Populasi Satwa Dunia Menyusut 60 Persen

Populasi Satwa Dunia Menyusut 60 Persen

WASHINGTON - Hanya dalam waktu empat dekade, populasi satwa di dunia berkurang sampai 60 persen. World Wildlife Fund (WWF) memaparkan fakta tersebut dalam laporan dwi tahunan mereka, Selasa (30/10). Selain polusi, penggundulan hutan, dan perubahan iklim, faktor manusia ternyata justru menjadi penyebab utamanya. ”Krisis yang sungguh mengerikan. Kemunculan dan penyebarannya sangat cepat. Bahkan, saat dipicu satu faktor saja,” kata Dirjen WWF Marco Lambertini kepada CNN. Dalam laporan bertajuk Living Planet Report 2018 itu, WWF menyatakan bahwa lebih dari 4.000 jenis mamalia, burung, ikan, reptil dan amfibi punah. Itu terjadi pada periode 1970 sampai 2014. Manusia modern dan gaya hidup mereka membahayakan alam. Sebagai penguasa rantai makanan, manusia sangat konsumtif. Termasuk pada alam liar. Kebutuhan papan, pangan, dan sandang manusia mengakibatkan kerusakan alam. Menurut BBC, spesies ikan air tawar menjadi korban yang paling parah. Sejak 1970 sampai sekarang, kebutuhan pangan manusia mengakibatkan 83 persen populasi ikan air tawar di danau, sungai, dan rawa punah. Keserakahan membuat manusia tidak segan mengganggu habitat hewan di alam liar. Perburuan gading demi uang, misalnya. Aktivitas itu membuat populasi gajah di Tanzania menyusut 60 persen dalam waktu lima tahun. Gading-gading yang diperoleh secara ilegal itu diperjualbelikan di pasar gelap. Manusia untung. Tapi, gajah-gajah yang tidak punya gading tersebut lantas mati. Itu juga terjadi pada badak-badak liar yang diburu culanya. Atau, harimau dan buaya yang diburu taring dan kulitnya. Di Indonesia ratusan ribu orang utan tewas mengenaskan akibat perluasan lahan sawit. Belakangan, jumlah orang utan yang menjadi korban terus meningkat. ”Kita punya teknologi yang canggih untuk memanfaatkan alam. Tapi, teknologi itu malah kita memanfaatkan untuk memuaskan keserakahan kita,” kritik Lamberitini. Karena itu, WWF mengimbau masyarakat global segera membentuk kesepakatan-kesepakatan kelingkunganan semacam Paris Accord. ”Kita adalah generasi pertama yang tahu manusia merusak alam. Dan mungkin yang terakhir punya kesempatan mencegah kehancurannya,” ungkap Kepala WWF Inggris Tanya Steele. (bil/c25/hep)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: