Nasib Moize Trade Center Ada di Tangan Kuwu

Nasib Moize Trade Center Ada di Tangan Kuwu

CIREBON–Sejumlah masyarakat yang mendukung dibangunnya Moize Trade Center (MTC) ramai-ramai mendatangi kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpada Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Cirebon, Kamis (20/12). Mereka mempertanyakan kejelasan perizinan didirikannya pusat perbelanjaan berkonsep semi modern yang beralamatkan di Jalan Raya Arjawinangun, Desa Tegalgubug, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon tersebut. Masyarakat berjumlah 25 orang bertemu perwakilan DPMPTSP, Kasi Penerimaan dan Verifikasi Administrasi Perizinan dan Non Perizinan, Gunarsa SE. Gunarsa didampingi Kasi Pengaduan, Yeni Rosmana. Dalam mediasinya, masyarakat pro pembangunan MTC mempertanyakan alasan DPMPTSP menunda perizinan pembangunan. Padahal, segala berkas dan persyaratan sudah dilampirkan secara lengkap.   “Termasuk izin tetangga. Di situ juga ditandatangani oleh kuwu Desa Tegalgubug (H Supriyatno, red) dan camat Arjawinangun (H Sutismo, red). Lalu apa lagi?,” tanya Taspin, mewakili masyarakat. Dirinya sangat menyayangkan pihak dinas yang menunda dikeluarkannya fatwa perizinan yang seharusnya sudah dapat diproses. “Kenapa tidak diproses? Sedangkan izin tetangga yang ditandatangani masayarakat sekitar pembangunan, termasuk RT dan RW sudah dilakukan. Ke depan akan kacau kalau semua seperti itu. Persetujuan itu di lingkungan sekitar, bukan luar daerah,” tandasnya. Seperti diketahui, izin tetangga pembangunan MTC dilakukan pada bulan November 2018. Izin tetangga juga telah disetujui dan ditandatangani oleh Supriyatno dan Sutismo. Namun, izin tersebut sempat tersendat di DPMPTSP. Hal itu karena munculnya berita acara pertemuan antara para ulama, tokoh masyarakat, termasuk kuwu Desa Tegalgubug, Minggu (2/12). Berita acara tersebut isinya menyimpulkan bahwa masyarakat yang hadir pada saat itu mayoritas menolak pembangunan MTC. Pertemuan itu juga dianggap menjadi dasar untuk dilaksanakannya musyawarah desa (musdes) yang waktunya belum ditetapkan.Sementara itu, masyarakat pendukung lainnya bersikeras kalau pembangunan MTC harus dilanjutkan. Sebab, tanah pembangunan merupakan milik pribadi. Pemilik tanah tersebut adalah salah seorang yang tidak keberatan dibangunnya MTC. “Ini tanah pribadi. Masyarakat sekitar dan pihak RT/RW sudah menyetujui dibangun. Kenapa harus dipersulit? Kalau memang dibatalkan, seharusnya juga ada tanda tangan berupa penolakan dari masyarakat, RT/RW seperti awal kami memeroleh izin,” tandas Budi, masyarakat pro pembangunan MTC di hadapan dua perwakilan DPMPTSP. Menanggapi beberapa aspirasi kemarin, Gunarsa menanggapi dengan tegas. Dia mengatakan bahwa pihaknya hanya menjalankan tugas administratif dan dibatasi oleh persyaratan yang baku. Namun, kata Gunarsa, keluhan dan aspirasi pendukung akan disikapi dengan melakukan koordinasi dengan pemerintah desa dan kecamatan terkait permasalahan yang ada. Dalam pertemuan yang direncanakan hari ini (21/12), Gunarsa akan meminta kejelasan dan ketegasan kuwu sebagai pemerintah desa mengenai sikapnya terhadap rencana penmbangunan MTC. Dirinya juga membenarkan, dokumentasi yang diajukan pengembang terkait izin pendirian MTC bulan November lalu sudah lengkap dan sesuai prosedur. Namun, kata Gunarsa, dua hari menjelang proses pemberangkatan dokumen, pihaknya menerima surat penolakan dari kepala desa berupa berita acara dengan keputusan sebagaimana yang telah disebutkan. “Kalau kuwunya beda, dimaklumi. Ini kuwunya sama, tanda tangannya sama, orangnya juga sama, hanya tanggalnya yang beda. Yang dipakai tanggal yang termuda. Jadi kami tidak boleh melanjutkan sebelum ada yang terbaru lagi. Ini permasalahannya,” papar Gunarsa. Senada dengan Gunarsa, Yeni Rosmana mengatakan kalau pihaknya hanya petugas administrasi yang mengeluarkan secarik kertas dan menyatakan legal atau tidaknya rencana pendirian sebuah bangunan. Namun, dikatakan Yeni, DPMPTSP tidak mempunyai keputusan mutlak dalam mengeluarkan izin. Melainkan, melibatkan dinas atau instansi lainnya seperti Dinas PUPR dan Dinas Cipta Karya. Dirinya mengungkapkan, kejadian sebelumnya yang sempat terjadi pada Pusat Grosir Tegal Gubug Cirebon (PGTC) atau sebelum MTC, terulang kembali. Di mana, pada saat itu, sudah keluar fatwa dan izin lokasi pendirian bangunan. Namun, dengan adanya penolakan dan desakan warga, izin pendirian bangunan dicabut dan pembangunan tidak dapat dilanjutkan. “Jadi kami meminimalisir kejadian seperti kemarin. Kita ingin berjalan sesuai prosedur, sehingga tidak ada permasalahan di kemudian hari. Apabila masih bisa berdamai antara yang menolak dan yang mendukung, silahkan dibicarakan kembali,” tuturnya. Sementara itu, Supriyatno saat dihubungi melalui pesan WhatsApp (WA) menulis bahwa dirinya sedang berada di Majalengka. Dia menyarankan untuk bertemu dengan mandor desa. “Ke Pak Mandor saja, nggak apa-apa. Saya lagi di Majalengka,” tulis Supriyatno dalam chat elektronik. (ade)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: