Walah, Ternyata Kabupaten Cirebon Belum Ramah bagi Disabilitas

Walah, Ternyata Kabupaten Cirebon Belum Ramah bagi Disabilitas

CIREBON-Ketua Gugus 29 SLB Kabupaten Cirebon Tisna Ruhyat secara blak-blakan menyatakan, Kabupaten Cirebon tidak begitu ramah terhadap kaum disabilitas. Selain ruang gerak yang sangat terbatas, seperti pendidikan, juga banyak hak penyandang disabilitas yang tidak terpenuhi. Untuk itu, dirinya mendorong agar Kabupaten Cirebon segera memiliki Perda tentang Disabilitas. Pasalnya, di kota dan kabupaten lain sudah ada. Payung hukumnya jelas, yakni UU Nomor 8 Tahun 2016. Namun sayangnya, tidak ada perpanjangan aturannya untuk di Kabupaten Cirebon, karena belum adanya perda. Jika sudah memiliki Perda Disabilitas, menurut Tisna, maka kaum disabilitas akan diberikan porsi hak yang sama seperti pada warga Kabupaten Cirebon lainnya. “Kalau sudah ada perdanya, pasti kaum disabilitas bisa lebih baik lagi. Misalkan ada aturan setiap perusahaan swasta diwajibkan merekrut penyandang disabilitas sebanyak 1 persen dari jumlah karyawan yang ada. Juga pegawai pemerintah 2 persen dari jumlah yang ada. Kan itu akan sangat bermakna bagi kaum disabilitas,” tuturnya. Dari sektor pendidikan, di Kabupaten Cirebon hanya ada tiga sekolah inklusi. “Sekolah inklusi saja baru tiga. Padahal wilayah Kabupaten Cirebon sangat luas, ada 40 kecamatan,” ujarnya. Terlebih lagi, SLB di Kabupaten Cirebon saat ini hanya ada 14 sekolah. Dua SLB negeri, serta 12 SLB swasta. Dengan jumlah 14 SLB dan tiga sekolah inklusi, menurut Tisna, sangat tidak sepadan dengan luas wilayah dan penduduk di Kabupaten Cirebon. “Idealnya itu satu kecamatan, satu SLB, sehingga tidak sangat jomplang,” ucapnya. Penyebaran SLB yang ada juga menurut Tisna, sangat tidak sesuai. Terutama untuk wilayah timur itu SLB hanya ada 4, padahal wilayahnya cukup luas. Belum lagi di wilayah selatan Kabupaten Cirebon itu belum memiliki SLB. Sehingga ketimpangan sangat terasa,” ujarnya. Karena sedikitnya SLB dan sekolah inklusi, menyebabkan banyak siswa penyandang disabilitas yang tidak bersekolah. Banyaknya anak disabilitas yang tidak bersekolah, karena memang SLB yang ada, jaraknya cukup jauh dan sedikit jumlahnya. “Karena kebanyakan orang tua anak disabilitas ini dari golongan ekonomi tidak mampu. Sehingga kalau SLB-nya jarak jauh dari rumah, mereka pikir panjang  biaya transportasinya. Sehingga mereka lebih memilih untuk tidak menyekolahkan anaknya,” ungkapnya. Tisna mendorong agar lebih banyak lagi SLB di Kabupaten Cirebon. Kalau untuk negeri kan prosesnya cukup lama, karena harus dari pusat. Sehingga kami sangat mengharapkan yayasan ataupun perorangan bisa mendirikan SLB swasta. Tentu agar anak disabilitas ini bisa bersekolah lebih banyak lagi ketika lebih banyaknya pula SLB,” ungkapnya. Sementara itu, salah seorang guru SLB Bina Mandiri Ciledug Ika Meirisa kepada Radar Cirebon mengatakan, karena sedikitnya jumlah SLB, maka muridnya banyak berasal dari daerah jauh dari sekolah. “Siswa kami banyak dari luar Kecamatan Ciledug. Seperti dari Gebang, Babakan, bahkan ada dari Jawa Tengah rumahnya,” ujarnya. (den)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: