Tiga Tahun, 9.345 Warga Majalengka Bekerja di Luar Negeri

Tiga Tahun, 9.345 Warga Majalengka Bekerja di Luar Negeri

MAJALENGKA - Minat warga Majalengka untuk bekerja menjadi buruh migran cukup tinggi. Berdasarkan data siskotkln.bnp2tki.go.id, sejak 1 Januari 2016 hingga 23 Juli, tercatat 9.345 warga Majalengka mencari peruntungan ke luar negeri. Ada tujuh negara yang menjadi tujuan warga Majalengka untuk mengadu nasib. Taiwan menjadi negara favorit dengan 3.874 warga. Sepanjang tahun 2019, Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian (Disnakerin) Kabupaten Majalengka mencatat 12 kasus PMI bermasalah di luar negeri. Mereka yang bermasalah tersebar di empat negara yakni Arab Saudi, Singapura, Malaysia dan Uni Emirat Arab. Namun paling banyak, kasus PMI ditemukan di Arab Saudi. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian, Sadili menyebutkan, kasus PMI yang diterimanya rata-rata karena berangkat lewat jalur ilegal. Persoalan yang dialami pun beragam, mulai dari tidak ada kabar dan tidak pulang selama belasan tahun, pelecehan seksual, disiksa majikan hingga tidak diperbolehkan pulang. “Saat ini kami terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan instansi terkait,” jelasnya. Sadili menyebutkan, salah satu akar persoalan yang dialami PMI adalah pemberangkatan yang tidak prosedural. Karena menggunakan sponsor ilegal, pemberangkatan PMI pun tidak jelas. Sebagai langkah antisipasi, disnakerin terus melakukan sosialisasi mengenai perindungan para PMI. Di samping itu, diharapkan pemerintah desa bisa memberikan wawasan pada warganya yang hendak menjadi PMI. \"Kami berharap masyarakat hati-hati terhadap perekrutan. Dan harus matang betul. Calon PMI harus siap mental dan keterampilan serta jangan malas menempuh jalur yang resmi,” jelasnya. Sadili juga mengimbau masyarakat yang hendak menjadi PMI harus memiliki keterampilan. Sebelum berangkat, calon PMI hendaknya mempelajari kultur di negara tujuan. Sementara, belum lama ini, anggota komisi IV DPRD Kabupaten Majalengka Sudibyo BO berharap, tidak ada lagi PMI yang bermasalah atau berurusan hukum. Persoalan itu, kata dia, bisa dicegah bila para PMI memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja. “Yang kami pelajari, yang bermasalah itu selain tidak resmi berangkatnya juga minim pengetahuan dan keterampilan,” jelasnya. Oleh sebab itu, Sudibyo berharap masyarakat, khususnya calon PMI, memiliki bekal pengetahuan mengenai cara komunikasi dan kultur negara tujuan. Dan hal itu, kata dia, menjadi sponsor atau perusahaan penyalur tenaga kerja memiliki kewajiban untuk menjelaskan hal itu pada calon PMI. (bae/azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: