Warga Miskin akan Didata Ulang

Warga Miskin akan Didata Ulang

Solusi Terbaik Mengakhiri Polemik Perbedaan Data Antara Pemkot dan BPS \"Metropolis1\"KEJAKSAN– Langkah pendataan warga miskin melalui satu pintu menjadi solusi yang diusulkan semua pihak. Tak terkecuali Wali kota terpilih Drs Ano Sutrisno MM. Ke depan, kata Ano, hanya ada satu kartu untuk semua. Ano pun siap mendudukkan semua instansi terkait secara bersama-sama untuk memecahklan persoalan ini. Menurutnya, langkah progresif yang akan dilakukan adalah mengumpulkan dinas terkait seperti Dinas sosial, bappeda, Dinas Kesehatan, BPS dan DPRD. Semua pihak itu akan dikumpulkan untuk urun rembug merumuskan kebijakan satu kartu untuk semua. Sehingga, data miskin hanya ada di satu pintu. “Saat ini data miskin versi BPS, disdukcapil, dinsos, dan bappeda berbeda-beda. Saya ingin satu data, satu kartu untuk semua hal,” ucapnya kepada Radar di sela-sela mengunjungi Pasar Balong, Rabu (27/3). Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi C DPRD Andi Riyanto Lie. Dikatakan, saat ini hanya ada satu solusi untuk perbedaan data penduduk miskin. Yakni pendataan baru. Diharapkan, hal itu akan membuat semua data warga miskin menjadi sama. Karena itu, dewan siap memberikan anggaran untuk pendataan baru penduduk miskin. Selain itu, dalam waktu dekat semua instansi terkait akan dikumpulkan. Politisi Golkar itu menilai, selama ini antardinas terkait masih memiliki ego sektoral. Salah satu sebabnya, dana pendataan yang relatif besar. Karena itu, antardinas mengajukan sendiri pendataan penduduk miskin. Akhirnya, data penduduk miskin berbeda-beda. “Data jamkesmas, PSED, dan PPLS banyak yang tidak sama. Itu masalah awal dari keksiruhan saat ini,” ujarnya. Dewan berharap, data miskin hanya satu untuk semua. Baik pendidikan, kesehatan maupun sosial. Tujuannya agar tidak lagi ada masyarakat yang sebenarnya miskin, tetapi tidak terdata. Begitupula sebaliknya, masyarakat yang tidak miskin, tetapi dapat jamkesmas, jamkesda atau KCMS. Di samping itu, lanjut Andi, data yang telah dibuat harus diferivikasi kembali. “Validasi data di lapangan sangat penting, jangan sampai salah sasaran lagi,” ucapnya kepada Radar. Sekretaris Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Cirebon Dra Maemunah MSi mengatakan, dinsos berperan sebagai koordinator KCMS. Di dalamnya, ada bappeda, BPS, disdukcapil, BPPMKB, disdik dan dinkes. Data awal dari survei yang dilakukan BPS dan Bappeda. Kemudian, muncul PSED. “Kami mengkoordinir OPD-OPD dalam penerbitan dan pemanfaatan KCMS,” terangnya saat dijumpai di ruang kerjanya, kemarin. Sejak di-launching pada 20 Juni 2012 lalu, masih banyak warga miskin yang tidak mendapatkan KCMS. Padahal, dalam Peraturan Wali Kota Nomor 24 tahun 2012 tentang Penerbitan dan Penggunaan KCMS disebutkan pada pasal 10 ayat (3), Ketua RT melaporkan Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang kondisinya diketahui tidak sesuai dengan data RTS ke dinas. “Nanti kami verifikasi. Setelah kami tinjau, kami tentukan status KCMS bagi RTS itu. Jika layak, diberikan, dan jika tidak, dicabut,” terangnya. Pengisian data sangat penting untuk validasi dan tindaklanjut setelahnya. Dinsos berpesan, saat melakukan pendataan harus jujur. Agenda ke depan, 28 ribu RTS dan 5.600 lebih jiwa yang belum diverifikasi akan data kembali saat PPLS 2011 dari provinsi Jawa Barat sudah turun ke Pemkot Cirebon. “Sampai saat ini belum turun. Itu alasan kenapa mereka belum diverifikasi,” ungkapnya. Saat ini, Dinsos konsisten menggunakan data PSED. Sebelum ada penggantinya, masih menggunakan data tersebut. Diakuinya, data PSED masih kurang maksimal. Maemunah menerangkan, jika PPLS 2011 sudah diberlakukan, dinsos akan memakai data itu. Sebab, data yang sama dipakai oleh pemerintah pusat dalam menentukan jamkesmas. Di tempat yang sama, warga RT 02 RW 08 Kelurahan Kalijaga Harjamukti, Munah (46), meminta Dinsos untuk memberikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Padahal, dia sudah terdata di jamkesmas dan memiliki KCMS. Di hadapan sekretaris dinsos, Munah menceritakan anaknya ditolak berobat di RS Gunung Jati. Padahal, dia memiliki Jamkesmas dan KCMS. Langkah koordinasi langsung dilakukan via telepon. Akhirnya, Wakil Direktur Pelayanan RS Gunung Jat, dr Siska mempersilakan Munah dan anaknya untuk berobat. Dikatakan, di RS Gunung Jati, Munah dan keluarga tercatat sebagai pasien jamkesmas, bukan KCMS. “Bukan ditolak, tetapi disuruh antre. Karena pasien banyak, jadi tidak dilayani dengan cepat,” terangnya. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: