Disdagkop-UKM Bantah Ada PKL dari Luar Kota Cirebon

Disdagkop-UKM Bantah Ada PKL dari Luar Kota Cirebon

CIREBON–Penataan pedagang kaki lima (PKL) dibuat rumit. Padahal kalau mau mengacu pada aturan, yang dibutuhkan hanya konsistensi dalam penertiban, penataan dan pemberdayaan. Semuanya sudah diatur dalam Peraturan Walikota Cirebon 27/2014. Dalam aturan itu, Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil Menengah (Disdagkop-UKM) dapat amanah untuk melakukan pemberdayaan dan pembinaan. Sementara Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), ada di garda terdepan dalam penertibannya. Yang jadi penting ialah, data ini dikunci sejak 2014. Tidak boleh ada penambahan. Penataan, pemberdayaan dan penertiban juga tidak boleh keluar dari data ini. Dalam data itu, Disdagkop-UKM mencatat 2.841 PKL pada September 2014. Semuanya ber-Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kota Cirebon. Kepala Disdagkop-UKM Ir Yati Rochayati, dalam beberapa kali wawancara dengan koran ini menyebutkan, data itu jadi pegangan. “Sudah dikunci dari tahun 2014,” ujar Yati. Dalam pasal 4, Perwali 27/2014 disebutkan bahwa para pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas sebagai berikut; a. DPPKUMKM, sebagai SKPD penanggung jawab dalam penyelenggaraan penataan dan pemberdayaan PKL. Tugasnya, melakukan pendataan dan pendaftaran PKL bersama dengan camat dan Lurah sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan. Hasil pendataan sebagaimana dimaksud, digunakan sebagai dasar penataan dan pemberdayaan PKL. Tapi, apakah penataan berpatokan pada data ini? Dalam temuan Radar Cirebon di beberapa selter, masih didapati PKL dari luar kota. Terutama di Stadion Bima dan Selter Jl Cipto Mangunkusumo. Tapi temuan Radar Cirebon, berulangkali dibantah Kepala Bidang Koperasi dan UKM Safudin Jufri. Ia menyebut, tidak ada PKL dari luar kota yang masuk dalam program penataan. Dalam catatan Radar Cirebon, sedikitnya 309 PKL sudah mendapatkan program penataan baik selter maupun tanda daftar usaha (TDU). Namun kembali ke aturan mengenai pendataan, penataan dan pemberdayaan. Namun, merujuk aturan ini sepertinya ada yang tidak dijalankan. Misalnya pada pasal 6, di mana disebutkan dalam upaya melakukan optimalisasi terhadap pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL, Tim Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan PKL melakukan monitoring dan evaluasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun terhadap pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL sebagai bahan pengambilan kebijakan. Bila benar mengacu aturan ini, seharusnya penataan tidak sulit dilakukan. Pasal 11 ayat 2 poin b dan c menyebutkan bahwa, pendataan dilakukan dengan memetakan lokasi; dan melakukan validasi/pemutakhiran data. Kemudian pasal 12 ayat 1 poin a, b, c, d disbeutkan;pPendataan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan berdasarkan: identitas PKL, lokasi PKL, jenis tempat usaha, bidang usaha, dan modal usaha. Artinya, data ini by name, by address. Yang menarik adalah penetapan kawasannya. Pemerintah Kota Cirebon membaginya dalam tiga klaster. Ini termaktub pada Pasal 24 huruf a, b dan c. Poin a dan b mencakup waktu berjualan dan pengaturan yang lebih khusus. Sementara di kawasan c, ketentuannya lebih melunak. Di mana kawasan c ini? Salah satunya di Jalan Rajawali Raya, mulai dari Jembatan Pangeran Drajat sampai lampu merah Larangan (By Pass). Dengan pengaturan jaualan pukul 17.00 WIB sampai dengan 02.00 WIB, hanya di sisi timur. Di luar itu, dilarang. Sementara Jl Ciremai Raya, yang lagi ramai dibincangkan juga masuk dalam kategori ini. Lokasi yang dibolehkan untuk jualan dari lampu merah Larangan (Jl By Pass) sampai Lampu Merah Galunggung. Maksud dibolehkan, juga dengan ketentuan. Misal; tidak menggunakan badan jalan. Tidak menggunakan keseluruhan trotoar. Dan tentunya tidak diperjualbelikan, disewakan. Ini ada di Bab V, mengenai hak, kewajiban dan larangan bagi PKL. Pasal 9 huruf k disebutkan; memperjualbelikan atau menyewakan tempat usaha PKL kepada pedagang lainnya. Namun merujuk pada aturan ini, upaya penataan seringkali melenceng. Termasuk dalam rapat koordinasi. Poin pembahasannya, justru meminta mengesampingkan pendataan ini. Anggota Komisi I DPRD Kota Cirebon Cicip Awaludin justru meminta pedagang didata terlebih dahulu. Statemen ini mengomentari upaya penegakan kawasan tertib lalu lintas (KTL) Jl Siliwangi dan Jl RA Kartini. “Sebelum turun ke lapangan (penertiban), harus diketahui berapa yang menempati PKL di sana? Termasuk penduduk lokal dan pendatang,” kata Cicip. Kepala Bidang Koperasi dan UKM Saefudin Jupri menimpali, pedagang kaki lima juga harus sadar hukum. Hal itu demi menata kota yang indah dan damai. Saat ini penataan dilakukan bertahap. Sebab dalam SK Walikota ada enam ruas jalan yang menjadi kawasan bebas PKL. \"Ini perlu dukungan dan kita koordinasikan dengan Pol PP. Ini harus dilakukan bersama,\" jelasnya. (gus/jml/myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: