Tsunami Selat Sunda Berawal dari Erupsi Gunung Anak Krakatau Hingga Longsor Kawah Seluas 64 Hektare

Tsunami Selat Sunda Berawal dari Erupsi Gunung Anak Krakatau Hingga Longsor Kawah Seluas 64 Hektare

BMKG memastikan tsunami di Selat Sunda erat kaitannya dengan aktivitas Gunung Anak Krakatau. Tsunami berawal dari erupsi Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan adanya longsor. \"Erupsi Gunung Anak Krakatau yang terpantau dari pesawat Grand Caravan Susi Air pada 23 Desember 2018. Hampir setiap hari Gunung Anak Krakatau erupsi sejak Juni 2018. Erupsinya tidak besar. Status Waspada (level 2). Zona berbahaya di dalam radius 2 km. Jalur pelayaran di aman,\" ungkap Sutopo Purwo Nugroho dalam akun twittnya, (23/12) https://twitter.com/Sutopo_PN/status/1077045675290812416 Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan dari analisis pihaknya aktivitas vulkanik yang memicu kepundan atau lereng Gunung Anak Krakatau kolaps atau terjadi longsor bawah laut menimbulkan getaran yang kekuatannya setara magnitudo 3,4. \"Dihitung dari citra satelit saat itu dipimpin bapak Deputi, Pak Ridwan, menghitung luas area kolaps itu mencapai 64 hektare. Dan, volume batuan dari kolaps ini dalam waktu 24 menit kemudian menjadi tsunami di pantai,\" kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati saat konferensi pers di Kantor BMKG, Jakarta, Senin (24/12). Longsoran itu, kata dia, terjadi di lereng barat daya Gunung Anak Krakatau. Itu pun, sambungnya, diperparah derasnya gelombang laut akibat cuaca ekstrem. Dwikorita menegaskan itu adalah analisa lanjutan setelah jumpa pers pertama kemarin. Tsunami itu juga, kata Dwikorita, terkonfirmasi dengan data yang didapatkan dari data tide gauge milik Badan Informasi Geospasial (BIG). \"Kami menginformasikan benar apa yang sebelumnya kami sampaikan, bahwa tsunami ini berkaitan dengan erupsi vulkanis,\" kata Dwikorita. Oleh karena itu, sambungnya, pihaknya tak bisa memantau dini terjadinya gempa yang berpotensi tsunami di Selat Sunda. BMKG, tegas Dwikorita, hanya bisa memantau gempa tektonik dan memberikan peringatan dini setidaknya paling lama lima menit setelah guncangan apakah berpotensi tsunami atau tidak. Untuk pencatatan aktivitas vulkanis, kata Dwikorita, data itu ada pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMNG). Di samping itu, pengonfirmasian tsunami yang terjadi itu pun berdasarkan hasil foto pantauan udara yang dilakukan TNI atas situasi di sekitar Gunung Anak Krakatau. \"Dalam beberapa hari ke depan, kami akan mengimbau, ini masih akan ada gelombang tinggi karena cuaca maritim. Di kawasan pantai agar tidak beraktivitas lebih dulu dalam beberapa hari ke depan, paling tidak sampai 26 Desember,\" ujar Dwikorita. Diketahui, semua rata tanah diterjang tsunami di daerah Pantai Batu Hideung Desa Tanjung Jaya Kec Tanjung Lesung, Pandeglang. \"Evakuasi masih terus dilakukan tim SAR gabungan. Korban terus ditemukan hingga 24 Desember 2018,\" ungkap Sutopo Purwo Nugroho dalam akun twittnya, (24/12). https://twitter.com/Sutopo_PN/status/1077090576900575233

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: