BPJS Nunggak Rp13,7 Miliar, Operasional RSUD Arjawinangun Terganggu

BPJS Nunggak Rp13,7 Miliar, Operasional RSUD Arjawinangun Terganggu

CIREBON-Klaim BPJS di rumah sakit umum daerah (RSUD) Arjawinangun, dua bulan belum dibayar. Nilainya Rp13,7 miliar. Kondisi tersebut membuat operasional rumah sakit terganggu. Pasalnya, RS hanya mengandalkan pasien umum yang jumlahnya hanya 15 persen. “Harapan kami sebagai pelaksana pelayanan langsung ke masyarakat, BPJS bisa lancar membayar. Karena terus terang, dengan tidak lancar ini akan mengganggu operasional rumah sakit. Kita akan sulit bergerak. Misalnya kita akan mengadakan program perbaikan atau pengembangan, kita akan terkendala dengan dana,” papar Direktur RSUD Arjawinangun dr H Bambang Sumardi MM. Klaim yang belum dibayar, yakni April dan Mei. Sementara untuk Juni, pihak RS telah mempersiapkan berkas ajuan dan dalam waktu dekat, akan segera diserahkan. Setiap bulannya, piutang BPJS kepada RS tipe B itu, rata-rata senilai Rp7 miliar. “Untuk operasional, RS Arjawinangun hanya mengandalkan kunjungan pasien umum. Kalau kita lihat, tidak begitu besar. Kunjungan pasien umum hanya sekitar 15 persen. Dan itu sebetulnya hanya cukup untuk operasional pokok. Sedangkan untuk obat-obatan dan lain-lain, belum,” sambungnya. Memberikan pemahaman mengenai itu, lanjut Bambang, pihaknya kerap mengundang distributor atau penyedia obat-obatan untuk membicarakan yang sebenarnya sedang dialami. Yakni, mengenai keuangan rumah sakit yang ‘tercekik’ karena piutang BPJS yang belum juga dilunasi. “Dan kami pun sebetulnya sudah berkomitmen, apabila dana klaim itu telah dicairkan BPJS, akan kami bayarkan kepada penyedia obat-obatan. Selama ini, kami mendahulukan operasional umum. Seperti untuk telepon, air, listrik, gaji pegawai kontrak atau honorer. Dan itu sudah melalui kesepakatan dengan komite medis, komite keperawatan, juga komite kesehatan yang lain,” ungkapnya. Namun Bambang masih merasa bersyukur. Pasalnya, secara keseluruhan keadaan RS Arjawinangun masih kondusif. Hal itu tidak lepas dari perusahaan farmasi atau penyedia obat-obatan, yang mau diajak kerja sama dan mengerti keadaan sesungguhnya. “Perusahaan farmasi mengeluh kepada menteri kesehatan karena RS belum bayar ke distributor obat. RS juga mengeluh ke menteri kesehatan karena BPJS belum bayar. Sehingga, tidak bisa bayar distributor. BPJS juga mau bagaimana, karena premi oleh masyarakat terutama yang mandiri, juga belum pada bayar. Yang jelas, ini merupakan tanggung jawab bersama,” tuturnya. Bambang menuturkan, BPJS menawarkan opsi jika masalah keuangannya sudah tidak lagi ‘tertolong’. Yakni dengan meminjam dana talangan dari perbankan menggunakan Formulir Pencairan Klaim (FPK). “Formulir pencairan klaim akan kita jaminkan kepada perbankan untuk meminjam uang. Tapi RS Arjawinangun belum melangkah ke sana. Sebenernya sih nggak apa-apa kalau mendesak. Kita coba bertahan dulu, kecuali memang sudah terpaksa sekali,” katanya. (ade)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: