Tanpa Konsistensi, Program 100 Hari Azis-Eti Setahun Bakal Tetap Sama

Tanpa Konsistensi, Program 100 Hari Azis-Eti Setahun Bakal Tetap Sama

CIREBON-Program seratus hari kerja walikota dan wakilnya, baru menyentuh permukaannya saja. Tanpa evaluasi dan konsistensi dalam pelaksanaannya, dikhawatirkan dalam satu tahun ke depan tidak ada perubahan nyata. Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) DR Junaedi M Noor SE MM meminta pemerintah kota segera melakukan evaluasi. Meski tidak dikenal istilah 100 hari dalam pemerintahan, namun masa awal kinerjanya walikota dan wakilnya memberikan cerminan arah kebijakan pemerintah kota. “Sekarang memang belum banyak yang dihasilkan. Tapi kalau tidak ada evaluasi, perencanaan, konsistensi, tahun depan juga tetap sama,” ujarnya kepada Radar Cirebon. Guru besar ekonomi ini memberikan contoh kasus yakni penataan pedagang kaki lima (PKL). Atau yang masuk dalam program Cirebon Tertib. Sejauh ini, ia melihat pemerintah belum menyentuh aspek pembinaan terhadap PKL itu sendiri. Kalaupun ada, langkah pemerintah bisa dibilang belum menyentuh persoalan sesungguhnya. “Penempatan ke selter itu baru bicara relokasi. Pemberdayaannya belum,” tuturnya. Di lain pihak, pemberlakuan kawasan tertib lalu lintas (KTL) memang sudah ada hasil positif. Lagi-lagi, yang jadi masalah adalah konsistensinya. Bahkan belakangan mulai banyak pelanggaran. Baik parkir liar. Juga PKL yang kembali kucing-kucingan. Bang Jun -demikian panggilan akrabnya- mengakui, bahwa tidak adil untuk memberikan penilaian kepada walikota dan wakilnya berdasarkan kinerja 100 hari saja. Pemerintah kota masih punya waktu berbenah, karena masa jabatannya lima tahun. Tetapi, masa jabatan itu harus diisi dengan perencanaan, program dan konsistensi dalam pelaksaaannya. Akademisi IAIN Syekh Nurjati Cirebon DR Yayat Suryatna mengapresiasi program ketertiban. Tapi baginya program ini tidak bisa berhenti di enam kawasan saja. Dia mencontohkan Jl Perjuangan dan sekitarnya. Nyaris tidak ada ketertiban baik pedagang kaki lima (PKL), parkir liar, juga masalah sampah. “Kalau jam sibuk, ini macetnya luar biasa. Dan kemacetan itu karena tidak tertib,” tegasnya. Terkait kepariwisataan, dirinya belum melihat efeknya terhadap masyarakat dalam pelaku usaha wisata itu sendiri. Yang tidak kalah penting untuk jadi prioritas adalah pelayanan publik. Seperti distribusi air bersih, pelayanan kesehatan juga pendidikan. Juga koordinasi antar instansi yang masih lemah. Kasus ini terjadi di Jl Cipto Mangunkusumo. Yang baru selesai diperbaiki, tapi kembali dirusak dengan adanya proyek galian. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: