Kontroling Gas Bukan Tugas Pemkab

Kontroling Gas Bukan Tugas Pemkab

Pengusaha Rumah Makan Ogah Pakai Non Subsidi SUMBER– PT Pertamina Retail yang mengajak pemerintah Kabupaten Cirebon untuk berperan aktif melakukan kontroling di setiap perusahaan yang menggunakan liquid petroleum gas (LPG) bersubsidi, ternyata bertepuk sebelah tangan. Ketua Komisi II DPRD, Arif Rahman ST mengatakan, pengawasan serta controlling penggunaan LPG bersubsidi bukan tugas pemerintah daerah. Dia balik menuding, kewenangan tersebut justru ada di PT Pertamina. Dan mestinya, BUMN minyak dan gas tersebut punya tim tersendiri untuk melaksanakan fungsi ini. “Saya kira pihak kepolisian juga bisa ikut turun melakukan kontroling, pemerintah tidak punya personil untuk masuk ke wilayah itu,” ujar Arif, kepada Radar, Selasa (14/5). Untuk pencabutan izin bagi pengusaha yang menggunakan gas LPG bersubsidi, pihaknya bingung karena banyak yang tidak memiliki izin. Namun, dia yakin hotel dan restoran tidak menggunakan LPG bersubsidi, seperti yang dituduhkan PT Pertamina Retail dan Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas. Justru pemakaian LPG bersubsidi oleh masyarakat kelas menengah ke atas lebih mendominasi, ketimbang pelanggaran oleh pengusaha. “Artinya sadar dirilah bagi mereka yang mampu,” tandasnya. Pantauan Radar di sejumlah rumah makan di Kabupaten Cirebon, para pemilik rumah makan rata-rata menggunakan gas elpiji ukuran 3 kg dengan jumlah yang cukup banyak yakni tiga hingga lima tabung per hari. “Setiap hari rumah makan saya menghabiskan tiga sampai lima tabung gas,” terang Rina (23), pemilik rumah makan di Kecamatan Sumber. Setiap hari, kata Rina, omzet yang didapat mencapai Rp2 juta lebih.  “Itu kotor, kalau bersihnya Rp1 sampai Rp1,5 juta,” ungkapnya. Dikatakan Rina, usaha yang dikelolanya tidak akan menggunakan LPG yang non subsidi. Sebab, harganya terlalu tinggi. “Tidak ada rencana untuk pindah ke tabung gas non subsidi,” selorohnya. Hal senada pun diungkapkan pemilik rumah makan lainnya, Lena (36). Dia mengaku, omzet yang didapat setiap harinya mencapai Rp3 juta. Dengan adanya kebijakan pemerintah pusat melalui PT Pertamina untuk mengganti LPG non subsidi dengan ukuran 9 dan 14 kg, dia merasa keberatan. Sebab harga LPG non subsidi tergolong mahal. “Lebih baik saya pakai ukuran yang 3 kg dan 12 kg saja, jauh lebih murah,” tukasnya. Selain itu, dia juga mengaku, untuk kebutuhan memasak membutuhkan tabung gas empat hingga enam  tabung kemasan 3 kg per hari. Sebelumnya, Sales Eksekutif LPG dan Gas Produk PT Pertamina Retail wilayah Cirebon, Andri Setiawan mengatakan, banyak pengusaha restoran dan hotel yang mengunakan gas LPG bersubsidi. Padahal, untuk usaha tersebut tidak diperbolehkan. “Artinya kelangkaan gas itu bukan disebabkan oleh PT Pertamina, akan tetapi para pengusaha nakal yang mengambil hak rakyat (subsidi, red),” ujar Andri, didamping Ketua II Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas, Fezi. Dikatakan Andri, pengusaha yang omzetnya di atas Rp300 juta per tahun dilarang menggunakan gas subsidi. Gas kemasan 3 kg hanya untuk usaha mikro dan rumah tangga, dan itu ditetapkan dalam Perpres 104 tahun 2007. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: