Pembocor Teman Serumah Samad

Pembocor Teman Serumah Samad

Halangi Penyidikan Kasus Sprindik Anas, Samad Tolak BB-nya Diperiksa JAKARTA - Drama bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) tersangka Anas Urbaningrum di kasus Hambalang berakhir sudah. Kemarin, Komite Etik secara resmi mengumumkan siapa pelaku pembocor dokumen negara itu. Dia adalah Wiwin Suwandi, teman serumah yang juga sekretaris pribadi ketua KPK, Abraham Samad. Berbeda dengan sidang Komite Etik sebelumnya yang berlangsung tertutup, Ketua Komite Etik Anies Baswedan memilih untuk sidang dibuka untuk umum. Selain menghadirkan lengkap para pimpinan KPK yakni Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, Busyro Muqoddas, Zulkarnaen, dan Bambang Widjojanto, sidang juga dihadiri pegawai KPK. Sekitar pukul 14.00 Anies Baswedan membuka sidang dengan membacakan putusan bernomor 01/KE-KPK/4/2013. Rektor Universitas Paramadina itu langsung menyebut dua tersangka dalam kasus bocornya sprindik. Mereka adalah Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua Adnan Pandu Praja. \"Analisis perbandingan antara gambar Sprindik Anas Urbaningrum yang beredar di media massa dengan hasil scan (file asli, red) menunjukkan dokumen itu identik. Hasil scan merupakan halaman empat dari file (sprindik, red) di laptop yang dikuasai Wiwin Suwandi,\" ujar Anies Baswedan. Secara bergantian, anggota Komite Etik yang juga terdiri dari Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK), Abdul Mukhtie Fajar (mantan wakil ketua Mahkamah Konstitusi), Bambang Widjojanto (pimpinan KPK) dan Abdullah Hehamahua (penasihat KPK) membacakan petikan putusan. Dijelaskan, untuk mengurai kebocoran sprindik tersebut Komite Etik telah memeriksa 19 saksi. Faktanya, Wiwin Suwandi sebagai aktor utama di balik bocornya sprindik. \"Wiwin mengakui pada 8 Februari mengambil dua foto dari dokumen yang dicetak dan mengirim ke Tri Suharman (wartawan Koran Tempo, red) melalui BBM,\" imbuhnya. Setelah itu, dia menyerahkan satu lembar hasil cetak dokumen sprindik Anas Urbaningrum kepada Tri Suharman dan Rudy Polycarpus (wartawan Media Indonesia) di Setiabudi Building, Jakarta. Dokumen itu sudah disiapkan Wiwin sehari sebelumnya saat dia diperintah Abraham Samad untuk memindai draft sprindik. Terkait perintah Ketua KPK itu, Anies mengatakan kalau Samad memang meminta Wiwin untuk memindai draf sprindik. Setelah itu, Wiwin menyerahkan ke Samad dan disimpan di ruangannya. Tidak berhenti di situ, Wiwin lantas berinisiatif melakukan scanning lagi untuk kedua kalinya. \"Hasil scanning pertama dan kedua berbeda. Bisa dipastikan, dokumen yang disimpan Abraham Samad (hasil scan pertama) tidak pernah diketahui dunia,\" tuturnya. Dari dua dokumen yang ditunjukkan Anies, memang terlihat jika garis scan antara dokumen pertama dan kedua terdapat perbedaan. Pemeriksaan terhadap printer di meja kerja Wiwin juga menunjukkan ada proses pencetakan file dalam dua waktu berbeda. Komite Etik juga membeberkan kaitan antara Abraham Samad, Wiwin, dan Tri Suherman yang mendapat bocoran sprindik. Menurut Komite Etik, ketiga orang tersebut memiliki hubungan kedaerahan yakni Makassar. Disebutkan jika Samad dan Wiwin mengenal dengan baik Tri Suherman yang pernah bertugas di Makassar. Masuknya Wiwin sebagai pegawai tidak tetap di KPK juga atas permintaan Samad. \"Sejak di Jakarta, Wiwin tinggal serumah dengan Abraham Samad,\" jelas Komite Etik. Ternyata, kedekatan Wiwin dengan Abraham Samad berimbas pada mengalirnya banyak informasi. Entah bagaimana awalnya, Wiwin lantas kerap membocorkan informasi kepada Tri Suherman. Komite Etik mencatat beberapa kebocoran itu terkait kasus suap bupati Buol, tindak pidana korupsi simulator SIM dan suap Kuota Daging Sapi. \"Di setiap pemberitaan media, (Wiwin) selalu dinyatakan sebagai berasal dari sumber internal KPK yang dapat dipercaya,\" tandasnya. Tidak hanya itu, dari hasil cloning BlackBerry milik Wiwin juga diketahui dia pernah berkomunikasi dengan reporter TV One bernama Dwi Anggia pada 8 Februari. Isi komunikasinya sama, terkait dengan status tersangka Anas Urbaningrum. Wiwin juga pernah berinisiatif mengabarkan status Anas kepada pakar hukum tata negara, Irmanputra Sidin. Saat itu, Wiwin mengutip ucapan Samad melalui BlackBerry Messanger yang bunyinya; Jgnmi sebut Namaku dullu Soalx sy yg ambil alih kasus ini spy bisa jalan, sy pake kekerasan sdikit, makax sy tdk mau tambah runyam (Jangan sebut namaku dulu soalnya saya yang ambil alih kasus ini supaya bisa jalan, saya pakai kekerasan sedikit, makanya saya tidak mau tambah runyam). Abraham Samad mengonfirmasi itu sebagai kata-katanya sendiri. Namun, Komite Etik memastikan kata-kata itu tidak merujuk pada adanya intervensi penetapan Anas sebagai tersangka. Anies memastikan jika penetapan Anas sudah sejak akhir 2012 dan penyidik hanya butuh tambahan bukti tambahan sebelum mengumumkan. Entah ada rahasia apa yang disembunyikan Samad, dia tidak bersedia menyerahkan BlackBerrynya kepada Komite Etik. Padahal, komite berencana untuk membuka fakta komunikasi yang  terjadi antara Samad dengan beberapa orang. \"Komite etik tidak mempunyai kewenangan untuk memaksa,\" kata Anies. Akhirnya, dia memasukkan penolakan itu sebagai hal yang memberatkan saat mengeluarkan rekomendasi. Kesalahan Samad lainnya adalah, dia tidak pernah menyampaikan hasil ekspose tim kecil kasus Hambalang yang melibatkan Anas. Padahal, sebelum membuat draf sprindik, Deputi Penindakan dan Direktur Penyelidikan sudah menghadap Samad. Saat mereka tanya apakah hasil ekspose Tim Kecil Penindakan perlu disampaikan kepada masing-masing pimpinan, Samad mengatakan tak perlu. Sebab, dia menuturkan bakal menyampaikan sendiri ke pimpinan lain. Komite Etik juga menemukan fakta saat Samad menandatangani dokumen sprindik tidak berusaha untuk mengkonfirmasi atau menanyakan kepada M Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto yang sedang tak ada di Jakarta. Seperti diketahui, draf itu hanya ditandatangai Samad bersama Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnaen. Atas semua kesalahan itu, Komite Etik menyebut Samad telah melakukan pelanggaran sedang terhadap Pasal 4 huruf b dan d, Pasal 6 ayat 1 huruf b, huruf e, huruf r dan huruf v Kode Etik Pimpinan KPK. \"Oleh karena itu menjatuhkan sanksi berupa peringatan tertulis,\" kata Anies. Sanksi tersebut meminta Samad agar memperbaiki sikap, tindakan dan perilaku. Mulai dari memegang teguh prinsip keterbukaan, kebersamaan, perilaku yang bermartabat dan berintegritas, serta mampu membedakan hubungan yang bersifat pribadi dan profesional. Dia juga diminta agar lebih tertib dalam berkomunikasi dan kerahasiaan KPK. Meski hukuman tersebut terkesan ringan, Anies memastikan jika pihaknya sudah menerapkan zero tolerance. Dipastikan setiap pelanggaran yang dilakukan bakal berujung pada sanksi. \"Komite Etik menerapkan keadilan. Tetapi tidak semua harus dihukum berat. Harus disesuaikan dengan jenis pelanggaran,\" jelasnya. Adnan Pandu Praja Juga Langgar Etik Sementara itu, Komite Etik juga memenuhi janjinya untuk menyampaikan pelanggaran etik lain oleh pimpinan. Ternyata, yang dimaksud adalah perilaku Adnan Pandu Praja saat mencabut paraf di lembar disposisi sprindik. Menjadi masalah karena Adnan lantas menyampaikan informasi pencabutan itu kepada media. \"Menyampaikan pendapat secara terbuka bahwa kasus Harrier yang nilainya kurang dari satu miliar bukan level KPK menunjukkan tindakan yang kurang hati-hati dan kurang cermat sebagai Pimpinan KPK,\" tandas Anies. Akibatnya, Adnan disebut melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf e Kode Etik Pimpinan KPK. Lantaran Adnan tidak ikut membocorkan dan cukup kooperatif selama pemeriksaan, Komite Etik menjatuhkan sanksi ringan. Dia hanya diberi sanksi peringatan lisan oleh Komite Etik. Sementara itu, pihak Istana Negara bisa bernapas lega dengan hasil penyelidikan komite etik. \"Sebagaimana kita ketahui bahwa di penjelasan komite etik dinyatakan tidak ada keterlibatan dari pihak istana. Tentu ini adalah hal yang kita tunggu-tunggu,\" jelas Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di kompleks Istana Presiden, kemarin. (dim/ken)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: