Jelang PPDB, BPMS Minta Dilibatkan

Jelang PPDB, BPMS Minta Dilibatkan

CIREBON - Badan musyawarah perguruan swasta (BMPS) Kota Cirebon meminta untuk dilibatkan dalam penentuan kuota rombongan belajar (Rombel) sebelum dilaksanakannya tahapan penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2020.  Ketua terpilih BMPS Drs H Abu Malik MPd dalam waktu dekat ini berencana melakukan aundiensi dengan Dinas Pendidikan Kota Cirebon maupun Kantor Cabang Dinas (KCD) Disdik Provinsi Jawa Barat guna mengupayakan aspirasi sekolah swasta.

Abu Malik mengatakan, BMPS yang merupakan wadah para pengurus Yayasan atau penyelenggara lembaga pendidikan SD-SMA/SMK swasta se-Kota Cirebon, baru saja melangsungkan musyawarah kota (Muskot), dan kebetulan dia dipercaya memimpin forum tersebut dalam kurun waktu lima tahun ke depan.

Dalam Muskot tersebut, sejumlah isu strategis yang berkaitan dengan kepentingan sekolah swasta di Kota Cirebon telah dibahas dan dijadikan amanat forum untuk diperjuangkan oleh kepengurusan BMPS terpilih. Salah satunya soal pemberian kuota bagi sekolah swasta yang setara dan proporsional dalam PPDB.

Rudi Pramadi SPd pengurus lainya mengatakan, kendala yang dialami oleh sekolah swasta adalah kekhawatiran mengenai kebijakan pemerintah provinsi terkait SPP gratis bagi sekolah negeri. “Kalau SPP di sekolah negeri digratiskan, kami juga di swasta mau dapat murid dari mana nantinya?” ungkapnya.

Pihaknya berharap agar kebijakan SPP gratis bagi sekolah negeri ini juga harus disertai dengan kebijakan lain dari pemerintah agar sekolah swasta bisa survive dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebab di sekolah swasta juga ada guru yang mesti diperhatikan kelangsungan karirnya, apalagi rata-rata mereka adalah guru hunorer.

Kepala SMA Taman Siswa Drs Sugiarto menjelaskan, isu strategis lain yang disorot sekolah swasta adalah kebijakan pemerintah pusat yang mengalokasikan 50 persen dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk memberi honor guru honorer, tidak berpengaruh banyak terhadap pengelolaan SDM pendidik dan tenaga pendidik di sekolah swasta.

Hal ini, lantaran mekanisme terkait guru honorer yang dapat menerima honor dari dana BOS adalah guru non PNS yang memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK) saja. Sedangkan, tidak semua guru honorer yang mengabdi di sekolah swasta telah memiliki NUPTK.

Menurutnya, kendala lain terkait penyaluran dana BOS untuk menghonor guru honorer, adalah guru honorer yang memiliki NUPTK pun jika yang bersangkutan menjadi penerima tunjangan profesi guru (tunjangan sertifikasi) tidak bisa mendapat honor dari dana BOS.

“Kami kira di sekolah swasta, kebijakan ini tidak berpengaruh banyak. Di sekolah kami sudah dikalkulasi, guru honorer yang bisa menerima honor dari dana BOS kurang dari 5 orang. Yang punya NUPTK juga sudah ada yang dapat sertifikasi, dan aturannya penerima tunjangan sertifikasi tidak bisa dapat honor dari dana BOS,” ungkapnya.

Pihaknya berharap jika regulasi penyaluran dana BOS ini lebih disederhanakan, terutama pada pos untuk guru honorer dengan meniadakan syarat kepelimikan NUPTK. Selama ini, sekolah swasta menggaji guru honorer mengandalkan uang sumbangan partisipasi pendidikan (SPP) dari peserta didik. (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: