Apakah PKL di KTL Berhak Dapat Relokasi?

Apakah PKL di KTL Berhak Dapat Relokasi?

CIREBON-Tiga dari enam ruas jalan Kawasan Tertib Lalu lintas (KTL) mulai diberlakukan. Area tersebut juga ditetapkan sebagai kawasan bebas transaksi pedagang kaki lima. Penegakan aturan berupa operasi yustisi juga sudah berjalan. Didasari Perda 2/2016, Perwali 27/2014 dan juga SK Walikota 511.3/KEP.244-DPKUKM/2018. Dari penegakan itu, sudah 15 PKL yang terjaring operasi. Meski penegakan yustisi itu, juga menuai pro kontra. Termasuk soal usulan relokasi. Namun, mengacu pada pendataan PKL yang telah dilakukan dan dikunci jumlahnya. Apakah PKL di kawasan ini berhak dapat pemberdayaan juga relokasi? Sejauh ini pertanyaan itu belum terjawab dengan konkrit. Dalam beberapa kali hearing, Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (Disdagkop-UKM) hanya menyebutkan bahwa dari pendatan 2014 ada pengurangan PKL. Dalam pendataan pertama tercatat 2.841 PKL. Yang baru-baru ini diklaim tinggal 1.700-an. Kepala Bidang Koperasi dan UMKM, Disdagkop-UKM Saefudin Jupri menyatakan, data ini berubah karena ada pedagang yang sudah jadi PKL. Meninggal dunia. Atau sudah mendapatkan program pendataan. Namun, ia juga tidak secara spesifik menyebutkan apakah PKL di Jl Siliwangi, Jl RA Kartini dan Jl Dr Wahidin Sudirohusodo berhak atau tidak mendapatkan pemberdayaan dan relokasi. “Data ini memang harus diperbaharui,” ucap Jupri, belum lama ini. Sekretaris Daerah Kota Cirebon Drs H Asep Deddi MSi juga meminta agar persoalan ini didasarkan pada data terlebih dahulu. Sebelum kemudian pemerintah memutuskan untuk melakukan penempatan. Baik bekerja sama dengan pihak swasta. Ataupun melakukan relokasi. Sayangnya, data yang dimaksud. Sejumlah 1.700-an itu, belum dapat diakses wartawan. Juga tidak dipaparkan mendetil, termasuk saat dihadapan wakil rakyat. Dalam agenda rapat dengar pendapat dengan Komisi II. Namun, dalam catatan Radar Cirebon, sedikitnya baru 309 PKL sudah mendapatkan program penataan baik selter maupun tanda daftar usaha (TDU). Mereka tersebar di Selter Alun-alun Kejaksan, Selter Bima, Selter CSB Mall dan tendanisasi di Pasar Kanoman. Masih dari data yang dari hasil pantauan Radar Cirebon sebelum operasi yustisi, jumlah PKL di Jl Siliwangi di siang hari, tercatat 61 pedagang. Sementara di malam hari, jumlahnya membengkak menjadi 97 PKL. Apakah mereka berhak mendapatkan relokasi dan program pemberdayaan? Untuk mendapatkan sentuhan pemerintah lewat program-programnya, sesuai dengan Perda 2/2016 dan Perwali 27/2014, PKL harus warga Kota Cirebon. Di luar itu, tidak bisa ikut dalam program penataan. Apalagi mendapatkan pemberdayaan. Berdasar aturan itu, Disdagkop-UKM yang dapat amanah untuk melakukan pemberdayaan dan pembinaan. Sementara Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), ada di garda terdepan dalam penertibannya. Yang jadi penting ialah, data ini dikunci sejak 2014. Tidak boleh ada penambahan. Penataan, pemberdayaan dan penertiban juga tidak boleh keluar dari data ini. Bila benar mengacu aturan ini, seharusnya penataan tidak sulit dilakukan. Pasal 11 ayat 2 poin b dan c menyebutkan bahwa, pendataan dilakukan dengan memetakan lokasi; dan melakukan validasi/pemutakhiran data. Kemudian pasal 12 ayat 1 poin a, b, c, d disebutkan; Pendataan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan berdasarkan: identitas PKL, lokasi PKL, jenis tempat usaha, bidang usaha, dan modal usaha. Artinya, data ini by name, by address. Ketua Komisi II DPRD Kota Cirebon Agung Supirno SH menilai, ada ketidaksimbangan implementasi perda antara Disdagkop-UKM dan dan Satpol PP. Di mana penegakan secara yustisi berjalan dengan cepat. Sementara langkah penataan dan pemberdayaan berjalan lambat. \"Ini jadi momentum kita untuk evaluasi. Bagaimana perda ini dilaksanakan?” tuturnya. (jml)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: