Selandia Baru Larang Kepemilikan Senjata Militer dan Senapan Serbu

Selandia Baru Larang Kepemilikan Senjata Militer dan Senapan Serbu

CHRISTCHURCH - Sebanyak 50 nyawa melayang dalam serangan terencana ke Masjid Al Noor dan Linwood Islamic Centre pada Jumat pekan lalu (15/3). Teror tersebut membuat mata dunia tertuju ke Selandia Baru. Cara Perdana Menteri (PM) Jacinda Ardern mengatasi masalah keamanan itu membuat masyarakat internasional mengacungkan jempol. Ya, hanya dalam waktu 72 jam Ardern mengubah regulasi senjata di negerinya. Senjata militer dan senapan serbu dilarang. Perempuan 38 tahun tersebut mengutuk kekejaman yang merusak perdamaian Negeri Kiwi. Dia mengajak masyarakat tidak mengabulkan harapan sang teroris yang ingin tenar lewat aksi kejinya tersebut. Karena itu, Ardern mengharamkan penyebutan nama lelaki yang mengabadikan kebrutalannya lewat media sosial (medsos) tersebut. \"Satu hal yang pasti, Anda tidak akan pernah mendengar namanya meluncur dari mulut saya,\" jelas ibu Neve Te Aroha Ardern Gayford itu sebagaimana dilansir BBC, kemarin (24/3). Para pakar kriminal mengapresiasi kebijakan itu. Profesor ilmu pidana pada University of Alabama Adam Lankford mengatakan tujuan para pelaku teror di seluruh dunia memang ketenaran. Karena itu, mereka bangga saat menjadi sorotan. Sebab, itu berarti bakal ada pelaku baru pada masa mendatang. Setidaknya bakal lahir simpatisan. \"Saat Anda memberikan perhatian kepada pelaku sama besarnya dengan perhatian untuk Tom Cruise atau Kim Kardashian, jangan kaget bila kelompoknya malah bangga,\" ujar Lankford kepada USA Today. Bukan hanya itu. Selandia Baru juga melarang keras penyebarluasan video teror 15 Maret lalu tersebut. Video Brenton Tarrant, si pelaku, juga langsung dihapus dari Facebook. Saat itu juga pemerintahan Ardern menetapkan video tersebut sebagai tayangan ilegal. Karena itu, selain yang menyebarluaskan, mereka yang menyimpan video tersebut bakal dikenai sanksi. \"Orang lain menyebut tulisan itu sebagai manifesto. Tetapi, bagi saya, itu hanyalah brosur yang mempromosikan pembunuhan dan terorisme,\" ujar Kepala Lembaga Sensor David Shanks. Media-media Selandia Baru juga kompak untuk tidak terus-terusan memberitakan serangan maut tersebut. Itu dilakukan karena mereka tidak mau mengglorifikasi si pelaku kejahatan. Ketegasan demi ketegasan itu membuat Ardern panen pujian. Apalagi, dia juga lantas merangkul komunitas muslim di Selandia Baru. Dia ikut membalut luka mereka dengan aksi nyata. Ibu satu putri tersebut hadir dalam salat Jumat pertama pascateror di Masjid Al Noor Jumat (22/3). Rumah ibadah itu pun kembali buka kemarin (24/3). Ada belasan orang yang boleh masuk dan menunaikan salat Duhur berjamaah kemarin. Beberapa di antara mereka adalah korban selamat insiden teror 15 Maret lalu. \"Saya sangat bahagia bisa beribadah di sini lagi,\" ujar Diriye dikutip Washington Post. Diriye seharusnya masih berkabung. Dia kehilangan putranya yang berusia 3 tahun Mucad Ibrahim pada hari nahas itu. Jejak teror memang sudah sepenuhnya lenyap dari masjid tersebut. Semen telah menutup lubang bekas tembakan di tembok. Cat telah meniadakan noda darah. Cairan pembersih lantai telah menghapus bekas kekerasan yang melekat di lantai. Tetapi, trauma karena kejadian itu masih melekat. Kendati demikian, Diriye tidak mau terlalu lama larut dalam duka. Dia memilih beribadah lagi di masjid yang menjadi wadah silaturahminya dengan sesama muslim tersebut. \"Apa pun yang terjadi, kami pasti kembali,” ujar Ashif Shaikh, korban selamat lainnya. Dua teman satu rumah Shaikh tak selamat dari berondongan peluru. Kemarin sedikitnya tiga ribu orang berpartisipasi dalam pawai cinta di Christchurch. Mereka mengusung poster bertulisan kia kaha. Dalam bahasa Maori, dua kata tersebut berarti tetaplah kuat. Sambil berjalan, mereka menyanyikan himne perdamaian khas suku Maori. Himne tersebut mereka persembahkan untuk saudara-saudara muslim di Christchurch. \"Kami merasa insiden seperti ini mebawa kegelapan dalam hidup. Cinta adalah obat terbaik untuk melawan itu,\" ujar Manaia Butler, koordinator pawai. Cara Ardern memulihkan negerinya dari teror mencuri perhatian Dubai. Jumat malam foto PM termuda dunia itu menghiasi Burj Kalifaworld, pencakar langit tertinggi sejagat, dalam bentuk hologram. Demikianlah cara Syekh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, penguasa Dubai, memuji Ardern. Yang paling penting, Selandia Baru langsung mengubah regulasi kepemilikan senjata. Ardern sukses meyakinkan parlemen, termasuk oposisi, untuk memperketat aturan tersebut. Pemerintah bahkan rela mengeluarkan NZD 200 juta (Rp1,9 triliun) untuk membeli kembali senjata milik warga yang masuk kategori militer. Sebab, kini senjata militer dan senapan serbu ilegal. \"Itu harga yang harus kita bayar untuk menjamin keamanan negara,\" tegas Ardern kepada TVNZ. Tentu saja banyak pengusaha dan aktivis prosenjata yang protes. David Tipple, pemilik waralaba Gun City, sempat mengatakan pengusaha dan pemilik senjata lainnya seharusnya tak disalahkan dalam kasus tersebut. \"Saya tak melihat senjata sebagai sesuatu yang jahat. Yang jahat adalah psikologi pelaku,\" ujar Tipple kepda Stuff. (wap/reu/ful/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: