Soal Gedung Setda, BPK Slow Respons, Denda Rp11 Miliar Belum Ada Titik Temu

Soal Gedung Setda, BPK Slow Respons, Denda Rp11 Miliar Belum Ada Titik Temu

CIREBON–Tahun 2018 tinggal menghitung hari. Semua proyek pemerintah yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun APBD harusnya sudah selesai. Baik dari pengerjaan proyek,  pembayaran, administrasi, termasuk bila ada denda keterlambatan. Namun tidak demikian untuk pembangunan Gedung Sekretariat Daerah (Setda). Proyek yang dibiayai APBD Kota Cirebon senilai Rp86 miliar tersebut, masih mangkrak secara administratif. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait denda keterlambatan sebesar Rp11 miliar, belum ditindaklanjuti PT Rivomas Pentasurya selaku kontraktor. Inspektorat, sebagai pembantu tugas BPK di daerah sudah menugaskan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR) untuk penagihan kepada kontraktor. Bahkan sudah tiga kali Inspektorat melayangkan surat, agar kontraktor segera melunasi denda melalui Badan Keuangan Daerah (BKD). Kepala BKD H Sukirman SE MM mengatakan, sampai saat ini belum ada pembayaran ke kas daerah. “Sebetulnya kami hanya bertugas menerima setoran denda, mengeluarkan bukti setoran dan memasukkannya ke kas daerah. Sampai sekarang belum ada (pembayaran),” ujar Sukirman. Maman Kirman –sapaan akrabnya- menegaskan, dari surat yang dikeluarkan Inspektorat, dendanya diangka sekitar Rp11 miliar. Terkait adanya keberatan dengan nilai tersebut, karena persepsi dasar pengenaannya, itu bukan kewenangannya. Termasuk bila kemugian dari BPK melakukan revisi nilai denda dengan adanya keberatan kontraktor. Pihaknya hanya sebagai penerima pembayaran. Tentu sesuai dengan ketentuan. \"Itu bukan kewenangan saya. Sampai sekarang nilainya masih sama, Rp11 miliar,\" tukasnya. Kemudian untuk sisa pembayaran kepada kontraktor yakni termin ketiga Rp13 miliar dan termin keempat Rp21 miliar, pihaknya akan membayar sesuai progres proyek tersebut. BKD bisa memotong pembayaran dengan nilai denda. Tetapi itu bergantung pada kontraktor, yang sejauh ini masih berharap denda untuk dikurangi. BKD, kata dia, masih menunggu penyelesaian administrasi seperti provisional hand over (PHO) dan lainnya. Bila sampai batas waktu yang ditentukan belum tuntas, anggaran itu akan dimasukkan lagi ke kas daerah. Di tempat terpisah, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) DPUPR Pungki Hertanto membenarkan, sampai saat ini keberatan nilai denda yang diajukan kontraktor belum ada jawaban dari BPK. Sehingga belum ada perkembangan terbaru. \"Belum, kami belum menerima hasilnya dari BPK,\" ucapnya, singkat. Seperti diketahui, denda keterlambatan sebesar 1/1000 dari nilai kontrak sebelum PPN untuk setiap hari keterlambatan. Menurut BPK nilai denda diperhitungkan dari nilai kontrak Rp86 miliar.Sehingga totalnya Rp11 miliar. Sementara kontraktor merasa nilai denda seharusnya sekitar Rp4,7 miliar saja. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: