Jeratan Tindak Pidana Pencucian Uang yang Memiskinkan bagi Koruptor

Jeratan Tindak Pidana Pencucian Uang yang Memiskinkan bagi Koruptor

Korupsi di sektor politik masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Sejak berdiri hingga saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjerat 891 koruptor. Dari jumlah tersebut, sebanyak 61,17 persen diantaranya atau 545 koruptor yang ditangani KPK berasal dari unsur politik. Sistem dan pengaturan ketentuan pemilu baik, Pilkada, Pileg bahkan Pilpres. Di sistem politik sendiri itu mereka terima sumbangan. Harus Ada kontribusi dari para kader dan pengurus. Ruang terjadinya praktek korupsi terus berlanjut ketika seseorang ingin mencalonkan diri sebagai penyelenggara negara baik kepala daerah, maupun anggota legislatif. Para calon harus menyiapkan dana untuk disetor kepada partai atau yang dikenal dengan istilah mahar politik. Meski partai politik sejumlah calon membenarkan adanya mahar tersebut. Di sisi lain, ada tujuh area rawan korupsi yang selalu diwanti-wanti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar kepala daerah tak tersangkut kasus korupsi.

Sekretaris Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik Piliang mengatakan area rawan korupsi pertama adalah perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kemudian, penarikan neraca dan distribusi soal pengadaan barang dan jasa.
Area wilayah potensial korupsi lainnya yakni persoalan dana hibah dan bantuan sosial. Selain itu pendanaan perjalanan dinas juga rawan dikorupsi oleh kepala daerah dan perangkat daerah lainnya. Persoalan perizinan dan terakhir soal mutasi jabatan juga rawan terjadi. Mutasi jabatan kerap dijualbelikan oleh oknum kepala daerah untuk meraup keuntungan pribadi, seperti yang pernah dilakukan mantan Bupati Klaten Sri Hartini dan Bupati Cirebon nonaktif Sunjaya Purwadi Sastra. \"Kepala daerah punya banyak kewenangan dan otoritas yang harus diawasi. Karena punya ruang kemungkinan terjadi,\" jelasnya.
Tahun ini, Komisi Pemberantasan Korupsi mulai membuat terobosan dengan gencar menerapkan pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian uang pada kasus-kasus dugaan korupsi yang disidiknya. Tak tanggung-tanggung, lembaga antikorupsi itu menggunakan dua UU TPPU sekaligus, yakni UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Kepada radarcirebon.com Wakil Kepala PPATK Dr. Dian Ediana Rae  menilai, penerapan TPPU menimbulkan efek jera sekaligus untuk memiskinkan pelaku tindak pidana korupsi. Menurut Rae, dengan menerapkan TPPU, dua target utama tercapai, yakni perampasan aset yang berujung pada pemiskinan, serta pemberatan hukuman pidana yang berujung pada terciptanya efek jera. \"Ini menjerakan. Selain memiskinkan, tapi juga menjerakan karena tidak hanya korupsi, tapi juga TPPU,\" ujar Rae di ruang redaksi Radar Cirebon Group, Senin (26/11/2018). Mengenai modus-modus pencucian uang selama ini, dia mengatakan, pada umumnya, seseorang di Indonesia mencuci uangnya dengan membelikan mobil, rumah, atau dengan berinvestasi. Modus yang sedikit lebih canggih, lanjut Rae, dengan sengaja mengalirkan uang atau investasi ke perusahaan-perusahaan yang sengaja didirikan untuk menyamarkan asal-usul harta. \"Perusahaannya hanya kamuflase untuk membuat rekening penampungan,\" ujarnya. Berbeda dengan di negara lain, pencucian uang cenderung dilakukan setingkat lebih maju dengan mentransfer uang ke luar negeri. Menurut Rae, ada tiga tingkatan modus pencucian uang, yakni placement atau penempatan uang tunai ke dalam sistem perbankan, layering atau mentransferkan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah masuk ke dalam sistem perbankan, dan integrasi yang merupakan gabungan dari dua modus sebelumnya. \"Kalau ditempatkan di satu rekening, diputar lagi dengan ditransfer ke rekening orang lain, ke mana-mana alirannya, dipindahkan lagi, itu layering, terakhir setelah ditransfer, digunakan untuk investasi pada perusahaan bonafide, itu integration,\" ujarnya. Modus integrasi, lanjut Rae, lebih canggih dari dua modus sebelumnya. Modus ini bisa saja dilakukan dengan cara berinvestasi atau membeli saham suatu perusahaan. \"Ini lebih canggih karena kalau perusahaannya bonafide, akan sulit terlacak,\" ucap Yenti. Selain itu, modus integrasi bisa dilakukan dengan sebelumnya mentransferkan uang ke luar negeri, lalu dimasukkan lagi ke Indonesia, untuk kemudian diinvestasikan dalam perusahaan. Lebih lanjut, Rae mengatakan masih ada sejumlah kendala dalam upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Salah satunya adalah sulitnya menghadirkan saksi atau korban yang berada di luar negeri. \"Berbagai kendala yang dihadapi pada saat pengungkapan perkara TPPU terkait foreign predicate crime,\" katanya. Kendala lain yang dihadapi, ujar Rae, adalah berbedanya persepsi penegak hukum dalam menangani perkara itu sehingga membutuhkan waktu yang lama, serta kendala terkait penerapan prinsip kriminalitas ganda. (*)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: