DPR RI Pertanyakan Dampak Lingkungan Indocement
CIREBON–Sejumlah anggota Komisi VII DPR RI mempertanyakan dampak yang ditimbulkan akibat proses pembuatan semen di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Hal itu mereka sampaikan ketika melakukan kunjungan bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cabang Cirebon, Rabu (23/1). Anggota Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika (67) menuturkan, pada prosesnya, PT Indocement telah mengambil sumber daya alam di sekitar, dan bukan merupakan sebuah proses produksi. “Kalau produksi hanya membuat dan tidak menguras apa-apa. Ini sumber daya alam yang diambil,” ujar Kardaya, yang juga putera asli Cirebon. Kata dia, permasalah lingkungan lainnya adalah mengenai polusi udara. Wardaya menyesalkan karena abu dari proses pembuatan semen dapat memengaruhi kesehatan organ manusia seperti paru-paru. Sebagai anggota Komisi VII yang membidangi lingkungan hidup, dirinya mengaku konsen mengenai permasalahan yang ada. Terlebih, itu terjadi di kampung halamannya, yakni Cirebon. Mengenai bebatuan yang terus digali, juga turut menjadi sorotan Wardaya. Dia menuntut pihak Indocement untuk segera melakukan reklamasi terhadap kekayaan alam yang telah diambilnya seluas 346 hektare tersebut. “Sudah 30 tahun lebih mereka di sini, tapi belum memperlihatkan mana yang sudah direklamasi. Makannya, saya bilang, konsep lingkungannya salah di sini. Seharusnya bertahap. Saya tidak mau daerah sendiri ketika selesai lalu ditinggalin jadi kubangan-kubangan,” tegasnya. Indikator lainnya yang juga anggota dewan ragukan adalah mengenai proper dari Kementerian Lingkungan Hidup yang menurun. Proper adalah program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan yang dikembangkan oleh KLHK. “Sekarang kalau masalah lingkungan hidup, dianggapnya kejahatan yang paling serius. Kriterianya jangan jauh-jauh, dari proper yang dikeluarkan lingkungan hidup. Proper makin ke sini makin jelek,” terangnya. Menindaklanjuti hal itu, pihaknya berencana akan memanggil pimpinan PT Indocement ke Jakarta dan meminta KLHK untuk meninjau lebih lanjut setiap potensi pelanggaran lingkungan yang terjadi. DPR RI lainnya, Muhammad Nasir mengatakan, ketentuan mengenai lingkungan, akan diserahkannya kepada KLHK. Dirinya mengatakan, regulasinya mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009. “Nanti mereka (KLHK, red) bekerja dan melihat kondisi lapangan yang kita tinjau tadi. Kesimpulannya baru kita sampaikan di rapat berikutnya. Pendalaman dan pengawasan lebih lanjut, kita berikan kesempatan kepada kementerian untuk menindak lanjuti hal itu,” jelasnya. Menanggapi anggota dewan, pihak PT Indocement menampik setiap pernyataan yang ada. Melalui Direktur SDM, Antonius Marcos, menjelaskan bahwa pencemaran lingkungan yang dituduhkan tidak seperti yang terjadi di lapangan. Dikatakannya, PT Indocement telah dilengkapi fasilitas menangkap debu yang baik. Dia mengklaim, teknologi penangkap debu yang ada merupakan paling canggih. “Sudah kami terapkan dengan total biaya kurang lebih Rp160 milliar. Dan itu sudah kita buktikan dan sudah kita ukur. Hasilnya jauh di bawah kadar ambang batas,” katanya, yang juga didampingi Assistant to GM Rufidi Chandra, serta GM Indocement Budiono Hendranata. Mengenai reklamasi, dia juga menyebut, hal itu sudah ada aturannya. Di mana, reklamasi dilakukan saat mencapai level akhir penambangan. Sampai dengan saat ini, dikatakan Antonius, seluruh area tambangnya masih aktif. “Kami baru bisa melakukan itu sampai batas akhir tambang sesuai dengan izin yang kami peroleh. Perkiraan tahun 2036 baru akan mencapai level tersebut,” tarangnya. Mengenai perolehan proper dari KLHK yang menurun, pihak PT Indocement mengatakan, ada aturan ataupun persyaratan baru yang membutuhkan waktu untuk mempersiapkannya. “Misalnya, tahun ini 40 persyaratan sudah kami penuhi. Tahun berikutnya mereka menambah lagi persyarata-persyaratan baru. Kami tentunya belum dapat memenuhi. Sehingga dianggap mereka belum memenuhi kriteria hijau,” dijelaskannya. (ade)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: