Tolak Kriminalisasi Ujang, Mahasiswa Nilai Perhutani Putarbalikkan Fakta

Tolak Kriminalisasi Ujang, Mahasiswa Nilai Perhutani Putarbalikkan Fakta

KUNINGAN - Sekelompok mahasiswa dari GMNI dan PMII Kabupaten Kuningan menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Cijoho, Sabtu (2/2). Mereka memprotes upaya kriminalisasi Perhutani terhadap seorang petani hutan bernama Ujang warga Desa Cipedes, Kecamatan Ciniru, yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara karena tuduhan pencurian pohon yang pernah ditanamnya sendiri tahun 2000 lalu. Koordinator aksi Fauzan Azhim menuding, Ujang adalah korban dari upaya Perhutani mengklaim seluruh hasil produksi hasil hutan. Padahal, kayu dari pohon yang ditebang Ujang hasil jerih payahnya bersama kaum tani Cipedes yang bertahun-tahun menanamnya tanpa bantuan dari Perhutani. \"Kriminalisasi yang dilakukan Perhutani terhadap Ujang merupakan upaya masifikasi atau monopoli terhadap hasil produksi hutan yang sejak awal merupakan hasil jerih payah kaum Tani Hutan. Di mana pada tahun 2000, Ujang bin Sanhari membeli bibit 4.000 lebih mahoni kemudian menanamnya bersama-sama anggota Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Tani Asih mandiri Desa Cipedes di wilayah hutan yang sudah sahih menjadi wilayah garapan LMDH,\" ungkap Fauzan. Tetapi, lanjut Fauzan, saat memasuki masa panen segala cara dilakukan Perhutani untuk mengklaim hasil jerih payah kaum tani seperti Ujang. Pertama dengan melakukan krinimalisasi terhadap Ujang dengan tuduhan perusakan hutan dan penebangan liar, dan tidak mendelegitimasi Ujang sebagai anggota LMDH. \"Saat Pak Ujang hendak menikmati hasil kayu yang ditanamnya bersama kelompok LMDH, ternyata dia ditangkap dan memasukan angka kerugian sebesar Rp 124.113.000 yang harus digantinya. Dari tiga hal tersebut bisa ditarik kesimpulan bagaimana kriminalisasi terhadap Pak Ujang berdampak serius terhadap kehidupan sosial-ekonomi Pak Ujang. Keadaan tersebut telah membuat semakin merosot dan terpuruknya penghidupan keluarga Pak Ujang,\" papar Fauzan. Sementara itu, lanjut Fauzan, dalam persidangan pada tanggal 24 Januari 2019, dia menemukan sejumlah kejanggalan kesaksian serta pemutarbalikan fakta oleh petugas Perhutani. Dalam penuturan Apep Hidayat sebagai saksi Perhutani menerangkan bahwa pada 28 Oktober 2018, Ujang menebang 44 pohon mahoni, 1 pohon kihiyang dan 2 kayu jenjing di Blok Cikokol petak 40B dan 40 G RPH Pakembangan BKPH Garawangi KPH Kuningan. Kemudian pada 5 November 2018, Ujang ditangkap dengan barang bukti kayu balok persegi yang direndam di Blok Katulampa serta gergaji Chainsaw. \"Penangkapan ini dilakukan tanpa melakukan penyelidikan mendalam dan hanya berdasarkan penglihatan semata serta pencocokkologian tunggak-tunggak pohon di Blok Cikokol ketika mereka patroli. Selain itu saksi Apep Hidayat menyatakan tidak ada penebangan sebelumnya. Kemudian berani menyebutkan tidak mengetahui nota kerja sama LMDH dengan Perhutani. Sementara ketua LMDH menyatakan Pak Ujang adalah anggotanya dan merupakan penggarap wilayah hutan Blok Cikokol 40 B. Bagaimana mungkin Pak Ujang disebut maling, padahal wilayah Blok Cikokol adalah tanah garapannya,\" tegas Fauzan. Atas kejadian tersebut, kata Fauzan, menyebabkan Ujang dijerat dengan pasal 82 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman hukuman kurungan maksimal 5 tahun dan denda Rp 2,5 miliar. Menurut dia, Ujang telah menjadi korban rekayasa politik Perhutani. \"Jika pun benar Pak Ujang bersalah, maka mekanisme penyelesaiannya bukan ranah pidana, melainkan perdata sebagaimana diatur dalam nota kerja sama pasal perselisihan dan Force Majore. Karena Pak Ujang mempunyai hak atas apa yang ditanamnya di blok cikokol karena bibit mahoni, kihiyang dan jinjing bukan dari Perhutani melainkan dari Pak Ujang sendiri serta kedudukan ketiga tanaman tersebut adalah tanaman rawa bukan tanaman pokok,\" ujarnya. Adapun tunggak-tunggak besar yang ditemukan di lokasi, kata Fauzan, itu tidak ditebang Ujang, melainkan oleh Perhutani. Sementara sebelum musim hujan pada Februari ada penebangan pohon sebagai upaya mencegah bahaya besar bagi warga di bawah Blok Cikokol ketika hujan, itu dilakukan warga dengan izin dari mandor Perhutani. Sedangkan jumlah pohon yang ditebang Ujang, hanya sebanyak 11 pohon mahoni. Pohon yang ditebang Ujang merupakan haknya sebagai anggota LMDH sebagaimana diatur dalam perjanjian nota kerja sama untuk kebutuhan rumah tangganya. \"Dengan demikian sudah jelas kedudukan Perhutani sebagai ‘tuan tanah’ di Hutan Cipedes telah bersikap fasis terhadap Pak Ujang serta dengan skenario kriminalisasinya membawa efek terhadap warga Desa Cipedes dan LMDH tidak mau memasuki wilayah hutan yang sejatinya pada tahun ini warga bisa menikmati apa yang ditanamnya. Atas kondisi ini kami menyatakan melawan kriminalisasi Pak Ujang dan menuntut membubarkan Perhutani. Serta meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Kuningan melihat kasus ini dengan jelas, bukan dari sudut pandang Perhutani semata,\" pungkas Fauzan. Seperti pernah diberitakan Radar Kuningan pada tanggal 15 November 2018, Ujang ditangkap petugas Perhutani dan diserahkan kepada Polres Kuningan atas tuduhan penebangan 47 pohon di lahan Perhutani Blok Cikokol petak 40 B dan 40 G RPH Pakembangan BKPH Garawangi KPH Kuningan. Setelah melakukan penebangan pohon, Ujang memotongnya menjadi 49 balok kayu sepanjang 2,5 meter kemudian diangkut ke kubangan parit di wilayah Blok Katulampa, Desa Cipedes, untuk direndam. Ujang pun langsung diproses dan harus menjalani masa tahanan di sel Mapolres Kuningan hingga akhirnya kasusnya sudah mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Kuningan. (fik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: