KPK: Jangan Ada Uang Ketok Palu APBD

KPK: Jangan Ada Uang Ketok Palu APBD

KUNINGAN - Tim Koordinasi Supervisi (Korsup) Pencegahan KPK Wilayah Jabar Tri Budi Rochmanto, mengingatkan agar tidak ada uang ketok palu pengesahan APBD. Hal itu disampaikan Tri kepada sejumlah jurnalis usai acara sosialisasi KPK kepada para pejabat daerah Kabupaten Kuningan di aula bank bjb, Senin (26/11). “Saya mengimbau agar jangan ada uang kutipan, jangan ada uang setoran, jangan ada komitmen fee, jangan ada feedback, jangan ada uang ketok palu APBD, jangan ada alokasi dana pokir (pokok-pokok pikiran anggota DPRD, red) yang tidak sesuai aturan, dan hindari suap, pemerasan dan gratifikasi. Itu hanya imbauan, yang melaksanakan yang diimbau dong,” imbau Tri. Usai dari acara sosialisasi, Tri menyebut, selanjutnya akan melakukan monitoring di dua SKPD pelayanan publik, yakni Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kuningan dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kuningan. Namun ia enggan menyebut berapa orang tim KPK yang diturunkan ke Kuningan yang ditempatkan di sejumlah titik tertentu. “Berapa ya? Pokoknya ada lah,” singkat Tri. Lebih jauh Tri juga menyebut KPK pernah melakukan kajian terkait anggaran parpol yang dibiayai pemerintah. Menurutnya berdasarkan kajian tersebut, seharusnya parpol itu didanai oleh pemerintah. KPK sendiri sudah mengeluarkan rekomendasi Rp 10 ribu per suara. KPK sendiri sangat tahu ada sekretariat parpol itu didanai oleh ketua, sekretaris, bendahara, dan dari anggota DPRD. Namun kemudian pemerintah hanya memberi Rp 1.000. “Maksud kami ketika Rp 10 ribu itu diberikan kepada parpol, ini harus ada tata kelola parpol yang baik, ada kode etik. Tapi ternyata karena dua komponen itu belum bisa terpenuhi maka pemerintah mengeluarkan Rp 1.000 saja. Jadi, PR-nya masih banyak, dan itu yang dilakukan KPK dalam rangka pencegahan. Bukan berarti KPK ingin memberangus parpol, tidak. Malah parpol adalah satu pilar demokrasi. Oleh karena itu kita berharap ada perbaikan dong di parpolnya. Anda dikasih sekian, sudah selesai lah, tidak lagi cawe-cawe di tempat yang bukan ranahnya,” imbau Tri kepada parpol. Terpisah, Ketua DPRD Kuningan Rana Suparman mengatakan, atas nama DPRD menyampaikan apresiasi terhadap materi yang disampaikan KPK, dalam hal ini disampaikan Tri Budi Rochmanto sebagai narasumber. Menurut Rana, KPK mengajak DPRD dan eksekutif untuk berintegritas membangun kesepakatan kebijakan. Terutama dalam mengelola APBD harus taat kepada aturan yang ada. “DPRD benar mempunyai fungsi budgeting, berproses dalam pembahasan APBD, namun DPRD juga harus bisa membedakan mana fungsi budgeting dan mana kewenangan dalam keputusan APBD. DPRD ada reses sebagai ruang untuk menyerap aspirasi masyarakat, sehingga ini menjadi catatan pokir (pokok-pokok pikiran, red) yang disampaikan kepada bupati tentang kebijakan yang harus dibuat oleh bupati berdasarkan RPJMD,” katanya. Selanjutnya, Rana menyampaikan bahwa permohonan masyarakat harus diintegrasikan dengan RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) setelah kegiatan masyarakat disampaikan kepada anggota DPRD melalui reses, lalu diparipurnakan di internal DPRD untuk dimasukkan ke RKPD, lalu dirumpunkan dengan RPJMD (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Setelah itu baru mengikuti alur, yakni Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), nota pengantar bupati (RAPBD), baru ada dalam APBD. “Kalau tidak ada dalam tahapan tersebut maka kegiatan yang ada di APBD tersebut masuk kategori naik di pengkolan, tidak dalam tahapan-tahapan itu, jelas itu penyelewenangan, itu penyimpangan aturan. Atau tidak ada dalam RKPD, itu kegiatan siluman, ini tidak boleh. Lalu tidak boleh ada uang suap persetujuan APBD. Ini harus jadi konsensus bersama,” terang Rana. Rana bersyukur karena di Kuningan sendiri menurutnya bersih dari hal-hal yang melanggar aturan. Ia mempersilakan anggota dewan untuk komunikasi dengan SKPD dalam kerangka mengoptimalisasi pemahaman input, output, outcome dan imfact dari program kegiatan yang ada. Program ini (pokir, red) ada sebagai potret kepada masyarakat, ini harus jelas. Penyampaian dari KPK, kata dia, harus jadi pegangan semua sehingga kebijakan APBD benar-benar absah. “Silakan dewan diperbolehkan menyampaikan aspirasinya tentang apa yang diharapkan masyarakat, tidak dihalangi, tapi prosesnya harus jelas. Dan jangan dilembagakan dengan nominal, tidak ada istilah satu orang sekian. Jadi, KPK ke Kuningan ini mengingatkan kita, diundang, berharap eksekutif legislatif sama-sama mempunyai komitmen untuk membangun penyelenggaraan Pemerintahan Kuningan yang clean government dan good government,” jelas Rana. Menurutnya, anggota DPRD apabila tidak mampu menyuarakan masyarakat, maka berarti tidak punya kemampuan untuk menyuarakan masyartakat. Berdasarkan penjelasan dari KPK, kata Rana, tidak salah anggota DPRD menyampaikan aspirasi masyarakatnya, tapi jangan dilembagakan dalam angka nominal. “Kok ada kesan anggaran ini milik ketua sekian, milik anggota sekian, milik bupati sekian, gak boleh. Jadi, dibahas bersama-sama dengan angka yang ada dengan posisi kegiatan masuk kategori prioritas atau penunjang untuk menuju kepada tujuan visi misi bupati,” tandas Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kuningan itu. (muh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: