Menjaga Ku Tiong, DPUPR Tegaskan Pembangunan Ilegal dan Tak Punya IMB

Menjaga Ku Tiong, DPUPR Tegaskan Pembangunan Ilegal dan Tak Punya IMB

CIREBON - Langkah Pemerintah Kota Cirebon berkejaran dengan penggusuran lahan makam warga Tionghoa di Ku Tiong. Sampai saat ini, upaya yang dilakukan masih berkutat pada pembentukan Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD).

Tim ini dibentuk untuk mengatasi masalah pembongkaran Kompleks Pemakaman Ku Tiong. Di dalamnya melibatkan banyak pihak yang terkait dengan masalah penataan ruang. Seperti Sekertariat Daerah, Badan Keuangan Daerah (BKD), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) hingga unsur kecamatan dan kelurahan.

Kepala DPUPR Kota Cirebon, Syaroni ATD MT mengatakan, pemerintah kota saat ini masih menyusun Surat Keputusan (SK) pembentukan tim untuk penanganan masalah Ku Tiong dan masalah lain yang terkait dengan pemanfaatan ruang yang tidak semestinya.

DPUPR sendiri telah memastikan puluhan bangunan yang menduduki lahan Ku Tiong Wanacala dipastikan tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) 8/2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) Kota Cirebon tahun 2011-2031, kawasan tersebut tidak diperuntukan untuk permukiman.

“Kalau dari kami, sudah dipastikan kalau bangunan bangunan yang berada disana tak punya IMB. Sudah jelas, tidak sesuai dengan peruntukannya. Tapi terkait dengan status tanah, itu kaitannya dengan bagian aset daerah dan BPN,” ujar Syaroni, kepada Radar Cirebon, Selasa (18/2).

Berdasarkan Peta Guna Lahan yang terlampir dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cirebon tahun 2011-2013, kawasan Ku Tiong terlihat berwarna putih. Dalam insert dijelaskan area yang ditandai warna putih berarti lahan kosong. Yang berarti menurut Syaroni adalah ruang terbuka.

Namun ruang terbuka ini maknanya bukan lahan yang bebas. Tapi ruang terbuka yang dimanfaatkan sesuai peruntukanya. Sama seperti Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jabang Bayi dan Sunyaragi.

“Itu juga sama. Hanya saja oleh pemerintah, Ku Tiong ini akan dijadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH),” tukasnya.
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota Cirebon tahun 2001, Komplek Ku Tiong statusnya masih diduga cagar budaya.

Tercatat dengan nama Bong Cina (Tan An Sin) — Tahun 1863 Ku Tiong Wanacala. Pengelolaan Ku Tiong ini, awalnya oleh masyarakat Penggung secara turun temurun. Namun, sekitar tahun 1923 dibentuk yayasan yang mengelola Ku Tiong tersebut. Sampai akhirnya yayasan tersebut berganti-ganti pengelolaan.

Di kompleks pemakaman Ku Tiong itu, ada kurang lebih 6 ribu makam. Sementara yang masih aktif atau ahli waris masih ada tersisa sebanyak 300 lebih makam. Di komplek itu, ada sedikitnya 85 pengelola yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Pemakaman Ku Tiong ini, tidak hanya ditepati oleh pemakaman Tionghoa, akan tetapi ada juga pemakaman muslim. Dulu luasnya 26 hektare sekarang tinggal 16 hektare karena dibangun pasar.

Diperkirakan jumlahnya akan terus menyusut seiring terus berdirinya perumahan. Bahkan dalam setahun terakhir terdapat 30 bangunan baru. Itu belum termasuk makam yang sudah dikeliling fondasi untuk dibangun rumah.

Kepala Seksi Sejarah dan Cagar Budaya DKOKP Kota Cirebon, Wiyono SA SSN mengatakan, Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota Cirebon tahun 2001, Komplek Ku Tiong statusnya masih diduga cagar budaya. Namun demikian, Kompleks Ku Tiong juga merupakan satu diantara 27 objek yang akan diusulkan menjadi sebagai Situs Cagar Budaya yang baru.

“Berdasarkan data yang kita miliki, Bong Gede Wanacala kondisinya memang kurang terawat. Semoga kalau jadi BCB akan ada kepedulian bersama untuk menjaga,” ujar Wiyono, belum lama ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: