Kemacetan Lalu Lintas Merembet ke Pinggiran Kota Cirebon

Kemacetan Lalu Lintas Merembet ke Pinggiran Kota Cirebon

CIREBON-Masalah lalu lintas layak menjadi prioritas Pemerintah Kota Cirebon. Kepadatan kendaraan sudah menjalar sampai ke pinggiran. Seiring dengan bergesernya kawasan permukiman. Yang kalau tidak segera ditangani, bakal jadi masalah di kemudian hari. Titik kemacetan Kota Cirebon terus bertambah. Meski definisi macet ini masih terus diperdebatkan. Apalagi kalau mengacu pada definisi yang bersandar pada aspek perhubungan. Yakni, suatu keadaan di mana kendaraan benar-benar berhenti dalam waktu tertentu. Tapi, definisi ini tidak bisa diterima begitu saja oleh masyarakat. Terlebih di jalanan yang biasanya lancar. Minim hambatan. Dari observasi Radar Cirebon dalam lima hari terakhir, tercatat setidaknya ada tiga ruas jalan yang menjadi titik kepadatan baru. Dengan beragam penyebabnya. \"\"Pengukuran intensitas kendaraan menggunakan aplikasi berbasis geo positioning system. Yang mengukur jarak tempuh suatu perjalanan. Dari satu titik ke titik lainnya. Juga dilengkapi dengan fitur indikator lalu lintas. Pengukuran dilakukan mulai Minggu (11/11). Mulai pukul 15.00 di Jl Perjuangan. Dengan titik pemberangkatan Graha Pena Radar Cirebon menuju Perumahan Graha Alwita. Jarak tempuh yang ada 1,4 kilometer dengan waktu tempuh  4 menit. Dengan motor tertera bisa 3 menit. Sedangkan jalan kaki 18 menit lamanya.  Memasuki pukul 17.00, waktu tempuhnya 5 menit dengan lokasi dan arah tujuan yang sama. Pukul 18.00, juga 5 menit. Kemudian pada Senin-Kamis (12-15/11), waktu tempuh mulai berubah. Di pukul 15.00 butuh 5 menit untuk jarak 1,4 kilometer. Pukul 17.00 mulaiterlihat kepadatan. Yang menjadi titik macet di depan Kampus II Unswagati, SMK Al Irsyad, SMK Nasional SMAN 7 Cirebon, SDIT Sabilul Huda dan Lampu Merah Jl Pelandakan. Kepadatan atau dengan indikator merah terlihat di pertigaan sampai Kampus IAIN Syekh Nurjati. Waktu tempuhnya jadi 9-10 menit. Baru pukul 18.00 ramai lancar. Waktu tempuh masih 5 menit dengan menggunakan mobil dan 4 menit dengan motor. Di Jalan Evakuasi, justru lebih lancar. Dengan titik pemberangkatan Yamaha Mataram Sakti Kalitanjung menuju lokasi akhir Oriental Cake and Bakery. Di pukul 15.00, waktu tempuh hanya 2 menit. Baru pukul 17.00 terjadi hambatan menjelang Jl Kalitanjung. Waktu tempuhnya 2 menit dengan jarak tempuh 950 meter. Titik kemacetan juga bergeser di lampu merah menuju Jl Brigjen Dharsono (By Pass). Sedangkan di Jalan Ciremai Raya, mulai pukul 16.00, waktu tempuh dari Surya Toserba Jl Rajawali menuju Perumahan Citra Land sejauh 1,9 kilometer mencapai 7 menit. Pukul 17.00 mulai ada titik kemacetan di wilayah Pasar Perumnas. Selepas itu, sekitar pukul 18.00 kepadatan terurai dan waktu tempuh menyusut menjadi hanya 6 menit. Dari serangkaian pengujian itu, didapatkan kecepatan rata-rata kendaraan roda empat yang hanya 7-15 kilometer per jam. Atau dalam karakteristik operasi jalan sekunder, tingkat pelayanan dalam kategori E. Dengan indikator arus tidak stabil, kecepatan perjalanan rata-rata di bawah 15 kilometer/jam. Dinas Perhubungan (Dishub) masih mengkaji penyebab titik kemacetan baru di sejumlah ruas jalan. Yang menjadi perhatian diantaranya Jl Perjuangan (simpang Untag) dan Jl Perumnas-Kalijaga. Kepala Bidang Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan Gunawan ATD DEA mengakui, belakangan ini banyak sumber kemacetan baru. Yang terjadi di jam tertentu. Terutama pagi dan sore hari. “Dua simpang ini memang sangat padat. Apalagi kalau sore,” ujar Gunawan, belum lama ini. Sambil mengkaji, dishub juga segera menyiapkan solusi. Dalam waktu dekat akan dilaksanakan rapat bersama Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (FLLAJ). Dari rapat koordinasi itu, diharapkan ada solusi yang dibutuhkan. Termasuk memutuskan hirarki pengendalian lalu lintas. Hirarki pengendalian lalu lintas adalah tingkatan. Dari kategori normal hingga kepadatan terkunci (stuck). Pengkategorian ini nantinya akan diikuti dengan rekayasa lalu lintas. Apakah cukup dengan dipasang rambu. Apakah perlu menempatkan petugas. Atau memasang alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL). APILL sendiri diterapkan berdasarkan waktu. Sementara bundaran bisa diterapkan bila lokasi jalan luas dengan konsep menyesuaiakan arus kendaraan . “Kalau menurut saya yang simpang Untag dan Perum lebih cocok dipasang APILL. Itu karena padatnya di jam tertentu. Tapi keputusannya gimana, nanti kita rapatkan dulu,” kata Gunawan. Di lain pihak, Ketua Forum Lalu Lintas Jalan Raya (FLLJR) Prof Dr Adang Jumhur menilai, masalah kemacetan harus diurai satu-persatu. Dari penyebabnya, tindakan dan solusi yang harus dilakukan dengan segera. Diantaranya, permasalahan PKL. Pemkot, kata dia, sudah harus menaruh perhatian pada masalah semacam ini. Sebab, Kota Cirebon terus berkembang. Masalah kemacetan darurat untuk ditangani. “Ini menjadi pekerjaan rumah bagi walikota terpilih untuk menata kembali Kota Cirebon,” tandasnya. Hal serupa juga dikatakan Pengamat Transportasi, Ir Ade Danu. Menurut dia, kemacetan di Kota Cirebon harus ditangani berdasarkan penyebab. Bukan hanya melakukan rekayasa lalu lintas atau sekadar menerapkan rambu dan APILL. “Kalau penyebab macetnya PKL, ya ditertibkan. Kalau penyebabnya parkir, ya ditertibkan,” katanya. Mengkaji kemacetan di beberapa titik, Ade melihat penyebabnya ialah penggunaan sarana dan prasarana yang tidak sesuai peruntukannya. Misal; trotoar untuk berjualan. Begitu juga penggunaan badan jalan untuk gerobak PKL. Kemudian parkir badan jalan di dua sisi yang menyebabkan penyempitan. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat, kepadatan lalu lintas yang menjalar ke kawasan pinggiran menjadi beralasan. Data yang dilansir 2015 ini menyebutkanbahwa jumlah kendaraan di Kota Cirebon mencapai 50.729, dengan jenis sedan/penumpang mencapai 27.508, Jeep 1.982, dan minibus 21.239. (myg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: