3 Bulan, APBN Terpakai Kurang 10%

3 Bulan, APBN Terpakai Kurang 10%

Ekonomi Buruk, Target Pertumbuhan 6,8 Persen Direvisi Jadi 6,3 Persen JAKARTA - Perekonomian nasional hingga triwulan I 2013 terus menunjukkan tanda kurang menggembirakan. Setelah dua lembaga rating internasional, Standard & Poor’s (S&P) dan Moody’s Investors Service, menurunkan prospek utang, kemarin giliran pemerintah yang menurunkan target pertumbuhan ekonomi. Realisasi pertumbuhan ekonomi sepanjang triwulan I 2013 yang di bawah ekspektasi (6,02 persen year-on-year) membuat pemerintah angkat tangan mengejar target 6,8 persen yang dipatok APBN 2013. Menteri Koordinator Perekonomian yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Keuangan Hatta Rajasa mengatakan, target pertumbuhan 6,8 persen memang kurang realistis dengan kondisi saat ini. \"Jadi, nanti kita revisi ke kisaran 6,3-6,4 persen,\" ujarnya kemarin (7/5). Hatta menyebutkan, recovery perekonomian global yang masih lambat menjadi parameter utama bagi pemerintah untuk menyusun asumsi makro dalam APBN Perubahan 2013. Meski demikian, dia mengakui bahwa situasi ekonomi dunia masih berubah-ubah dan sulit diprediksi. \"Karena itu, angka (target 6,3-6,4 persen, red) itu terus dikaji,\" katanya. Jika dicermati, revisi target pertumbuhan ekonomi menjadi 6,3 persen hingga 6,4 persen itu berada dalam range proyeksi pertumbuhan ekonomi 2013 oleh Bank Indonesia (BI). Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengatakan, sejak April lalu BI melihat tanda-tanda pemulihan ekonomi global yang tidak sesuai dengan harapan. Karena itu, BI pun merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari kisaran 6,3-6,8 persen menjadi 6,2-6,6 persen. \"Revisi ini dilakukan karena ada moderasi (pelemahan, red) pada konsumsi domestik dan investasi, terutama investasi non bangunan yang cenderung melambat,\" ujarnya. Deputi Gubernur BI Hartadi A Sarwono menambahkan, pelemahan konsumsi domestik terjadi karena adanya adjustment atau penyesuaian rencana investasi yang tertunda. Selain itu, pelemahan terjadi karena realisasi penyerapan belanja pemerintah tersendat. \"Ini PR (pekerjaan rumah, red) yang harus segera diselesaikan,\" katanya. Hatta mengakui, hingga triwulan I 2013, realisasi penyerapan anggaran masih sangat rendah, di bawah 10 persen. Karena itu, lanjut dia, pada triwulan II ini, pemerintah akan mendorong realisasi penyerapan anggaran hingga mencapai 50 persen untuk semester I 2013. \"Untuk itu, (proyek, red) yang on the pipeline, sudah tender, harus dipercepat,\" ucapnya. Terkait dengan asumsi makro lainnya dalam APBN, Hatta mengatakan bahwa beberapa di antaranya juga akan direvisi. Misalnya, target lifting minyak dan harga minyak Indonesia (Indonesia crude price/ICP). Menurut dia, SKK Migas sudah menyatakan bahwa target lifting minyak 900.000 barel per hari tidak akan bisa dicapai. Penyebabnya, kondisi lapangan minyak sudah tua sehingga produksinya menurun. \"Jadi akan direvisi (menjadi, red) sekitar 800 ribu (barel per hari, red),\" tuturnya.   **Terburuk sejak 2010   Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 6,02 persen pada kuartal pertama 2013 jika dibandingkan dengan setahun sebelumnya. Selain tidak memenuhi ekspektasi ekonom, itu adalah laju pertumbuhan paling lambat sejak kuartal III 2010. Ekonom OCBC Gundy Cahyadi mengatakan, pertumbuhan GDP kuartal I mengecewakan. \"Kejatuhan volume impor barang modal memicu kelambanan pertumbuhan investasi yang menjadi faktor kunci ekonomi di 2012,\" ujar Gundy. Bank OCBC telah merevisi proyeksinya pada 2013 sesuai dengan data terakhir. \"Kini kami memperkirakan pertumbuhan PDB 2013 sebesar 6,3 persen, atau turun dari 6,5 persen. Namun, angka proyeksi tersebut bisa lebih rendah,\" ujarnya. Bulan lalu Bank Indonesia menurunkan rentang proyeksi pertumbuhannya menjadi 6,2 persen hingga 6,6 persen dari sebelumnya 6,3-6,8 persen. Data terbaru BPS dapat membuat BI enggan meningkatkan suku bunga acuannya, yang ditetapkan sebesar 5,75 persen sejak Februari 2012. \"Menurut kami, pembuat kebijakan fiskal akan lebih agresif dalam belanja anggarannya, terutama untuk belanja modal. Sedangkan, suku bunga acuan BI diprediksi tidak akan berubah, yang menandakan sikap BI yang akomodatif,\" analisis Mandiri Sekuritas. Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengatakan, realisasi penyerapan anggaran pada triwulan I 2013 memang jauh dari memuaskan. Apalagi untuk belanja modal yang realisasinya lebih rendah daripada belanja barang dan belanja gaji pegawai. \"Realisasi belanja modal pada awal tahun ini menyedihkan,\" ujarnya. Data Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan menunjukkan, realisasi belanja modal triwulan I 2013 baru Rp10,4 triliun atau hanya 5,6 persen dari pagu anggaran Rp184,36 triliun. Realisasi itu bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan I 2012 yang mencapai 6,7 persen dari pagu Rp152,3 triliun. Padahal, terang Anny, belanja modal pemerintah merupakan salah satu komponen penting dalam pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi yang merupakan komponen pembentuk produk domestik bruto (PDB) sebagai parameter pertumbuhan ekonomi. \"Karena itu, penyerapan belanja modal harus lebih optimal agar bisa mengakselerasi pertumbuhan ekonomi,\" papar dia. Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Herry Purnomo menambahkan, pihaknya sebenarnya sudah berulang-ulang mendorong kementerian/lembaga (K/L) agar proyek yang menggunakan belanja modal sudah dilelang pada akhir tahun sebelumnya. Dengan begitu, ketika daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) sudah turun, kontrak bisa langsung ditandatangani dan dimulai pada awal tahun. Tapi kenyataannya, banyak K/L yang lelangnya molor, juga syarat pencairan anggaran tidak lengkap, sehingga proyek tidak bisa jalan di awal tahun. \"Setiap tahun kami ngomong soal ini, tapi masih ada saja yang tidak beres,\" ujarnya. Buruknya kinerja ekonomi pada triwulan pertama itu juga dikeluhkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden langsung mengadakan sidang kabinet terbatas. Dalam sidang tersebut, SBY mengungkapkan kekecewaannya terhadap pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 6,2 persen berdasar pengumuman BPS. \"Saya mendengar dari siaran Channel News Asia, dikatakan ini pertumbuhan terendah sejak 2010. Tolong dicek, saya kira benar itu,\" ujarnya. (owi/c11/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: