Bappelitbangda Sebut Polemik Pertek BPN Hanya Terjadi di Kabupaten Cirebon

Bappelitbangda Sebut Polemik Pertek BPN Hanya Terjadi di Kabupaten Cirebon

Ada pemahaman berbeda antara Pemkab Cirebon dan BPN dalam membaca Perda RTRW No 7 Tahun 2018.

Para pengusaha sudah menempuh proses perizinan dan ketentuan yang disyaratkan. Bahkan pemilihan lahan dan tempat pun sudah sesuai dengan petunjuk dan syarat teknis lainnya yang dikuatkan dengan terbitnya IMB (izin mendirikan bangunan). Namun produk yang dikeluarkan oleh dinas tersebut tidak berdaya ketika dihadapkan dengan Pertek BPN.

“Semuanya mandek. Padahal awalnya kan lokasi itu dibolehkan oleh pemkab, sudah keluar alih fungsinya. IMB pun sudah ada. Tapi kata BPN peruntukan di peta RTRW (rencana tata ruang dan wilayah, red) tidak diperkenankan dan bukan untuk peruntukannya. Jadi menurut kami ada dua versi pemahaman antara Pemkab Cirebon dan BPN dalam membaca Perda RTRW Nomor 7 Tahun 2018,” kata Ketua Forum Pengembang Perumahan Cirebon (FKPPC) Yudho Arlianto saat diwawancara Radar, Jumat (21/2).

Yudho menyebut geger Pertek BPN pertama kali muncul dan menjadi sandungan untuk para pengusaha properti pada November 2019. Sebelumnya mereka tidak pernah menemui kendala berarti ketika melakukan pengurusan berkas-berkas dan keperluan lainnya terkait pengurusan dokumen di BPN. “Dari November kemarin kita tidak bisa melakukan aktivitas apapun, apalagi untuk jualan produk. Praktis dari situ (November, red) sampai sekarang kita dibikin pusing,” ujar Yudho.

Menurutnya, para pengusaha yang mengalami persoalan yang sama akhirnya sepakat bernaung di bawah FKPPC. Forum inilah yang kemudian melakukan berbagai upaya untuk mencari keadilan terkait kepastian investasi di Kabupaten Cirebon. ”Kita sudah mengadu ke sana, ke sini, sampai sekarang belum ada jawaban pasti. Kalau rugi, pasti ada. Pengusaha kalau uang tidak berputar pasti rugi. Apalagi jika ada kewajiban tanggungan dan lain-lain, maka kerugiannya akan lebih besar,” tandas Yudho.

Direktur PT Panca Mulia Persada ini mengatakan saat ini ada 35 sampai 40 developer yang tidak bisa menjalankan usahanya di Kabupaten Cirebon karena terhalang Pertek BPN. Versi Yudho, sekitar 6.000 rumah berbagai tipe kini tak bisa dibangun dan 82 hektare tanah milik developer yang kini tidak bisa diapa-apakan karena terganjal Pertek BPN tersebut.

“Yang lebih memprihatinkan lagi, rumah-rumah tersebut mayoritas rumah subsidi. Jadi kesempatan masyarakat bawah untuk punya rumah sekarang semakin sulit karena terhalang Pertek BPN ini. Jumlah investasi yang tidak berputar di Kabupaten Cirebon ratusan miliar. Kalau satu rumah Rp50 juta sudah Rp300 miliar. Belum lagi aset tanahnya. Ini tentu berdampak besar bagi perekonomian Kabupaten Cirebon,” bebernya.

Para developer, menurut Yudho, tidak ingin menyalahkan siapapun dalam persoalan ini. Sebagai investor, pihaknya mendesak agar segera ada jalan keluar terbaik untuk masalah yang ada saat ini. Pihaknya pun mengapresiasi Pemkab Cirebon yang saat ini tengah mengupayakan restu dari Pemprov Jabar terkait solusi untuk masalah Pertek BPN.

“Kami dapat info Pemkab Cirebon sudah kirim surat ke provinsi. Tinggal menunggu hasilnya saja apakah bisa atau tidak. Sebagai investor kita tidak ingin menyalahkan siapapun. Kita ingin kepastian berinvestasi. Kalau tidak pasti juga dan kita dirugikan, sudah ada beberapa teman yang berkomunikasi dengan legal (pengacara, red) yang akan mengupayakan langkah hukum. Langkah hukumnya seperti apa, kita lihat nanti,” ucapnya (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: