Sektor Pariwisata Tingkatkan Ekonomi Inklusif Jawa Barat
BANDUNG – Forum Pembangunan Daerah (FPD) 2019 menjadi momen penting untuk mengevaluasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan rencana kerja strategis di setiap kabupaten/kota. Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat berada di Kantor Bappeda Provinsi Jawa Barat, Bandung, kemarin (30/7). Dikatakan dia, meski pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat sudah lebih baik dari angka pertumbuhan ekonomi nasional, pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan masih perlu ditingkatkan. “Kami mendapat catatan bahwa pertumbuhan ekonomi Jabar sangat baik, yakni 5,6 persen, tapi indeks ekonomi inklusif masih kurang,\" kata Ridwan Kamil. Pasalnya, berdasarkan data dari Bappenas RI, Jawa Barat dengan pilar Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif (IPEI) 5,93 menempati urutan ke-12 dari 34 provinsi, lebih rendah ketimbang Sumatera Barat hingga Jawa Tengah. \"Artinya, ekonomi yang ngebut ini jangan hanya dinikmati oleh mereka yang punya akses dan opportunity yang mudah. Misal menengah ke atas atau berpendidikan. Sementara yang menengah ke bawah dan daerah kurang infrastruktur, kurang menikmati,\" tambahnya. Makanya, dalam kesempatan ini, RK -sapaan akrab Ridwan Kamil- bertekad akan meningkatkan ekonomi inklusif Jawa Barat. Salah satunya lewat sektor pariwisata. Dijelaskan dia, lewat industri pariwisata dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat, akan muncul efek pengganda bagi perekonomian setiap daerah. Sehingga bisa mewujudkan ekonomi inklusif di Tanah Pasundan. \"Kalau saya boleh tawarkan, identitas Jabar cenderung pariwisata. Multiplier effect-nya inklusif, dari tukang parkir, warung ke restoran, hotel kecil atau homestay naik sedikit ada hotel besar. Saya titip, Jabar ini alamnya indah. Saya perintahkan Disparbud bikin 10 lokasi unggulan tiap daerah. 27 kali 10, ada 270 potensi daerah wisata,\" jelasnya. Sedangkan untuk mengentaskan kemiskinan, RK menegaskan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jabar memiliki berbagai program. Di antaranya lewat Kredit Mesra (Masjid Sejahtera), OVOC (One Village One Company), OPOP (One Pesantren One Product), hingga Desa Digital. Program-program mikro tersebut bertujuan untuk meningkatkan pendapatan demi mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif, stabilitas makro ekonomi, serta mengembangkan infrastruktur di wilayah tertinggal. \"Kami bertekad, ekonomi inklusif harus berhasil. Jadi mesin pembangunan cepat, juga merangkul semua yang terlibat. Kalau hanya cepat tapi dikuasai kelompok, saya kira itu bukan ekonomi Pancasila juga. Karena ekonomi inklusif ini penerjemahan sila Kelima yakni Keadilan Sosial bagi Rakyat Indonesia,\" tegasnya. (jun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: