di bawah 90. Sehingga, garam pun hanya untuk konsumsi, tidak bisa masuk ke industri. Hal itu yang menjadi salah satu penyebab harga garam di Kabupaten Cirebon rendah. Menurutnya, teknologi geomembrane sendiri merupakan teknologi modern dalam memroduksi garam. Alat yang digunakan berupa plastik kedap air dan memiliki kadar panas tinggi ketika terkena matahari. Plastik hitam berukuran tebal dan tidak mudah sobek itu ditempatkan di lahan garapan garam. Hasil garamnya pun sangat putih karena dalam pengolahannya tidak bersentuhan dengan tanah. \"Jadi, untuk menghasilkan kualitas garam yang bagus dan agar NHCL-nya meningkat, petambak garam harus menggunakan geomembrane,\" ujar Yanto kepada Radar Cirebon. Tak hanya bagi para petambak garam, kata dia, para tengkulak pun diimbau supaya hasil produksi garam yang menggunakan geomembrane jangan dicampur dengan yang tidak menggunakan. \"Jika dicampur, kualitas garam pun tidak akan bagus. Kalau murni memakai geomembrane dan hasilnya tidak dicampur Insya Allah di atas 90 NHCL  garamnya,\" tuturnya. Dia menjelaskan, hasil survei yang dilakukan pihaknya di lapangan, para petambak yang menggunakan geomembran dalam pengolahan garam mereka, NHCL-nya sudah di atas 90. Artinya, jika sudah di atas 90, maka garam tersebut bisa masuk untuk industri. Dia mengaku, sejauh ini para petambak garam di Kabupaten Cirebon yang sudah menggunakan teknologi geomembrane dalam pengolahannya, baru kurang dari 50 persen saja dari jumlah keseluruhan petambak garam yang ada. \"Jadi, memang karena geomembrane itu harganya mahal. Di samping itu banyak masyarakat yang baru atau petambak garam yang baru. Jadi belum memiliki geomembrane,\" imbuhnya. Yanto mengaku, upaya pihaknya dalam meningkatkan kualitas garam di Kabupaten Cirebon yakni dengan melakukan pembinaan kepada para petambak garam. Dia juga mengharapkan agar para petambak tidak memanen dini garam dalam pengolahannya. Sebab, untuk menghasilkan garam yang bagus, katanya, harus di atas tujuh hari sistem penjemuran. \"Dan mayoritas petambak garam di daerah kita ini tiga sampai empat hari sudah dipanen. Sehingga kualitas garam kurang,\" paparnya. Dia menambahkan, luasan tambak garam di Kabupaten Cirebon yakni lebih dari 3.000 hektare. Untuk musim sekarang, garam yang dihasilkan para petambak di daerahnya perminggu kemaren sekitar 271.000 ton. Dan masih terus bertambah selama musim kemarau berlangsung. \"Saat ini kami juga tengah berupaya agar tambak garam di daerahnya itu tidak tergerus atau tergeser dengan adanya pembangunan industri. Kita lihat RTRW baru itu memang agak berkurang tambak garam untuk wilayah timur. Tapi kita sedang berupaya agar tambak garam tetap dipertahankan, tidak tergerus industri,\" katanya. Terkait standardisasi harga garam, sambung dia, pihaknya tidak mempunyai kewenangan. Namun, hanya punya kewenangan untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam di tingkatan petambak. Tapi dia berharap, harga garam jangan terlalu rendah. \"Inginnya sih ada lembaga yang menangani itu. Kalau di beras dan padi itu kan jelas ada Bulog. Di kita juga inginnya seperti itu, ada yang mengawal. Karena selama ini tidak ada yang mengawal. Kalau soal harga memang kewenangan dinas perdagangan,\" tandasnya. Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kabupaten Cirebon, Deni Agustin menganggap wajar dengan kondisi harga garam yang terus menurun. Sebab, sekarang ini suplai garam tengah banyak, sehingga dampaknya menurunkan harga. Adapun terkait standardisasi harga garam, menurutnya, merupakan kebijakan pemerintah pusat. Sehingga, Disdagin Kabupaten Cirebon tidak bisa berbuat banyak. Kaitan dengan standarisasi harga garam itu kebijakannya nasional. \"Artinya, tidak hanya khusus untuk Cirebon. Sebetulnya di pusat pun sudah paham akan keinginan petambak garam agar adanya standardisasi harga karena beberapa kali pertemuan pun saya sering menyampaikannya,\" pungkasnya. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: